Friday, June 4, 2010

Gaza dan Flotilla

Rasa takut yang mencekam telah memenuhi istana Fir'aun yang megah.  Raja yang sudah merasa dirinya tiga perempat dewa itu rupanya merasa terancam dengan para budak beliannya sendiri.  Bani Israil, yang sudah sekian lama menjadi bangsa terhina di tanah Mesir, kini menyimpan bahaya yang bisa mengguncang stabilitas pemerintahan Fir’aun.

Maka keluarlah Kepfir (Keputusan Fir'aun) itu: semua anak laki-laki yang lahir dari rahim Bani Israil harus dibunuh, sedangkan anak-anak perempuannya diperbolehkan hidup.  Tentunya sebagai budak.

Sebaik-baik tipu muslihat manusia, tidaklah akan menggagalkan rencana Allah.  Pemberontakan itu dibiarkan muncul dari istana Fir’aun sendiri, bahkan Fir’aun sendirilah yang ditakdirkan untuk menjadi pengasuh tokoh utamanya.  Kita tidak bisa membayangkan betapa berat hati ibunda Nabi Musa as. yang terpaksa membiarkan bayi mungilnya mengarungi sungai dengan resiko kematian untuk menghindari resiko kematian lainnya.  Allah-lah yang berbicara kepada sang ibunda, dan Allah-lah yang menjanjikan keselamatannya.  Tak ada yang mampu mencegah terwujudnya janji itu.

Tumbuh besarlah Nabi Musa as. di bawah pengasuhan Fir’aun.  Meski berhutang budi pada Fir’aun, namun ikatan antara manusia dengan Tuhannya tidaklah bisa diputus begitu saja.  Allah SWT, yang dulu pernah memberikan ilham kepada ibunda Nabi Musa as., kini memerintahkannya untuk memperingatkan Fir'aun dan, pada saatnya, memimpin Bani Israil untuk keluar dari tanah Mesir.

Lepaslah mereka dari kejaran Fir’aun, sedangkan para pengejarnya terbenam oleh air laut.  Entah berapa ribu tahun lamanya telah lewat, sedangkan manusia masih saja membicarakan peristiwa itu.  Janji Allah yang lainnya benar-benar telah terpenuhi: Fir'aun 'diabadikan' untuk menjadi pelajaran bagi seluruh manusia.

Betapa ironisnya jalan hidup Bani Israil, seolah hendak memutar balik jam kehidupan Nabi Yusuf as.  Nabi Yusuf as., sang lelaki pilihan Allah SWT, dahulu digelandang memasuki negeri Mesir sebagai budak, dirusak nama baiknya, namun dengan pertolongan Allah di kemudian hari mampu menjadi orang kepercayaan Raja.  Dengan kedudukannya yang terhormat, ia bisa mengundang orang tua dan saudara-saudaranya (termasuk mereka yang mencelakakannya dahulu) untuk tinggal dengan damai di Mesir.  Akan tetapi, setelah beberapa masa berlalu, keadaan justru berubah drastis.  Bangsa yang tadinya diundang dengan hormat berkat wibawa Nabi Yusuf as. malah menjadi budak bangsa Mesir.  Kehormatan Bani Israil yang sudah dibangun oleh Nabi Yusuf as. pada akhirnya hancur berantakan.

Beginilah bangsa jajahan.  Bersemangat mengusir penjajah, namun diam-diam ada juga rasa minder, bahkan kagum pada penjajahnya itu.  Setelah sekian lama diperbudak, kehilangan anggota keluarga, harta dan tempat tinggal hanyalah bagian kecil dari kerugian yang mereka dapatkan.  Mereka pun kehilangan harga diri, keberanian, bahkan 'aqidah.

Kurang apa lagi mukjizat Nabi Musa as.?  Ia masukkan tangannya ke dalam saku, dan bercahayalah kedua tangannya.  Ia lemparkan tongkatnya, maka para penyihir kebanggaan Fir’aun pun bertekuk lutut.  Ia pukulkan tongkatnya, maka terbelahlah lautan, menyeberanglah Bani Israil dengan aman, dan tenggelamlah rombongan Fir’aun.  Akan tetapi, cedera pada harga diri Bani Israil sudah sedemikian parah, sehingga mereka masih saja merasa rendah di hadapan bangsa lain.  Baru saja diseberangkan dengan mukjizat yang luar biasa hebat, sebagai bukti dari kebesaran Allah, mereka sudah minta dibuatkan berhala, hanya karena melihat bangsa lain punya berhala.  Entah bagaimana Nabi Musa as. merespon kekerdilan visi kaumnya ini.

Pergilah Nabi Musa as. untuk menerima wahyu Allah, sementara kejutan lainnya telah menanti dirinya.  Rupa-rupanya Bani Israil sudah mulai menyembah sebuah patung lembu!  Hampirlah Nabi Musa as. lepas kendali, hingga dilemparkannya lembaran-lembaran Taurat yang baru saja diterimanya dan ditariknya rambut saudaranya, Nabi Harun as.  Segeralah ia mengetahui keadaan yang sebenarnya.  Bukan Nabi Harun as. yang lalai sepeninggalnya, tapi kaumnya itulah yang sudah terlalu lama menjadi obyek dari sebuah proyek pembodohan raksasa.

Kepada bangsa yang hanya mondar-mandir sejak meninggalkan Mesir ini, sama sekali tak kurang rahmat Allah.  Mereka dinaungi awan sehingga terik matahari tak menyakiti mereka, bahkan makanan pun diturunkan langsung dari langit (itu pun masih disertai protes terhadap menunya!).  Allah pun menjanjikan kemenangan di sebuah wilayah, namun rupa-rupanya jalan hidup mereka selama ini belum bisa membuat mereka yakin akan janji Allah.  Dengan angkuhnya mereka berkata pada Nabi Musa as., pahlawan mereka sendiri, agar pergi saja bertempur sendirian bersama Tuhannya.  

Apa lagi sifat yang tepat untuk dilekatkan pada bangsa ini?  Mental budak?  Rendah diri?  Pengecut?  Sombong?  Tidak tahu diuntung?  Dengan segala kekurangajaran mereka pada Nabi Musa as., toh hingga kini orang-orang Yahudi masih memuja Moses sebagai pendiri agama Yahudi.  Jika Nabi Musa as. masih hidup, mungkin beliau hanya akan tersenyum geli sambil letih memikirkan masa-masa dakwahnya dulu.

Inilah tabiat bangsa pecundang yang memang cenderung meniru langkah-langkah jahat para penjajahnya dahulu.  Orang-orang Yahudi ekstremis mendirikan gerakan Zionisme Internasional, kemudian mereka meniru sepenuhnya Fir'aun di masa Nabi Musa as. dahulu.  Bahkan kaum Zionis tidak membeda-bedakan antara anak-anak lelaki dan perempuan.

Kemana-mana mereka kumandangkan kenangan Holocaust, seolah-olah seluruh dunia berhutang budi kemanusiaan pada mereka.  Begitu besar hutang dunia, sehingga dunia harus diam menyaksikan wilayah Palestina dicaplok begitu saja.  Betapa dahsyat bunga dari hutang-hutang itu, sehingga warga dunia juga harus memasok dana dan senjata agar mereka bisa menghabisi rakyat Palestina.  Betapa banyak mereka bicara tentang intifadhah yang hanya bersenjatakan batu, sedangkan bos-bos media di seluruh dunia (termasuk di Indonesia) diajak berkongsi untuk sama-sama tutup mulut terhadap aksi-aksi kebinatangan mereka.

Sejak beberapa hari yang lalu, Gaza dan Flotilla telah menjadi topik yang paling hangat diperbincangkan orang di jagat Twitter.  Hashtag #Gaza dan #Flotilla bermunculan dari seluruh penjuru dunia, sementara kita hanya bisa menyaksikan kekejian pasukan Zionis yang menyerbu kapal-kapal pembawa misi kemanusiaan itu layaknya gerombolan bajak laut.  Dalam sekejap saja sudah dua, tiga, sepuluh dan enam belas orang dinyatakan tewas.  CNN, TIME, dan hampir semua media raksasa di dunia bungkam, bahkan sudah hampir seharian penuh akun Twitter majalah TIME diam seribu bahasa.

Dominasi kaum Zionis bahkan sudah mencapai Twitter itu sendiri, karena #Gaza dan #Flotilla tidak juga menjadi trending topics, meskipun seluruh dunia sudah angkat bicara.  Sebaliknya, #Israil (bukan Israel) justru dengan leluasa menjadi trending topic.  Sekarang, kita bahkan sudah tak lagi bisa melakukan search pada topik #Flotilla.  Beberapa situs yang dengan setia menyiarkan live streaming serangan Israel kepada rombongan Flotilla telah di-hack.  Sementara itu, para komprador, yaitu umat Muslim yang diam-diam dipekerjakan untuk kepentingan Zionis, mondar-mandir menyebar opini bahwa apa yang terjadi di Palestina bukanlah perang agama, melainkan konflik biasa.  Mungkin mereka lupa bahwa membela Muslim yang dizalimi, meskipun hanya karena selembar hijab, adalah persoalan agama juga.  Demikianlah kerasnya usaha mereka agar seluruh dunia diam, media bungkam, atau pura-pura tidak tahu.

Jika para penerus Bani Israil (atau setidaknya mengaku demikian) ini tidak mampu menarik pelajaran dari kisah para Nabi, maka umat Muslim-lah yang lebih pantas mengambil hikmahnya.  Setinggi-tingginya jangkauan Fir’aun ke atas langit, tidaklah akan mampu ia menggugat Tuhan.  Kejayaan duniawi memang bisa dicapai dengan berbagai cara, baik dengan meneladani Fir’aun atau mengikuti Hitler.  Akan tetapi kejayaan semacam itu tidak lain hanyalah fungsi dari waktu, sedangkan waktu hanyalah kepunyaan Allah.  Kalau dulu Fir'aun ditenggelamkan ke dasar laut dan Hitler konon mati bunuh diri bersama kekasihnya tepat sebelum pertahanannya dihancurkan, maka kini para penirunya pun hanya menunggu waktu ketika janji-janji Allah ditunaikan.

Gaza dan Flotilla adalah langkah pertama kita untuk menyatukan umat ini.

http://akmal.multiply.com/journal/item/791/Gaza_dan_Flotilla