Wednesday, June 25, 2008
WALI SONGO
SUNAN BONANG
Ia anak Sunan Ampel, yang berarti juga cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama kecilnya adalah Raden Makdum Ibrahim. Lahir diperkirakan 1465 M dari seorang perempuan bernama Nyi Ageng Manila, puteri seorang adipati di Tuban.
Sunan Bonang belajar agama dari pesantren ayahnya di Ampel Denta. Setelah cukup dewasa, ia berkelana untuk berdakwah di berbagai pelosok Pulau Jawa. Mula-mula ia berdakwah di Kediri, yang mayoritas masyarakatnya beragama Hindu. Di sana ia mendirikan Masjid Sangkal Daha.
Ia kemudian menetap di Bonang -desa kecil di Lasem, Jawa Tengah -sekitar 15 kilometer timur kota Rembang. Di desa itu ia membangun tempat pesujudan/zawiyah sekaligus pesantren yang kini dikenal dengan nama Watu Layar. Ia kemudian dikenal pula sebagai imam resmi pertama Kesultanan Demak, dan bahkan sempat menjadi panglima tertinggi. Meskipun demikian, Sunan Bonang tak pernah menghentikan kebiasaannya untuk berkelana ke daerah-daerah yang sangat sulit.
Ia acap berkunjung ke daerah-daerah terpencil di Tuban, Pati, Madura maupun Pulau Bawean. Di Pulau inilah, pada 1525 M ia meninggal. Jenazahnya dimakamkan di Tuban, di sebelah barat Masjid Agung, setelah sempat diperebutkan oleh masyarakat Bawean dan Tuban.
Tak seperti Sunan Giri yang lugas dalam fikih, ajaran Sunan Bonang memadukan ajaran ahlussunnah bergaya tasawuf dan garis salaf ortodoks. Ia menguasai ilmu fikih, usuludin, tasawuf, seni, sastra dan arsitektur. Masyarakat juga mengenal Sunan Bonang sebagai seorang yang piawai mencari sumber air di tempat-tempat gersang.
Ajaran Sunan Bonang berintikan pada filsafat ‘cinta’('isyq). Sangat mirip dengan kecenderungan Jalalludin Rumi. Menurut Bonang, cinta sama dengan iman, pengetahuan intuitif (makrifat) dan kepatuhan kepada Allah SWT atau haq al yaqqin. Ajaran tersebut disampaikannya secara populer melalui media kesenian yang disukai masyarakat. Dalam hal ini, Sunan Bonang bahu-membahu dengan murid utamanya, Sunan Kalijaga.
Sunan Bonang banyak melahirkan karya sastra berupa suluk, atau tembang tamsil. Salah satunya adalah “Suluk Wijil” yang tampak dipengaruhi kitab Al Shidiq karya Abu Sa’id Al Khayr (wafat pada 899). Suluknya banyak menggunakan tamsil cermin, bangau atau burung laut. Sebuah pendekatan yang juga digunakan oleh Ibnu Arabi, Fariduddin Attar, Rumi serta Hamzah Fansuri.
Sunan Bonang juga menggubah gamelan Jawa yang saat itu kental dengan estetika Hindu, dengan memberi nuansa baru. Dialah yang menjadi kreator gamelan Jawa seperti sekarang, dengan menambahkan instrumen bonang. Gubahannya ketika itu memiliki nuansa dzikir yang mendorong kecintaan pada kehidupan transedental (alam malakut). Tembang “Tombo Ati” adalah salah satu karya Sunan Bonang.
Dalam pentas pewayangan, Sunan Bonang adalah dalang yang piawai membius penontonnya. Kegemarannya adalah menggubah lakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Islam. Kisah perseteruan Pandawa-Kurawa ditafsirkan Sunan Bonang sebagai peperangan antara nafi (peniadaan) dan ‘isbah (peneguhan).
2.Sunan Ampel
Ia putera tertua Maulana Malik Ibrahim. Menurut Babad Tanah Jawi dan Silsilah Sunan Kudus, di masa kecilnya ia dikenal dengan nama Raden Rahmat. Ia lahir di Campa pada 1401 Masehi. Nama Ampel sendiri, diidentikkan dengan nama tempat dimana ia lama bermukim. Di daerah Ampel atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi bagian dari Surabaya (kota Wonokromo sekarang).
Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Tahun 1440, sebelum ke Jawa, mereka singgah dulu di Palembang. Setelah tiga tahun di Palembang, kemudian ia melabuh ke daerah Gresik. Dilanjutkan pergi ke Majapahit menemui bibinya, seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati, yang dipersunting salah seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri Kertawijaya.
Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari perkawinannya itu ia dikaruniai beberapa putera dan puteri. Diantaranya yang menjadi penerusnya adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika Kesultanan Demak (25 kilometer arah selatan kota Kudus) hendak didirikan, Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 M.
Di Ampel Denta yang berawa-rawa, daerah yang dihadiahkan Raja Majapahit, ia membangun mengembangkan pondok pesantren. Mula-mula ia merangkul masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden Patah. Para santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa dan Madura.
Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman akidah dan ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah “Mo Limo” (moh main, moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk “tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak menggunakan narkotik, dan tidak berzina.”
Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.
3.Sunan Drajat
Nama kecilnya Raden Qosim. Ia anak Sunan Ampel. Dengan demikian ia bersaudara dengan Sunan Bonang. Diperkirakan Sunan Drajat yang bergelar Raden Syaifuddin ini lahir pada tahun 1470 M.
Sunan Drajat mendapat tugas pertama kali dari ayahnya untuk berdakwah ke pesisir Gresik, melalui laut. Ia kemudian terdampar di Dusun Jelog –pesisir Banjarwati atau Lamongan sekarang. Tapi setahun berikutnya Sunan Drajat berpindah 1 kilometer ke selatan dan mendirikan padepokan santri Dalem Duwur, yang kini bernama Desa Drajat, Paciran-Lamongan.
Dalam pengajaran tauhid dan akidah, Sunan Drajat mengambil cara ayahnya: langsung dan tidak banyak mendekati budaya lokal. Meskipun demikian, cara penyampaiannya mengadaptasi cara berkesenian yang dilakukan Sunan Muria. Terutama seni suluk. Maka ia menggubah sejumlah suluk, di antaranya adalah suluk petuah “berilah tongkat pada si buta/beri makan pada yang lapar/beri pakaian pada yang telanjang’.
Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang bersahaja yang suka menolong. Di pondok pesantrennya, ia banyak memelihara anak-anak yatim-piatu dan fakir miskin.
4.Sunan Giri
Ia memiliki nama kecil Raden Paku, alias Muhammad Ainul Yakin. Sunan Giri lahir di Blambangan (kini Banyuwangi) pada 1442 M. Ada juga yang menyebutnya Jaka Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan dengan masa kecilnya yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya–seorang putri raja Blambangan bernama Dewi Sekardadu ke laut. Raden Paku kemudian dipungut anak oleh Nyai Semboja (Babad Tanah Jawi versi Meinsma).
Ayahnya adalah Maulana Ishak. saudara sekandung Maulana Malik Ibrahim. Maulana Ishak berhasil meng-Islamkan isterinya, tapi gagal mengislamkan sang mertua. Oleh karena itulah ia meninggalkan keluarga isterinya berkelana hingga ke Samudra Pasai.
Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel, tempat dimana Raden Patah juga belajar. Ia sempat berkelana ke Malaka dan Pasai. Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit adalah “giri”. Maka ia dijuluki Sunan Giri.
Pesantrennya tak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Raja Majapahit -konon karena khawatir Sunan Giri mencetuskan pemberontakan- memberi keleluasaan padanya untuk mengatur pemerintahan. Maka pesantren itupun berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton. Sebagai pemimpin pemerintahan, Sunan Giri juga disebut sebagai Prabu Satmata.
Giri Kedaton tumbuh menjadi pusat politik yang penting di Jawa, waktu itu. Ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit, Sunan Giri malah bertindak sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Hal tersebut tercatat dalam Babad Demak. Selanjutnya, Demak tak lepas dari pengaruh Sunan Giri. Ia diakui juga sebagai mufti, pemimpin tertinggi keagamaan, se-Tanah Jawa.
Giri Kedaton bertahan hingga 200 tahun. Salah seorang penerusnya, Pangeran Singosari, dikenal sebagai tokoh paling gigih menentang kolusi VOC dan Amangkurat II pada Abad 18.
Para santri pesantren Giri juga dikenal sebagai penyebar Islam yang gigih ke berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga Nusa Tenggara. Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan, Datuk Ribandang dan dua sahabatnya, adalah murid Sunan Giri yang berasal dari Minangkabau.
Dalam keagamaan, ia dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu fikih. Orang-orang pun menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih. Ia juga pecipta karya seni yang luar biasa. Permainan anak seperti Jelungan, Jamuran, lir-ilir dan cublak suweng disebut sebagai kreasi Sunan Giri. Demikian pula Gending Asmaradana dan Pucung -lagi bernuansa Jawa namun syarat dengan ajaran Islam.
5.Sunan Gunung Jati
Banyak kisah tak masuk akal yang dikaitkan dengan Sunan Gunung Jati. Diantaranya adalah bahwa ia pernah mengalami perjalanan spiritual seperti Isra’ Mi’raj, lalu bertemu Rasulullah SAW, bertemu Nabi Khidir, dan menerima wasiat Nabi Sulaeman. (Babad Cirebon Naskah Klayan hal.xxii).
Semua itu hanya mengisyaratkan kekaguman masyarakat masa itu pada Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah diperkirakan lahir sekitar tahun 1448 M. Ibunya adalah Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran Raden Manah Rarasa. Sedangkan ayahnya adalah Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina.
Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati.
Dengan demikian, Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya “wali songo” yang memimpin pemerintahan. Sunan Gunung Jati memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran untuk menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan.
Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas. Namun ia juga mendekati rakyat dengan membangun infrastruktur berupa jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah.
Bersama putranya, Maulana Hasanuddin, Sunan Gunung Jati juga melakukan ekspedisi ke Banten. Penguasa setempat, Pucuk Umum, menyerahkan sukarela penguasaan wilayah Banten tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal Kesultanan Banten.
Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya untuk hanya menekuni dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran Pasarean. Pada tahun 1568 M, Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon (dulu Carbon). Ia dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati, sekitar 15 kilometer sebelum kota Cirebon dari arah barat.
6.Sunan Kalijaga
Dialah “wali” yang namanya paling banyak disebut masyarakat Jawa. Ia lahir sekitar tahun 1450 Masehi. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban -keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit, Ronggolawe. Masa itu, Arya Wilatikta diperkirakan telah menganut Islam.
Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah nama panggilan seperti Lokajaya,Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden Abdurrahman.Terdapat beragam versi menyangkut asal-usul nama Kalijaga yang disandangnya.
Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa mengaitkannya dengan kesukaan wali ini untuk berendam (’kungkum’) di sungai (kali) atau “jaga kali”. Namun ada yang menyebut istilah itu berasal dari bahasa Arab “qadli dzaqa” yang menunjuk statusnya sebagai “penghulu suci” kesultanan.
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung “sufistik berbasis salaf” -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.
Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede - Yogya). Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak
7.Sunan Kudus
Nama kecilnya Jaffar Shadiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah (adik Sunan Bonang), anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang putra Sultan di Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Di Kesultanan Demak, ia pun diangkat menjadi Panglima Perang.
Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali –yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.
Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.
Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah yang berarti “sapi betina”. Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi.
Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.
Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.
8.Maulana Malik Ibrahim
(Wafat 1419)
Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarkandy, berubah menjadi Asmarakandi.
Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian rakyat malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Ishak adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad saw.
Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang Kamboja, selama tiga belas tahun sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja, yang memberinya dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya.
Beberapa versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih berada dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik.
Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.
Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah -kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.
9.Sunan Muria
Ia putra Dewi Saroh –adik kandung Sunan Giri sekaligus anak Syekh Maulana Ishak, dengan Sunan Kalijaga. Nama kecilnya adalah Raden Prawoto. Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria, 18 kilometer ke utara kota Kudus.
Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam. Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah kesukaannya.
Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.
“Walisongo” berarti sembilan orang wali. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid.
Maulana Malik Ibrahim adalah yang tertua. Sunan Ampel adalah anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.
Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.
Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara. Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah kreator karya seni yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah pendamping sejati kaum jelata.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat “sembilan wali” ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai “tabib” bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai “paus dari Timur” hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa -yakni nuansa Hindu dan Budha,dll.
Haqqulloh - Rohmatulloh - Ridho Alloh.
KERAMAT PARA WALI
KERAMAT PARA WALI
A. Pengertian
Wali-wali Allah SWT adalah orang-orang saleh yang telah dekat kepada Allah SWT dan telah ‘arif billah sesuai dengan ketaatannya yang terus menerus kepada Allah dan dengan konsekuen meninggalkan segala bentuk maksiat yang bergelimang dengan hawa nafsu. Mereka adalah orang- orang yang selalu menyibukkan diri dengan zikrullah sesuai dengan sabda Rasul,
Artinya : “Beruntunglah orang-orang yang sendirian”. Ditanyakan kepada beliau, “Siapakah Al Mufarridun (orang-orang yang sendirian) itu ya Rasulullah ?. Jawab Rasulullah, “Mereka adalah orang-orang yang menyendiri dan menyibukkan diri dengan zikir kepada Allah SWT. Karena zikir itu akan menghapuskan dosa-dosa mereka, maka mereka akan datang pada hari kiamat nanti dengan dosa yang ringan/sedikit (H.R. Tarmizi).
Keramat adalah sesuatu yang Kharikul’adah yang dianugerahkan Allah SWT kepada wali-wali- Nya sebagai suatu tingkat keistimewaan bagi mereka. Para wali-wali Allah yang telah mujahadah, bersungguh-sungguh dan terus menerus mendekatkan diri kepada Allah guna mendapatkan ridla- Nya, melaksanakan ibadat seimbang antara syariat dan hakikat, antara syariat lahir yang disertai dengan keihklasan batin lillahi ta’ala. Prof. Dr. Hamka mengatakan, “Tetapi orang-orang yang dianugerahi keistimewaan itu bukanlah terdiri dari manusia luar biasa. Segala orang, pendeknya segala kita, sanggup mencapai derajat waliullah itu, asal dipenuhi syaratnya.
Firman Allah SWT,
Artinya : “Sesungguhnya orany yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa.” (Q.S. Al Hujurat 49 : 13).
Kalimat akrama (paling mulia) diambil dari karama (kaf, raa dan mim), dan dari sini diambil kata keramat.
Oleh sebab itu maka orang-orang yang saleh itu tidaklah perlu mempelajari sihir atau ilmu-ilmu ganjil pemagar diri, dan tidak perlu mempercayai tukang-tukang tenung dan ramal, mengetahui nasib. Dia telah beroleh yang lebih dari itu, yaitu anugerah Tuhan, karena dia dekat dengan Tuhan. Dengan jalan mensuci-bersihkan jiwa daripada perangai-perangai yang tercela.” (Hamka ,1984 : 115).
Al Kharraz berkata, “Jika Allah berkehendak mengangkat salah seorang hamba-Nya menjadi wali, maka Dia akan membuka baginya pintu gerbang zikir kepada-Nya. Jika dia telah merasakan manisnya zikir, maka Dia akan membukakan baginya pintu kedekatan. Kemudian diangkat-Nya dia ke kelompok yang akrab dengan-Nya. Kemudian ditempatkan-Nya dia di atas tahta tauhid. Kemudian diangkat-Nya tabir yang menghalanginya dan dibimbing-Nya dia ke Rumah Kesatuan dan mengungkapkan baginya kecemerlangan dan keagungan Ilahi. Manakala matanya memandang kecemerlangan dan keagungan Ilahi, maka tak ada sesuatu pun dari dirinya yang akan tertinggal. Pada saat itulah si hamba untuk sesaat sama sekali lenyap. Setelah itu dia akan berada di dalam perlindungan Allah, bebas dari pretensi apa pun mengenai dirinya sendiri” (Al Qusyayri 1994 : 270).
Al Qusyayri dalam ‘Risalah Sufi’nya mengatakan bahwa kata “Wali“(orang suci) mempunyai dua arti. Yang pertama berasal dari pola fa’il (pelaku) dalam artian pasif. Artinya Allah SWT mengambil alih urusan Insan (yatawalla) Si Wali. SebagaimanaAllah SWT berfirman “... dan Dia mengambil alih urusan (yatawalla) orang-orang Saleh” (Q.S. Al A’raf 7 : 196). Arti yang kedua berasal dari pola fa’il dalam pengertian intensif aktif. Ini berlaku pada orang-orang yang secara aktif melaksanakan ibadat kepada Allah SWT dan mematuhi-Nya sedemikian rupa hingga amal ibadatnya terus menerus bersusulan tanpa diselingi kemaksiatan. Kedua arti ini mesti ada pada seorang wali untuk bisa dianggap sebagai wali sejati (Al Qusyayri 1994 : .265-266).
Seorang wali bukanlah seorang yang maksum sebagaimana halnya Nabi dan Rasul Allah SWT. Maksum artinya terpelihara dari berbuat dosa besar maupun kecil selama-lamanya. Seorang wali adalah seorang yang Mahfuz, artinya terpelihara dari berbuat dosa besar, tapi tidak terpelihara dari dosa kecil. Kalaupun seorang wali berbuat dosa kecil, maka segera dia akan menyesal dan taubat dengan taubat nashuha dan sadarlah dia akan kelemahan dirinya.
B. Dasar Hukum
Ketetapan adanya wali-wali Allah SWT itu berdasarkan Al Quran dan Al Hadis.
1). Wali
Firman Allah SWT,
Artinya : Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (Q.S. Yunus 10 : 62).
Firman Allah SWT,
Artinya : Karena sesungguhnya pelindungku ialah Allah yang telah menurunkan Al Kitab (al Quran) dan dia melindungi orang-orang yang saleh (Q.S. Al ‘Araf 7 : 196)
Sabda Rasulullah SAW :
Artinya : Sesungguhnya ada beberapa hamba Allah SWT di mana para Nabi dan syuhada jatuh cinta dan iri kepada mereka (ingin seperti mereka). Para sahabat bertanya : Siapakah mereka itu wahai Rasulullah ? Sebab mudah-mudahan kami ingin pula seperti mereka. Jawab Rasul, “ Mereka itu adalah kaum yang berkasih sayang atas dasar Nur Allah SWT, bukan atas dasar harta dan keturunan. Muka mereka bercahaya dan mereka berada di mimbar-mimbar berdasarkan Nur Allah, mereka tidak takut pada waktu manusia yang lain takut dan mereka tidak bersedih hati pada waktu manusia yang lain bersedih.” (H.R. An Nasai dan Ibnu Hibban).
Hadis Qudsi yang diriwayatkan oleh Bukhari :
Artinya : Sesungguhnya Allah SWT berfirman “Barang siapa yang memusuhi seorang penolong-Ku (wali-Ku), maka Aku mengumumkan perang kepadanya. Dan apabila hamba-hamba-Ku menghampirkan diri kepada-Ku dengan sesuatu amalan, tanda lebih kasih ia kepada-Ku, daripada hanya sekedar mengamalkan apa-apa yang telah Ku-wajibkan atasnya, kemudian ia terus menerus mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan amalan-amalan yang nawafil (yang baik) hingga Aku mencintainya, maka apabila Aku telah mencintainya, adalah Aku pendengarannya bila ia mendengar dan Akulah penglihatannya bila ia melihat dan Aku kakinya bila ia berjalan, jika ia memohon niscaya Aku perkenankan permohonannya, jika ia meminta perlindungan pastilah Aku lindungi dia.”(H.R. Al Bukhari).
Itulah dasar hukum adanya wali.
2). Keramat
Adapun dasar hukum adanya kekeramatan para wali didasarkan kepada dalil naqli maupun aqli.
(1). Dalil Aqli
Kalau jaiz (boleh), apabila Allah SWT dapat memberikan mukjizat kepada para Nabi dan Rasul- Nya untuk pembuktian kebenaran mereka sebagai Nabi dan Rasul Allah, maka dapat pulalah bagi Allah memberikan keramat kepada hamba-hamba-Nya yang saleh yang berkualitas sebagai wali- wali Allah. Kekeramatan itu terlihat dan muncul pada masa hidup mereka dan berkelanjutan sampai dengan mereka telah meninggal. Begitulah pendapat para jumhur dan ahlus sunnah dan tidak ada satu mazhab pun dari mazhab yang empat yang mengatakan bahwa tidak ada lagi kekeramatan itu setelah mereka meninggal. Bahkan mereka mengatakan kekeramatan para wali setelah meninggal lebih aula (utama) dari kekeramatan pada waktu mereka masih hidup, karena mereka pada waktu itu suci dari kotoran-kotoran dunia. Disebutkan orang, bahwa yang tidak nampak kekeramatannya setelah ia meninggal, maka kekeramatan-kekeramatan yang dinampakkan pada waktu hidup adalah kekeramatan yang tidak benar atau dusta. Sebagian ahli sufi mengatakan bahwa sesungguhnya Allah mewakilkan beberapa malaikat di makam para wali untuk memenuhi hajat orang yang memintanya dan kadang-kadang wali itu sendiri muncul memenuhi hajat orang yang berkehendak itu (Amin Al Kurdi 1994 : 367).
(2). Dalil Naqli
Sebagian dari dalil naqli dijumpai beberapa kisah-kisah dalam Al Qur’an dan Al Hadis, antara lain,
- Kisah Maryam yang melahirkan Isa tanpa suami.
Firman Allah SWT,
Artinya : “Ia (Jibril) berkata sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci. Maryam berkata, “Bagaimana akan ada bagiku seorang anak- anak laki-laki, sedangkan tidak pernah seorang manusia pun menyentuhku, dan aku bukan pula seoran pezina.” Jibril berkata, “Demikianlah Tuhanmu berfirman, “Hal itu adalah mudah bagi-Ku, dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami, dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan.” Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. (Q.S. Maryam 19:19-22).
- Kisah pemeliharaan Zakaria terhadap Maryam.
Firman Allah SWT,
Artinya : Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di Mihrab, ia dapati makanan disisinya. Zakaria berkata, “Hai Maryam, darimana kamu memperoleh (makanan) ini ?” Maryam menjawab, “Makanan itu dari sisi Allah.” Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki- Nya tanpa hisab.” (Q.S. Ali Imran 3 : 37).
Maryam berada di Mihrab itu sendirian dan kunci pintunya dipegang oleh Zakaria sendiri. Anehnya lagi, buah-buahan musim kemarau didapati pada musim penghujan dan sebaliknya (Amin Al Kurdi 1994 : 366 - 367).
- Kisah Ashabul Kahfi. Mereka adalah jama’ah kaum muslimin yang lari dari tentara Rumawi. untuk menyelamatkan keyakinannya dan bertapa di dalam sebuah gua dengan tidak makan dan minum selama 309 tahun.
Firman Allah SWT,
Artinya : Dan mereka tinggal dalam gua mereka 300 tahun dan ditambah 9 tahun (lagi). (Q.S. Al Kahfi 18 : 25).
- Kisah Asif, seorang wazir atau menteri Nabi Sulaiman a.s. mengenai istana Ratu Balqis, yang diangkat dan dipindahkan oleh tentaranya orang-orang halus dari Yaman ke dalam kerajaan Nabi Sulaiman dalam waktu sekejap mata.
Firman Allah SWT,
Artinya : Berkatalah Sulaiman, “Hai pembesar-pembesar, siapakah diantara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang- orang yang berserah diri. Berkata ‘Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin, “Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya (lagi) dapat dipercaya. Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab, “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”. Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata, “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya).” (Q.S. An Naml 27 : 38 - 40).
Yang dimaksud dengan seseorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab pada ayat di atas adalah wazir Nabi Sulaiman yang bernama Asif. Dengan kekeramatannya dapat memindahkan istana Balqis dari negeri Saba’ ke Kerajaan Sulaiman dalam sekejap mata. Jarak antara istana Balqis dengan istana Sulaiman adalah dua bulan perjalanan. Pemindahan istana tersebut dalam sekejap mata dilaksanakan oleh para malaikat dengan izin Allah yang berasal dari kudrat dan iradat-Nya sendiri.
Sungguh amat banyak sekali kalau kita mau menceritakan tentang keramat-keramat para wali pada zaman dahulu yang tertera di dalam Al Quranul karim ataupun Sunnah Rasul.
Adapun keramat-keramat para wali setelah itu tidak kurang banyaknya yang diceritakan pada buku-buku tasawuf, antara lain umpamanya kekeramatan :
- Rabi’atul Adawiyah yang mendapatkan beberapa uang emas di bawah tikar shalatnya, memasak nasi tanpa memakai api dan sebagainya ;
- Ibrahim Khurasani yang pada suatu hari sedang berwudhu medapati dengan tiba-tiba embernya tiba-tiba berubah menjadi permata, siwak giginya menjadi perak dan ujungnya lembut bagaikan benang sutra ;
- Sufi Saramqani mendapati roti dengan ayam panggang serta manisan gula di tempat shalatnya sedang langgarnya terkunci rapat ;
- Prof. Dr. H. Kadirun Yahya MSc menggali kedahsyatan dan kehebatan Al Quranul Karim dengan metode zikrullah yang disalurkan melalui batu tawajuh dan air tawajuh untuk memadamkan letusan kawah Gunung Galunggung pada tahun 1982, menumpas komunis di perbatasan negara tetangga pada tahun 1974, memadamkan huru hara antara negara bagian dengan ibu negara tetangga pada tahun 1977, menjinakkan badai dan ombak yang sangat dahsyat dengan seketika di Samudera Indonesia dekat pulau Nias pada tahun 1981, dapat menyelamatkan 156 orang pasukan yang dipimpin oleh Letkol (marinir) Bahder Djohan dalam operasi di Timor-Timur pada tahun 1982, pernah menghidupkan berpuluh-puluh orang mati dalam waktu yang relatif singkat dan masih banyak lagi yang kalau diterangkan di sini merupakan rangkaian daftar yang panjang sekali. Atas prestasi Ucapan terima kasih dan penghargaan telah banyak disampaikan kepada beliau, baik perorangan maupun pemerintah.
Selain itu beliau pun telah berhasil menyembuhkan beberapa penyakit yang sebahagiannya tidak mungkin lagi disembuhkan oleh dokter dan sebahagian lainnya belum pernah disembuhkan oleh dokter medis, dapat disembuhkan oleh beliau dengan izin Allah SWT melalui metode kedahsyatan dan kehebatan Al Quranul karim yang disalurkan melalui salurannya yang hak yang mendapatkan enerji dan power serta frekuensi tak terhingga ( ) dari Allah SWT. Demikian pula telah beribu-ribu orang yang disembuhkan melalui metode ini dan seluruhnya ada bukti-bukti tertulis berbentuk surat ucapan terima kasih, surat penghargaan dan sebagainya dari mereka-mereka yang telah mendapat pertolongan . Macam-macam penyakit itu antara lain :’liver abscess’, ‘lung abscess’, narkotika, cancer, cancer kulit, cancer payudara, hemarrhoide (wasir), jantung, tumor, batu empedu, pankreas dan lever, frostad, AIDS, menstruasi bulanan yang tidak pernah berhenti selama 8 tahun dan bahkan banyak sekali penyakit aneh dan ganjil yang tidak dapat disembuhkan secara medis. (Kadirun Yahya 1991 : 10 - 57).
C. Menzahirkan kekeramatan
Ada orang bertanya apakah keramat itu sama dengan sihir atau sama dengan mukjizat, dan apa pula perbedaan di antaranya. Perbedaan antara keramat dengan sihir adalah sihir itu terjadi di kalangan orang-orang fasik, orang-orang zindik dan orang-orang kafir yang tidak percaya kepada agama Allah SWT. Keramat terjadi pada orang-orang yang percaya pada Allah dan sungguh- sungguh mengerjakan syariat-Nya dan dengan mujahadah yang kuat sehingga sampai kepada derajat wali.
Adapun perbedaan antara keramat dengan mukjizat bahwa keramat itu terjadi pada wali-wali Allah yang tidak menyatakan dirinya sebagai Nabi atau Rasul. Mukjizat terjadi pada Nabi-Nabi atau Rasul Allah sebagai pembuktian atas kebenaran kenabian dan kerasulannya. Karena itu mukjizat wajib dinampakkan untuk keperluan dakwah dan dakwah dengan pembuktian mukjizat itu adalah akurat, sangat dibutuhkan.
Seorang wali tidak wajib menzahirkan kekeramatannya, sebab ketentuan-ketentuan syariat agama telah tetap sesuai dengan yang disampaikan oleh para Nabi dan Rasul Allah SWT. Oleh sebab itu menzahirkan atau menyembunyikan kekeramatan boleh-boleh saja.
Di kalangan para Syekh sufi terdapat dua pendapat dalam masalah ini. Pendapat yang pertama mengatakan sebaiknya para wali menyembunyikan kekeramatannya, sebab tidak ada kebutuhan dakwah untuk menampakkannya dan bisa juga menimbulkan fitnah atau ria yang bisa merusak kesucian rohani si wali itu sendiri. Para wali yang berpendapat demikian merasa takut kalau-kalau kekeramatan yang dia peroleh merupakan istidraj atau pemanjaan, karena kebencian, yang akan menjerumuskan sang wali. Yang berpendapat dengan pendapat pertama ini antara lain imam Abu Bakar bin Abu Fura..
Syekh Abu Yazid Al Bustami mengatakan wali-wali Allah adalah pengantin-pengantin-Nya. Karena itu tak seorangpun boleh melihat para pengantin itu kecuali keluarganya. Mereka ditabiri dalam ruang khusus di hadirat-Nya oleh keakraban.
Abu Bakar as Saydalani menuturkan, suatu ketika aku berulang kali memperbaiki batu nisan makam Abu Bakar at Tamastani dan mengukir namanya pada nisan itu. Setiap kali aku selesai memperbaikinya, batu nisan itu digali dan dicuri orang dan akhirnya aku bertanya kepada Abu ‘Ali ad-Daqqaq tentang hal ini. Dia menjelaskan bahwa syekh itu lebih suka tidak dikenal orang di dunia ini. Karena itu tidak suka juga dengan batu nisan yang berarti mempromosikan kenangan kepadanya.
Rabi’atul Adawiyah tidak mengizinkan orang lain masuk ke dalam kamar khalwatnya, karena beliau tidak ingin orang lain menceritakan tentang keadaannya seperti beroleh emas di bawah tikar shalatnya atau menanak nasi dengan tidak memakai api. Demikian diceritakan oleh Zulfah kemenakan Rabi’atul Adawiyah.
Pendapat yang kedua mengatakan boleh saja seorang wali itu menzahirkan kekeramatannya, apalagi kalau dirasakan hal itu perlu untuk kepentingan dakwah dan tentunya wali tersebut tidak menimbulkan takabur atau ria dengan menzahirkan kekeramatannya itu. Abu Usman mengatakan, “Seorang wali mungkin termasyur kemana-mana, namun dia tidak akan tergoda oleh kemasyurannya itu.”
Prof. Dr. H. Kadirun Yahya mengatakan, pada zaman sekarang ini dirasakan perlu pada suatu saat menampakkan kekeramatan itu dalam rangka menangkis tuduhan atau pendapat bahwa agama itu adalah hayalan belaka dan tak dapat dibuktikan. Seperti menangkis pendapat Salman Rusdi dengan ‘Ayat-Ayat Syetan’ (“The Satanic Verses”)nya.
Haqqulloh – Rohmatulloh – Ridho Alloh.
A. Pengertian
Wali-wali Allah SWT adalah orang-orang saleh yang telah dekat kepada Allah SWT dan telah ‘arif billah sesuai dengan ketaatannya yang terus menerus kepada Allah dan dengan konsekuen meninggalkan segala bentuk maksiat yang bergelimang dengan hawa nafsu. Mereka adalah orang- orang yang selalu menyibukkan diri dengan zikrullah sesuai dengan sabda Rasul,
Artinya : “Beruntunglah orang-orang yang sendirian”. Ditanyakan kepada beliau, “Siapakah Al Mufarridun (orang-orang yang sendirian) itu ya Rasulullah ?. Jawab Rasulullah, “Mereka adalah orang-orang yang menyendiri dan menyibukkan diri dengan zikir kepada Allah SWT. Karena zikir itu akan menghapuskan dosa-dosa mereka, maka mereka akan datang pada hari kiamat nanti dengan dosa yang ringan/sedikit (H.R. Tarmizi).
Keramat adalah sesuatu yang Kharikul’adah yang dianugerahkan Allah SWT kepada wali-wali- Nya sebagai suatu tingkat keistimewaan bagi mereka. Para wali-wali Allah yang telah mujahadah, bersungguh-sungguh dan terus menerus mendekatkan diri kepada Allah guna mendapatkan ridla- Nya, melaksanakan ibadat seimbang antara syariat dan hakikat, antara syariat lahir yang disertai dengan keihklasan batin lillahi ta’ala. Prof. Dr. Hamka mengatakan, “Tetapi orang-orang yang dianugerahi keistimewaan itu bukanlah terdiri dari manusia luar biasa. Segala orang, pendeknya segala kita, sanggup mencapai derajat waliullah itu, asal dipenuhi syaratnya.
Firman Allah SWT,
Artinya : “Sesungguhnya orany yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa.” (Q.S. Al Hujurat 49 : 13).
Kalimat akrama (paling mulia) diambil dari karama (kaf, raa dan mim), dan dari sini diambil kata keramat.
Oleh sebab itu maka orang-orang yang saleh itu tidaklah perlu mempelajari sihir atau ilmu-ilmu ganjil pemagar diri, dan tidak perlu mempercayai tukang-tukang tenung dan ramal, mengetahui nasib. Dia telah beroleh yang lebih dari itu, yaitu anugerah Tuhan, karena dia dekat dengan Tuhan. Dengan jalan mensuci-bersihkan jiwa daripada perangai-perangai yang tercela.” (Hamka ,1984 : 115).
Al Kharraz berkata, “Jika Allah berkehendak mengangkat salah seorang hamba-Nya menjadi wali, maka Dia akan membuka baginya pintu gerbang zikir kepada-Nya. Jika dia telah merasakan manisnya zikir, maka Dia akan membukakan baginya pintu kedekatan. Kemudian diangkat-Nya dia ke kelompok yang akrab dengan-Nya. Kemudian ditempatkan-Nya dia di atas tahta tauhid. Kemudian diangkat-Nya tabir yang menghalanginya dan dibimbing-Nya dia ke Rumah Kesatuan dan mengungkapkan baginya kecemerlangan dan keagungan Ilahi. Manakala matanya memandang kecemerlangan dan keagungan Ilahi, maka tak ada sesuatu pun dari dirinya yang akan tertinggal. Pada saat itulah si hamba untuk sesaat sama sekali lenyap. Setelah itu dia akan berada di dalam perlindungan Allah, bebas dari pretensi apa pun mengenai dirinya sendiri” (Al Qusyayri 1994 : 270).
Al Qusyayri dalam ‘Risalah Sufi’nya mengatakan bahwa kata “Wali“(orang suci) mempunyai dua arti. Yang pertama berasal dari pola fa’il (pelaku) dalam artian pasif. Artinya Allah SWT mengambil alih urusan Insan (yatawalla) Si Wali. SebagaimanaAllah SWT berfirman “... dan Dia mengambil alih urusan (yatawalla) orang-orang Saleh” (Q.S. Al A’raf 7 : 196). Arti yang kedua berasal dari pola fa’il dalam pengertian intensif aktif. Ini berlaku pada orang-orang yang secara aktif melaksanakan ibadat kepada Allah SWT dan mematuhi-Nya sedemikian rupa hingga amal ibadatnya terus menerus bersusulan tanpa diselingi kemaksiatan. Kedua arti ini mesti ada pada seorang wali untuk bisa dianggap sebagai wali sejati (Al Qusyayri 1994 : .265-266).
Seorang wali bukanlah seorang yang maksum sebagaimana halnya Nabi dan Rasul Allah SWT. Maksum artinya terpelihara dari berbuat dosa besar maupun kecil selama-lamanya. Seorang wali adalah seorang yang Mahfuz, artinya terpelihara dari berbuat dosa besar, tapi tidak terpelihara dari dosa kecil. Kalaupun seorang wali berbuat dosa kecil, maka segera dia akan menyesal dan taubat dengan taubat nashuha dan sadarlah dia akan kelemahan dirinya.
B. Dasar Hukum
Ketetapan adanya wali-wali Allah SWT itu berdasarkan Al Quran dan Al Hadis.
1). Wali
Firman Allah SWT,
Artinya : Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (Q.S. Yunus 10 : 62).
Firman Allah SWT,
Artinya : Karena sesungguhnya pelindungku ialah Allah yang telah menurunkan Al Kitab (al Quran) dan dia melindungi orang-orang yang saleh (Q.S. Al ‘Araf 7 : 196)
Sabda Rasulullah SAW :
Artinya : Sesungguhnya ada beberapa hamba Allah SWT di mana para Nabi dan syuhada jatuh cinta dan iri kepada mereka (ingin seperti mereka). Para sahabat bertanya : Siapakah mereka itu wahai Rasulullah ? Sebab mudah-mudahan kami ingin pula seperti mereka. Jawab Rasul, “ Mereka itu adalah kaum yang berkasih sayang atas dasar Nur Allah SWT, bukan atas dasar harta dan keturunan. Muka mereka bercahaya dan mereka berada di mimbar-mimbar berdasarkan Nur Allah, mereka tidak takut pada waktu manusia yang lain takut dan mereka tidak bersedih hati pada waktu manusia yang lain bersedih.” (H.R. An Nasai dan Ibnu Hibban).
Hadis Qudsi yang diriwayatkan oleh Bukhari :
Artinya : Sesungguhnya Allah SWT berfirman “Barang siapa yang memusuhi seorang penolong-Ku (wali-Ku), maka Aku mengumumkan perang kepadanya. Dan apabila hamba-hamba-Ku menghampirkan diri kepada-Ku dengan sesuatu amalan, tanda lebih kasih ia kepada-Ku, daripada hanya sekedar mengamalkan apa-apa yang telah Ku-wajibkan atasnya, kemudian ia terus menerus mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan amalan-amalan yang nawafil (yang baik) hingga Aku mencintainya, maka apabila Aku telah mencintainya, adalah Aku pendengarannya bila ia mendengar dan Akulah penglihatannya bila ia melihat dan Aku kakinya bila ia berjalan, jika ia memohon niscaya Aku perkenankan permohonannya, jika ia meminta perlindungan pastilah Aku lindungi dia.”(H.R. Al Bukhari).
Itulah dasar hukum adanya wali.
2). Keramat
Adapun dasar hukum adanya kekeramatan para wali didasarkan kepada dalil naqli maupun aqli.
(1). Dalil Aqli
Kalau jaiz (boleh), apabila Allah SWT dapat memberikan mukjizat kepada para Nabi dan Rasul- Nya untuk pembuktian kebenaran mereka sebagai Nabi dan Rasul Allah, maka dapat pulalah bagi Allah memberikan keramat kepada hamba-hamba-Nya yang saleh yang berkualitas sebagai wali- wali Allah. Kekeramatan itu terlihat dan muncul pada masa hidup mereka dan berkelanjutan sampai dengan mereka telah meninggal. Begitulah pendapat para jumhur dan ahlus sunnah dan tidak ada satu mazhab pun dari mazhab yang empat yang mengatakan bahwa tidak ada lagi kekeramatan itu setelah mereka meninggal. Bahkan mereka mengatakan kekeramatan para wali setelah meninggal lebih aula (utama) dari kekeramatan pada waktu mereka masih hidup, karena mereka pada waktu itu suci dari kotoran-kotoran dunia. Disebutkan orang, bahwa yang tidak nampak kekeramatannya setelah ia meninggal, maka kekeramatan-kekeramatan yang dinampakkan pada waktu hidup adalah kekeramatan yang tidak benar atau dusta. Sebagian ahli sufi mengatakan bahwa sesungguhnya Allah mewakilkan beberapa malaikat di makam para wali untuk memenuhi hajat orang yang memintanya dan kadang-kadang wali itu sendiri muncul memenuhi hajat orang yang berkehendak itu (Amin Al Kurdi 1994 : 367).
(2). Dalil Naqli
Sebagian dari dalil naqli dijumpai beberapa kisah-kisah dalam Al Qur’an dan Al Hadis, antara lain,
- Kisah Maryam yang melahirkan Isa tanpa suami.
Firman Allah SWT,
Artinya : “Ia (Jibril) berkata sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci. Maryam berkata, “Bagaimana akan ada bagiku seorang anak- anak laki-laki, sedangkan tidak pernah seorang manusia pun menyentuhku, dan aku bukan pula seoran pezina.” Jibril berkata, “Demikianlah Tuhanmu berfirman, “Hal itu adalah mudah bagi-Ku, dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami, dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan.” Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. (Q.S. Maryam 19:19-22).
- Kisah pemeliharaan Zakaria terhadap Maryam.
Firman Allah SWT,
Artinya : Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di Mihrab, ia dapati makanan disisinya. Zakaria berkata, “Hai Maryam, darimana kamu memperoleh (makanan) ini ?” Maryam menjawab, “Makanan itu dari sisi Allah.” Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki- Nya tanpa hisab.” (Q.S. Ali Imran 3 : 37).
Maryam berada di Mihrab itu sendirian dan kunci pintunya dipegang oleh Zakaria sendiri. Anehnya lagi, buah-buahan musim kemarau didapati pada musim penghujan dan sebaliknya (Amin Al Kurdi 1994 : 366 - 367).
- Kisah Ashabul Kahfi. Mereka adalah jama’ah kaum muslimin yang lari dari tentara Rumawi. untuk menyelamatkan keyakinannya dan bertapa di dalam sebuah gua dengan tidak makan dan minum selama 309 tahun.
Firman Allah SWT,
Artinya : Dan mereka tinggal dalam gua mereka 300 tahun dan ditambah 9 tahun (lagi). (Q.S. Al Kahfi 18 : 25).
- Kisah Asif, seorang wazir atau menteri Nabi Sulaiman a.s. mengenai istana Ratu Balqis, yang diangkat dan dipindahkan oleh tentaranya orang-orang halus dari Yaman ke dalam kerajaan Nabi Sulaiman dalam waktu sekejap mata.
Firman Allah SWT,
Artinya : Berkatalah Sulaiman, “Hai pembesar-pembesar, siapakah diantara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang- orang yang berserah diri. Berkata ‘Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin, “Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya (lagi) dapat dipercaya. Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab, “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”. Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata, “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya).” (Q.S. An Naml 27 : 38 - 40).
Yang dimaksud dengan seseorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab pada ayat di atas adalah wazir Nabi Sulaiman yang bernama Asif. Dengan kekeramatannya dapat memindahkan istana Balqis dari negeri Saba’ ke Kerajaan Sulaiman dalam sekejap mata. Jarak antara istana Balqis dengan istana Sulaiman adalah dua bulan perjalanan. Pemindahan istana tersebut dalam sekejap mata dilaksanakan oleh para malaikat dengan izin Allah yang berasal dari kudrat dan iradat-Nya sendiri.
Sungguh amat banyak sekali kalau kita mau menceritakan tentang keramat-keramat para wali pada zaman dahulu yang tertera di dalam Al Quranul karim ataupun Sunnah Rasul.
Adapun keramat-keramat para wali setelah itu tidak kurang banyaknya yang diceritakan pada buku-buku tasawuf, antara lain umpamanya kekeramatan :
- Rabi’atul Adawiyah yang mendapatkan beberapa uang emas di bawah tikar shalatnya, memasak nasi tanpa memakai api dan sebagainya ;
- Ibrahim Khurasani yang pada suatu hari sedang berwudhu medapati dengan tiba-tiba embernya tiba-tiba berubah menjadi permata, siwak giginya menjadi perak dan ujungnya lembut bagaikan benang sutra ;
- Sufi Saramqani mendapati roti dengan ayam panggang serta manisan gula di tempat shalatnya sedang langgarnya terkunci rapat ;
- Prof. Dr. H. Kadirun Yahya MSc menggali kedahsyatan dan kehebatan Al Quranul Karim dengan metode zikrullah yang disalurkan melalui batu tawajuh dan air tawajuh untuk memadamkan letusan kawah Gunung Galunggung pada tahun 1982, menumpas komunis di perbatasan negara tetangga pada tahun 1974, memadamkan huru hara antara negara bagian dengan ibu negara tetangga pada tahun 1977, menjinakkan badai dan ombak yang sangat dahsyat dengan seketika di Samudera Indonesia dekat pulau Nias pada tahun 1981, dapat menyelamatkan 156 orang pasukan yang dipimpin oleh Letkol (marinir) Bahder Djohan dalam operasi di Timor-Timur pada tahun 1982, pernah menghidupkan berpuluh-puluh orang mati dalam waktu yang relatif singkat dan masih banyak lagi yang kalau diterangkan di sini merupakan rangkaian daftar yang panjang sekali. Atas prestasi Ucapan terima kasih dan penghargaan telah banyak disampaikan kepada beliau, baik perorangan maupun pemerintah.
Selain itu beliau pun telah berhasil menyembuhkan beberapa penyakit yang sebahagiannya tidak mungkin lagi disembuhkan oleh dokter dan sebahagian lainnya belum pernah disembuhkan oleh dokter medis, dapat disembuhkan oleh beliau dengan izin Allah SWT melalui metode kedahsyatan dan kehebatan Al Quranul karim yang disalurkan melalui salurannya yang hak yang mendapatkan enerji dan power serta frekuensi tak terhingga ( ) dari Allah SWT. Demikian pula telah beribu-ribu orang yang disembuhkan melalui metode ini dan seluruhnya ada bukti-bukti tertulis berbentuk surat ucapan terima kasih, surat penghargaan dan sebagainya dari mereka-mereka yang telah mendapat pertolongan . Macam-macam penyakit itu antara lain :’liver abscess’, ‘lung abscess’, narkotika, cancer, cancer kulit, cancer payudara, hemarrhoide (wasir), jantung, tumor, batu empedu, pankreas dan lever, frostad, AIDS, menstruasi bulanan yang tidak pernah berhenti selama 8 tahun dan bahkan banyak sekali penyakit aneh dan ganjil yang tidak dapat disembuhkan secara medis. (Kadirun Yahya 1991 : 10 - 57).
C. Menzahirkan kekeramatan
Ada orang bertanya apakah keramat itu sama dengan sihir atau sama dengan mukjizat, dan apa pula perbedaan di antaranya. Perbedaan antara keramat dengan sihir adalah sihir itu terjadi di kalangan orang-orang fasik, orang-orang zindik dan orang-orang kafir yang tidak percaya kepada agama Allah SWT. Keramat terjadi pada orang-orang yang percaya pada Allah dan sungguh- sungguh mengerjakan syariat-Nya dan dengan mujahadah yang kuat sehingga sampai kepada derajat wali.
Adapun perbedaan antara keramat dengan mukjizat bahwa keramat itu terjadi pada wali-wali Allah yang tidak menyatakan dirinya sebagai Nabi atau Rasul. Mukjizat terjadi pada Nabi-Nabi atau Rasul Allah sebagai pembuktian atas kebenaran kenabian dan kerasulannya. Karena itu mukjizat wajib dinampakkan untuk keperluan dakwah dan dakwah dengan pembuktian mukjizat itu adalah akurat, sangat dibutuhkan.
Seorang wali tidak wajib menzahirkan kekeramatannya, sebab ketentuan-ketentuan syariat agama telah tetap sesuai dengan yang disampaikan oleh para Nabi dan Rasul Allah SWT. Oleh sebab itu menzahirkan atau menyembunyikan kekeramatan boleh-boleh saja.
Di kalangan para Syekh sufi terdapat dua pendapat dalam masalah ini. Pendapat yang pertama mengatakan sebaiknya para wali menyembunyikan kekeramatannya, sebab tidak ada kebutuhan dakwah untuk menampakkannya dan bisa juga menimbulkan fitnah atau ria yang bisa merusak kesucian rohani si wali itu sendiri. Para wali yang berpendapat demikian merasa takut kalau-kalau kekeramatan yang dia peroleh merupakan istidraj atau pemanjaan, karena kebencian, yang akan menjerumuskan sang wali. Yang berpendapat dengan pendapat pertama ini antara lain imam Abu Bakar bin Abu Fura..
Syekh Abu Yazid Al Bustami mengatakan wali-wali Allah adalah pengantin-pengantin-Nya. Karena itu tak seorangpun boleh melihat para pengantin itu kecuali keluarganya. Mereka ditabiri dalam ruang khusus di hadirat-Nya oleh keakraban.
Abu Bakar as Saydalani menuturkan, suatu ketika aku berulang kali memperbaiki batu nisan makam Abu Bakar at Tamastani dan mengukir namanya pada nisan itu. Setiap kali aku selesai memperbaikinya, batu nisan itu digali dan dicuri orang dan akhirnya aku bertanya kepada Abu ‘Ali ad-Daqqaq tentang hal ini. Dia menjelaskan bahwa syekh itu lebih suka tidak dikenal orang di dunia ini. Karena itu tidak suka juga dengan batu nisan yang berarti mempromosikan kenangan kepadanya.
Rabi’atul Adawiyah tidak mengizinkan orang lain masuk ke dalam kamar khalwatnya, karena beliau tidak ingin orang lain menceritakan tentang keadaannya seperti beroleh emas di bawah tikar shalatnya atau menanak nasi dengan tidak memakai api. Demikian diceritakan oleh Zulfah kemenakan Rabi’atul Adawiyah.
Pendapat yang kedua mengatakan boleh saja seorang wali itu menzahirkan kekeramatannya, apalagi kalau dirasakan hal itu perlu untuk kepentingan dakwah dan tentunya wali tersebut tidak menimbulkan takabur atau ria dengan menzahirkan kekeramatannya itu. Abu Usman mengatakan, “Seorang wali mungkin termasyur kemana-mana, namun dia tidak akan tergoda oleh kemasyurannya itu.”
Prof. Dr. H. Kadirun Yahya mengatakan, pada zaman sekarang ini dirasakan perlu pada suatu saat menampakkan kekeramatan itu dalam rangka menangkis tuduhan atau pendapat bahwa agama itu adalah hayalan belaka dan tak dapat dibuktikan. Seperti menangkis pendapat Salman Rusdi dengan ‘Ayat-Ayat Syetan’ (“The Satanic Verses”)nya.
Haqqulloh – Rohmatulloh – Ridho Alloh.
Sunday, June 22, 2008
WALI-WALI ALLAH SWT
Para Wali Melindungi dan Mengawasi Setiap Orang
Ahad, 22 Juni 2008
Untuk melindungi mahluk-Nya dari masalah, Allah SWT mengutus para nabi untuk membawa orang-orang itu dibawah sayap-sayap mereka. Dan setelah Nabi Muhammad SAW, tidak ada lagi nabi. Dia adalah Nabi Terakhir. Dia memberikan kekuatan itu sebagai warisan kepada para wali; karenanya, walaupun kita hidup di suatu masa dimana tidak ada seorang nabi baru yang dilahirkan, para wali dilahirkan untuk melanjutkan ajaran para nabi.
Ada wali-wali atau orang-orang saleh untuk orang Islam, dan ada juga orang suci untuk orang non Islam. Jangan pernah berpikir bahwa Allah akan meninggalkan orang-orang non Islam. Jangan! Semoga Allah mengampuni kita. Ini tidak mungkin. Allah yang Maha Besar tidak akan mengijinkan. Allah memberi perintah dan ijin kepada Sayyidina Muhammad SAW, yang mewariskan statusnya sebagai pelindung kepada wali-wali tingkat tinggi, untuk membawa kedua-duanya, orang-orang Islam dan masyarakat non Islam dibawah sayap mereka.
Jika kalian pergi kesuatu samudera atau suatu kolam renang, dan kalian mempunyai seorang anak yang tidak mengetahui caranya berenang, akankah kalian menyuruhnya berdiri lalu mendorongnya kedalam air, dan mengatakan kepadanya untuk menyelamatkan dirinya sendiri? Bagaimana dia akan menyelamatkan diri? Dia akan tenggelam. Kita semua adalah anak-anak dihadapan Kebesaran Allah. Jadi, apakah kalian berpikir bahwa Allah akan meletakan kita didepan lautan atau kolam renang, mendorong kita kedalamnya, dan berkata, “Oh! Kamu harus menyelamatkan dirimu sendiri!”
Bagaimana kita bisa menyelamatkan diri kita? Keinginan jelek dari ego selalu menyerang kita. Setan juga menyerang kita. Bagaimana kita bisa menyelamatkan diri? Karena itulah mengapa Allah mengirimkan utusan-Nya, untuk mengajari kita bagaimana menyelamatkan diri. Dan jika kita tidak mampu menyelamatkan diri, apa yang akan mereka lakukan ketika seseorang terjatuh kedalam lautan atau kolam renang, apakah membiarkan orang itu berjuang sendiri dan tidak ada seorangpun datang menyelamatkannya? Apa yang akan terjadi?
Ketika paramedis datang apa yang mereka lakukan? Mereka menariknya keluar dan melakukan CPR. Mereka memberinya nafas buatan dan mengeluarkan air dari paru-parunya. Apakah kalian pikir para wali tidak dapat melakukan hal seperti itu, untuk orang-orang beriman dan orang-orang yang tidak beriman? Kalian pikir mereka tidak mengawasi orang-orang dan menyelamatkan mereka.
Semua orang di bumi ini diawasi atau dimonitor – jika hari ini semua orang diawasi oleh tehnologi modern, lalu apakah kalian pikir Tuhan tidak sedang mengawasi kita dan memberi kuasa kepada Rasulullah SAW, dan dari Rasulullah SAW kepada para wali untuk menyelamatkan orang? Untuk melakukan CPR terhadap mereka ketika perlu, atau membuat kejutan elektrik pada jantung mereka untuk menyadarkan mereka dan membuat mereka kembali sadar?
Pengawasan dan penyadaran itu pasti terjadi. Tetapi kita seperti orang-orang yang dibius, tidak sadar akan apa yang sedang dilakukan para wali pada hati kita. Mereka bekerja siang dan malam pada layar besar itu. Setiap rombongan ada disana. Setiap manusia ada dilayar itu. Kemudian, alat pencatat tingkah laku setiap orang muncul. Siapa yang diatas, siapa yang dibawah?
Dari hari pertama hingga hari terakhir kehidupanmu, mereka memeriksa tabel kalian! Apakah tabel itu sedang naik, sedang menurun atau melompat naik dan turun. Tanggung jawab untuk mengawasi diberikan kepada Nabi SAW, yang meminta beberapa penolong. Maka Allah SWT memberinya para penolong dan ahli waris untuk rahasia itu – Para Sahabat, lalu para wali, dan kemudian kepada murid-murid mereka.
Saat ini, kalian akan menemui banyak orang yang akan berkata, “Aku milik syaikh ini atau syaikh itu atau syaikh itu.” Baiklah, untuk mengatakan hal seperti itu, tetapi mungkin syaikh itu tidak membawa rahasia. Rahasia tidaklah sederhana, dan tidaklah mudah. Ada banyak syaikh saat ini yang mengakui bahwa mereka memiliki kuasa, lalu para pengikut mereka tersesat. Ini adalah pemberian dan tanggung jawab yang mengagumkan, memiliki kekuatan dari Nabi SAW untuk mengawasi atau memonitor layar besar itu, untuk setiap orang yang telah ditentukan untukmu sebagai pengikut – untuk melihat apa yang dia lakukan setiap hari, dan mencoba untuk menjaganya tetap berada digaris kemenangan, bukan garis kegagalan. Ini merupakan sebuah tugas besar bagi seorang syaikh untuk memelihara para pengikutnya.
Hadratusyaikh berkata bahwa tubuh manusia mempunyai 366 titik tekanan. Ketika murid-murid mereka membutuhkan pertolongan atau penyembuhan, dan ketika mereka diberikan ijin. Ini berlaku terutama pada Naqshbandi, yang tidak selalu menunjukan keajaiban kecuali dengan cara tersembunyi. Para wali bisa dengan mudah menekan titik-titik dan mengirimkan energi dari tangan mereka. Ini akan mengirim energi dan menghidupkan serta meremajakan lagi seluruh organ yang sakit, dengan tujuan agar organ itu bisa bergerak dan berfungsi secara normal. Aku akan mendiskusikan poin-poin ini secara lebih rinci nanti.
Sebagai malaikat-malaikat yang bertanggung jawab untuk para pengikut mereka, para wali diberikan ijin oleh Nabi SAW untuk melihat dan mengawasi para pengikut mereka pada layar besar ini. Setiap pengikut mempunyai layar seperti itu, dan setiap orang dari mereka seperti sebuah pabrik atau perusahaan lengkap yang naik dan turun. Masing-masing tindakan individu akan ditempatkan pada layar itu setiap hari. Dan syaikh mengawasinya. Karena syaikh mengawasi kegiatan harian mereka – dia mungkin akan campur tangan ketika melihat sesuatu yang salah – memotivasi murid untuk kembali kepada kebenaran.
Syaikh bisa menciptakan sebuah perjuangan atau konflik untuk muridnya di kehidupannya, dan kemudian mengawasinya untuk melihat apakah dia marah atau tidak. Jika kalian tidak marah dan sabar, dengan segera mereka bisa tidak memperhatikan tindakan tidak baikmu; lalu tabelmu akan naik lebih tinggi – petunjuk akan muncul kembali.
Haqqulloh-Rohmatulloh-Ridho Alloh
Wwabillahittaufiq Wal Hidayah
Subscribe to:
Posts (Atom)