Friday, March 30, 2012

Kenapa Harus Hidup

Mencoba mengulas yang tak terpikirkan.
menggugah hati tuk mencoba berbaik hati hingga islam menjadi dan menyatu Mendarah daging.
 وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْأِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُون
Tidaklah Aku ciptakan jin dan Manusia melainkan hanya untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz –Dzariyat: 56 )
Memahami Hidup adalah langkah penting dalam menggapai kesukses.
Jangan Main-main dengan Hidup, Sebab hidup kita di dunia ini akan menentukan hidup kita di akhirat kelak

Hidup dan mati merupakan dua hal yang mendasar dalam kehidupan setiap makhluk hidup. Kedua hal ini seakan menjadi barometer kekuasaan Tuhan yang teramat maha. Hidup-mati setiap yang bernyawa sudah mendapat pengesahan dari Sang Maha Pencipta. Kapan hidup, kapan mati, dengan cara apa dan bagaimana, menjadi pertanyaan-pertanyaan yang mustahil bisa kita jawab.

Seringkali kita melihat orang meninggal, kuburan, hewan yang mati, orang yang sakit parah, orang miskin dan kelaparan serta orang-orang yang hidup bergelimangan harta.

Si kaya akan mengalami = Mati
Si miskin akan mengalami = Mati
Si sakit akan mengalami = Mati
Si sehat Juga Pasti Mengalami dan meninggalkan dunia ini yang hanya sebagai tempat singgah sementarasebelum akhirnya hidup di tempat kekal Abadi Akhirat nanti.

Apa yang sebenarnya kita cari dunia ini? Kenapa kita sibuk mencari kedudukan, popularitas, kekayaan, dan sibuk melakukan perbuatan dosa di dunia ini? Padahal esok kita akan segera meninggalkan semuanya ini.

Dalam QS Al Mu’min [40]:39, Allah berfirman,
“ Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal. “ 
Dalam QS Al Anbiyaa [21]:35,
“ Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan. “


Apa yang telah Kita siapkan untuk menempuh hidup baru setelah kematian dan berpindah tempat ke Akhirat nanti?

uuukkkhh... Mungkin Belum satu persen-pun kita mempersiapkannya....

Bekal yang terpenting adalah menjadikan Alloh 'azza wajalla sebagai tujuan hidup tertinggi kita. Ketika semua tujuan karena Alloh maka kita tidak akan merasa kecewa, karena pahit manisnya hidup merupakan proses menuju dan mendapatkan ridha Alloh.

         Tuhan Allah Subhanahu Wata'ala Ta’ala telah menciptakan jin dan manusia tidaklah untuk sesuatu kecuali untuk ibadah, maka Allah Ta’ala telah menciptakan hamba untuk mengibadahiNya dan Ia menjanjikan kepada mereka ampunan dan al jannah apabila mereka mengibadahiNya, sebagaimana terdapat dalam haditsnya Muadz bin Jabal radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam berkata kepadanya :

“Wahai Muadz ! tahukah engkau apa hak Allah atas hamba dan apa hak hamba atas Allah?” aku (Muadz) menjawab : “Allah dan RasulNya lebih mengetahui”, Nabi berkata : “Maka sesungguhnya hak Allah atas hamba bahwa mereka mengibadahiNya dan tidak pula mempersekutukanNya dengan sesutu apapun, dan hak hamba atas Allah bahwa Ia tidak mengazab orang yang tidak mempersekutukanNya dengan sesuatu apapun” lantas aku berkata : “Wahai Rasulullah apakah aku boleh mengkabarkan berita gembira ini kepada manusia?”, Nabi menjawab : “Jangan engkau kabarkan kepada mereka, (sebab) mereka nanti tidak akan mau berusaha (hanya bersandar dengan tauhidnya saja)” (HR. Bukhary, fi kitabil libas)

Dan pada surah QS. Adz –Dzariyat yang di ulas di atas ada penunjukan bahwa yang dimaksudkan dengan penciptaan jin dan manusia adalah Allah Ta’ala ingin menguji mereka dengan perintah dan larangan serta Allah Ta’ala menguji mereka pula dengan perkara-perkara lain yang dianggap sebagai pemaling dari ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Maka barangsiapa terpengaruh oleh pemaling-pemaling tersebut lantas ia meninggalkan ibadah (maka) ia termasuk orang-orang yang rugi.

Dan barangsiapa yang sibuk dengan ibadah dan mengambil dunia dari apa yang bisa membantu atas akhiratnya adalah ia termasuk orang-orang yang selamat.


wallahu a’lam bish shawab

Jilbabku Bukan Nilaiku


akhwatSenyumku Dakwahku - “Afwan ukhti, anti sudah tidak liqa lagi? Atau anti sedang futur?” tanya Mawar seketika kepada Bunga yang dilihatnya berubah cara mengenakan jilbabnya.

“Iya nih Kak”, jawab Bunga sekenanya.

Dialog di atas adalah sekelumit cerita kawan saya – Bunga – ketika dia merubah penampilan jilbabnya. Bukan memendekkan jilbabnya hingga ke leher, hanya saja Bunga membuat jilbabnya dengan suatu model dengan tetap menjulur menutupi dada. Memang tidak sepanjang jilbab Mawar tapi masih syar’i karena sebelumnya Bunga telah bertanya dahulu dengan guru ngajinya. Ketika guru ngajinya mengatakan bahwa jilbab itu masih tergolong panjang dan menutupi dada, maka tak masalah. Masalah justru hadir ketika Bunga berangkat ke kampus dan bertemu dengan kakak seniornya, yang seketika langsung menjudge Bunga sedang futur. Sedang jawaban Bunga di atas bukanlah jawaban sebenarnya. Hanya sekenanya. Bunga hanya merasa heran, ketika iman hanya di ukur oleh panjang atau pendeknya jilbab. Selama jilbabnya masih syar’i, toh tidak masalah.

****

Lain waktu, dikarenakan sedang kehabisan pulsa, maka Mawar meminjam handphone kepada Bunga. Bunga meminjamkannya dan Mawar pun segera menelpon seseorang sambil menjauhi Bunga.

Beberapa hari kemudian, ketika jam menunjukkan pukul dua pagi. Saat itu Bunga sedang tertidur pulas, kemudian handphonenya berdering. Sambil mengantuk, Bunga mengangkat handphonenya. Bukan main ia terkejut, karena ternyata si penelepon mencari Mawar dan si penelepon itu adalah seorang laki-laki.

“Assalamu’alaikum, ukhti Mawar ada?” tanya si penelepon

“Wa’alaikumsalam Afwan, Mawarnya tidak ada”. Jawab Bunga sambil mengantuk

“Iya tolong di panggilkan ukhti Mawarnya”. Si penelepon rada memaksa

“Ini bukan handphonenya Mawar, kemarin dia pinjam handphone saya”. Balas Bunga dengan sedikit kesal
Esok harinya, Bunga menceritakan kejadian semalam kepada Mawar. Di tanyalah Mawar.

“Kak, semalam jam dua ada telpon dari ikhwan yang mencari kakak”. Bunga mengawali percakapan

“Oh itu, Ana mah biasa ngurusin kerjaan malam-malam sama ikhwan itu”. Jawab Mawar

Dalam hati Bunga merasa heran, “berinteraksi dengan ikhwan malam-malam seperti itu bahkan hingga pukul dua pagi, memang hanya urusan pekerjaan, tapi jika berlanjut terus menerus bukan malah menjurus ke masalah hati?”. Tapi pertanyaan itu hanya Bunga simpan dalam hati. Ia tidak berani meneruskan ketika jawaban Mawar langsung telak mengejutkan Bunga.

****

Saya mengenal Bunga, Dia memang tidak mengenakan jilbab yang panjangnya hingga ke paha. Tapi saya kenal dengan Bunga yang mampu menjaga interaksinya dengan lawan jenis, meskipun aktivitasnya tidak hanya terbatas pada sesama jenis. Dia juga mampu menjaga hatinya meskipun banyak berinteraksi dengan lawan jenis karena keharusan.

Bunga mungkin terbilang sebagai akhwat yang “slengean” dan saya mengenalnya seperti itu. Tapi dia terbilang akhwat yang cukup aktif dalam organisasinya. Dia bisa menjadi contoh seseorang yang selalu on-time ketika ada suatu agenda, kecuali ada suatu alasan syar’i yang membuatnya datang lebih lambat. Bunga yang sangat loyal ketika di beri suatu amanah.

Karena “keslengeannya” itu pula, saya menjadi tahu baik buruknya dia. Bukan seseorang yang hanya berusaha baik secara penampilan tapi buruk di belakangnya.

Slengean yang saya maksud bukanlah berkelakuan buruk dan tidak menjaga perilaku. Tetapi slengeannya Bunga adalah gampang berbaur dengan orang lain baik muslim maupun non muslim, dengan tetap menjaga perilaku sebagai muslimah. Ceplas ceplos, tidak di buat-buat dan apa adanya tapi tetap syar’i. Dan tidak pula baik di penampilan fisik tapi buruk di dalamnya.

Saya jadi teringat akan sebuah kutipan, Jangan pernah lihat dari panjangnya jilbab tapi dari akhlaqnya. Karena jika jilbab seseorang sudah memenuhi ketentuan syar’i maka tak ada alasan untuk memandangnya sinis.

Syarat jilbab:

    Hijab/jilbab menutupi seluruh badan (rambut sampai kaki) kecuali wajah dan telapak tangan.
    Hijab/jilbab tidak dimaksudkan sebagai hiasan bagi dirinya, sehingga tidak diperbolehkan memakai kain yang berwarna mencolok, atau kain yang penuh gambar atau hiasan.
    Hijab/jilbab harus lapang dan tidak sempit sehingga tidak menggambarkan postur tubuhnya
    Hijab/jilbab tidak memperlihatkan sedikit pun bagian kaki wanita
    Hijab/jilbab yang dikenakan itu tidak sobek sehingga tidak menampakkan bagian atau perhiasan wanita
    Hijab/jilbab tidak menyerupai pakaian laki-laki.

Sumber: Fiqih Wanita, Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah


Dan ilmu pun tak bisa di lihat dari panjangnya jilbab. Bisa jadi mereka yang terlihat biasa justru memiliki akhlaq yang luar biasa. Dan bisa jadi seseorang yang di luar terlihat slengean, tapi secara hati dan perilaku lebih bisa menjaga hal-hal yang merusak imannya. Bukan lagi masanya melihat sesuatu dari penampilan fisik dan menganggap diri lebih mulia dikarenakan penampilan fisik yang sempurna. Bukan saatnya lagi menggolong-golongkan kawan berdasarkan ukuran jilbab. Maka ukuran jilbab bukanlah sebuah nilai. Karena Allah hanya melihat ketaqwaan hambaNya.

Allahua’lam



Based on true story, pengingat diri sendiri

dakwatuna -  http://www.dakwatuna.com/2012/02/18097/jilbabku-bukan-nilaiku/
http://senyumkudakwahku.blogspot.com/

Mengeluh Positif dan Islami

Manajemen Mengeluh yang Positif dan Islami


Tidak bisa dipungkiri, makhluk yang namanya manusia pasti pernah mengeluh.  Disadari atau tidak, mengeluh sepertinya sudah menjadi bagian dari hidup.  Hanya saja, frekuensi dan kualitas keluhannya yang membedakan antara satu personal dengan personal lainnya.  Biasanya perbedaan ini terkait dengan tingkat pemahaman dan cara pandang seseorang tentang suatu masalah yang sedang ia hadapi.  Sabar, ikhlas dan seberapa besar keinginan untuk merubah sebuah  keadaan menjadi lebih baik, biasanya akan meminimalisir keluhan.  Sebaliknya, sikap apriori, pesimis dan berburuksangka terhadap kejadian yang sedang menimpa secara otomatis akan memunculkan keluhan-keluhan yang alih-alih mendapatkan penyelesaian, malah akan menambah ruwet dan bisa jadi menambah masalah baru.

Mengeluh sejatinya perwujudan dari rasa tidak puas, tidak ikhlas menerima sebuah ketentuan yang terjadi, baik dari segi materi dan non materi.  Ketika sakit berkeluh-kesah, macet mengumpat, banjir atau kekeringan mengambinghitamkan orang lain.  Atau ketika ditimpa musibah menghardik Tuhan tidak adil, gaji kecil, belum punya rumah dan kendaraan pribadi acap menyalahkan suami (bagi para istri) atau anak-anak nakal dan bermasalah tidak jarang menyalahkan istri (bagi para suami).  Ya, sebagian contoh kecil tersebut adalah manifestasi dari rasa tidak puas.

Belum lagi kita saksikan fenomena di negeri yang kita cintai ini.  Berita di televisi mayoritas menyuguhkan tentang aksi demo dan kekerasan, kerusuhan di mana-mana, tindak kriminal, penyalahgunaan kekuasaan, korupsi-kolusi dan nepotisme dan banyak lagi yang kesemuanya menunjukkan pada satu hal: ketidakpuasan!  Sebuah potret masyarakat yang diwarnai dengan berbagai keluhan.

Lalu, sebagai seorang yang mengaku muslim dan punya tuntunan yang jelas tentu saja kita tidak akan membiarkan diri kita terperosok lebih jauh ke dalam perbuatan yang sesungguhnya dibenci oleh Allah SWT.  Kenapa dibenci oleh Allah SWT? Karena sesungguhnya Allah SWT menyukai hamba yang senantiasa bersyukur dengan segala ketentuan dan bersabar ketika ditimpa sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan.

Melihat fakta yang mayoritas bahwa manusia tidak pernah lepas dari keluh-kesah maka sangat penting bagi setiap muslim/muslimah mempunyai manajemen yang tepat agar tidak terpeleset dalam keluh-kesah yang tidak diperbolehkan dan pandai menyikapi setiap kejadian yang dihadapi dengan mengacu kepada teladan kita Rasulullah SAW.
Mengeluh adalah indikasi tidak bersyukur atas nikmat Allah SWT

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an yang artinya: “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya” (Qs An-Nahl 18).

Ketika seseorang hanyut dalam keluhan, pancainderanya pun tak mampu lagi memainkan perannya untuk melihat, mendengar, mencium dan merasakan nikmat yang bertebaran diberikan oleh Allah SWT tak henti-hentinya.  Hatinya serta merta buta dari mengingat dan bersyukur atas nikmat Allah yang tiada terbatas.  Itulah sifat manusia yang selalu mempunyai keinginan yang tidak terbatas dan tidak pernah puas atas pemberian Allah kecuali hamba-hamba yang bersyukur dan itu hanya sedikit.

Pada zaman Sayyidina Umar Al-Khatthab, ada seorang pemuda yang sering berdoa di sisi Baitullah yang maksudnya: “Ya Allah! Masukkanlah aku dalam golongan yang sedikit.”

Doa beliau didengar oleh Sayyidina Umar ketika beliau (Umar) sedang melakukan thawaf di Ka’bah. Umar heran dengan permintaan pemuda tersebut. Selepas melakukan thawaf, Sayyidina Umar memanggil pemuda tersebut dan bertanya: “Mengapa engkau berdoa sedemikian rupa (Ya Allah! masukkanlah aku dalam golongan yang sedikit), apakah tidak ada permohonan lain yang  engkau mohonkan kepada Allah?” Pemuda itu menjawab: “Ya Amirul Mukminin! Aku membaca doa itu karena aku  takut dengan penjelasan Allah dalam surat al-A’raf ayat 10, yang artinya: “Sesungguhnya Kami (Allah) telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber/jalan) penghidupan. (Tetapi) amat sedikitlah kamu bersyukur” Aku memohon agar Allah memasukkan aku dalam golongan yang sedikit,  (lantaran) terlalu sedikit orang yang tahu bersyukur kepada Allah,” jelas pemuda tersebut.

Semoga kita menjadi hamba-hamba yang dikategorikan sedikit oleh Allah dalam ayat tersebut. Dengan selalu menjaga ikhlas dan sabar terhadap segala kejadian atau ketentuan yang diberikan oleh Allah.  Dan berprasangka positif bahwa apa yang telah terjadi adalah yang terbaik menurut Allah, sehingga hanya rasa syukur saja yang terlintas di benak, terucap di bibir dan terlihat dari tindakan karena sesungguhnya jika kita bersyukur maka Allah akan menambah nikmat-Nya dan jika kita ingkar, sesunggunya azab Allah sangat pedih (Qs Ibrahim 7).
Mengeluhlah hanya kepada Allah SWT

Ketika sebuah kejadian yang tidak diinginkan menimpa seseorang, katakanlah ditimpa sebuah masalah yang berdampak menitikkan air mata, menyakitkan hati, membuat kepala berdenyut-denyut dan menjadikan seseorang itu merasa diberi ujian yang sangat berat dan tidak sanggup mengatasinya sendiri, sebuah tindakan manusiawi jika ia membutuhkan orang lain dalam penyelesaian masalahnya.  Lalu, benarkah tindakannya jika ia mengeluhkan masalahnya kepada orang lain?

Rasulullah SAW pernah mengalami sebuah kondisi yang jauh dari yang beliau inginkan.  Para kaum musyrikin mengabaikan seruannya dan juga mencampakkan Al-Quran. Mereka telah mengacuhkan Al-Quran dalam beberapa bentuk di antaranya: mereka tidak mau mengimani Al-Quran, mereka tidak mau mendengarkan Al-Quran, bahkan mereka menolaknya dan mengatakan bahwa Al-Quran adalah ucapan dan bualan Muhammad si tukang syair dan sihir. Kaum musyrikin juga berusaha untuk mencegah orang-orang yang berusaha mendengarkan Al-Quran dan dakwah Rasulullah SAW.

Dalam kondisi tertekan tersebut Rasulullah SAW  mengeluh dan mengaduh hanya kepada Allah SWT seperti yang terkandung dalam Al-Qur'an surat Al-Furqan 30, yang artinya:  “Dan berkatalah Rasul: Ya Tuhanku! Kaumku ini sesung­guhnya telah meninggalkan jauh Al-Quran”.

Begitu pula dengan nabi Ya’qub dan Nabi ayub, sebagaimana firman Allah dimana Nabi Ya’qup berkata, yang artinya, “Sesungguhnya aku mengeluhkan keadaanku dan kesedihanku hanya kepada Allah“ (Qs. Yusuf 86).

Dan Nabi Ayub AS, yang disebutkan Allah dalam firman-Nya, bahwa Ayub berkata, yang artinya: “Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau (Allah) adalah Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang” (Qs Al-Anbiya’ 83).

Sebaiknya, mengeluhlah hanya kepada Allah SWT, karena sesungguhnya semua kejadian sudah menjadi sebuah ketentuan-Nya dan hanya Dia-lah sebaik-baik pemberi solusi.  Tetapi dalam kondisi-kondisi di mana seseorang mengeluh (sharing) tentang masalahnya kepada orang yang ia yakini amanah dan dengan catatan untuk mendapatkan penyelesaian, maka dalam hal ini sebagian ulama memperbolehkan.

Ibnu Qayyim dalam ‘Uddatu Ash Shabirin menyatakan bahwa menceritakan kepada orang lain tentang perihal keadaan, dengan maksud meminta bantuan petunjuknya atau pertolongan agar kesulitannya hilang,  maka itu tidak merusak sikap sabar; seperti orang sakit yang memberitahukannya kepada dokter tentang keluhannya, orang teraniaya yang bercerita kepada orang yang diharapkannya dapat membelanya, dan orang yang tertimpa musibah yang menceritakan musibahnya kepada orang yang diharapkannya dapat membantunya.
Membiasakan diri dengan mengeluh positif

Mengeluh positif? Spontan pasti muncul  pertanyaan ketika membaca sub judul berikut.  Iya, ternyata mengeluh tidak selalu berkonotasi negatif.  Tidak sabar menghadapi ujian, kurang ikhlas menerima ketentuan dan hasad/iri pada orang lain acap kali membuat diri menjadi tidak berdaya sehingga mengeluarkan kata-kata yang bermakna tidak puas yang merupakan perwujudan dari mengeluh.  Tetapi, jika seseorang hasad/iri terhadap kebaikan dan amal shalih orang lain yang membuat dirinya termotivasi untuk berbuat hal yang sama bahkan lebih tanpa mengurangi/menghilangkan kebaikan orang lain tersebut maka hasad model ini dikategorikan sebagian ulama sebagai hasad yang positif.

An-Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Para ulama membagi hasad menjadi dua macam, yaitu hasad hakiki dan hasad majazi. Hasad hakiki adalah seseorang berharap nikmat orang lain hilang. Hasad seperti ini diharamkan berdasarkan kata sepakat para ulama (baca: ijma’) dan adanya dalil tegas yang menjelaskan hal ini. Adapun hasad majazi, yang dimaksudkan adalah ghibthoh, yakni adalah berangan-angan agar mendapatkan nikmat seperti yang ada pada orang lain tanpa mengharapkan nikmat tersebut hilang. Jika ghibthoh ini dalam hal dunia, maka itu dibolehkan. Jika ghibthoh ini dalam hal ketaatan, maka itu dianjurkan.

Jadi, marilah kita sama-sama membekali diri dengan ketaatan hanya kepada Allah SWT dengan cara senantiasa mendekatkan diri pada-Nya.  Tidak pernah puas untuk mengkaji ilmu-ilmu-Nya agar dalam setiap desahan nafas selalu mengaitkan dengan hukum-hukum-Nya.

Jika ada niat dan tekad dengan sungguh-sungguh, insya Allah ikhlas dan sabar akan menjadi perhiasan yang akan mewarnai akhlak kita sehari-hari dan kita dihindarkan dari lisan dan sikap yang sering berkeluh-kesah.  Cukuplah mengeluh positif dalam genggaman, yaitu mengeluh dalam rangka bermuhasabah dan berlomba-lomba dalam kebaikan sehingga dapat meraih derajat takwa yang sesungguhnya.  Wallahu a’lam. [Nani Agus/voa-islam.com]

Monday, March 26, 2012

Muslimah Dalam Dakwah Islam

Peran besar muslimah dalam dakwah Islam

Jalan Keliling Google Mencari Seuntai Kata Bermanfaat yg akhirnya nyangkut di sebuah web (Arrahmah.com), dan alhamdulillah saya mendapat oleh-oleh dari sana!

Rekan Senyumku Yuk Kita Baca Oleh-olehnya :

muslimah
(Arrahmah.com) - Sejak awal, perempuan telah memainkan peran penting dalam kemajuan Dakwah Islam. Mulai dari pengorbanan Sumayyah, hingga peran Aishah dalam penumpulan hadist-hadist, perempuan telah berperan dalam berkembangnya dan menyebarkan dien ini.

Sayangnya selama ini, kebangkitan Islam menderita kelemahan dalam personil Muslimah yang berkualitas, karena adanya ‘pembatasan’ kerja dakwah ke grup aktivis, dengan upaya terbatas terkait dakwah tarbiyah yang difokuskan pada wanita .

Dakwah terhadap perempuan adalah keharusan, bahkan perempuan sendiri juga terikat akan kewajiban berdakwah. Karena pada dasarnya berdakwah adalah kewajiban bagi seluruh Muslim.

Terlebih dari kaum perempuan sendiri cenderung, ‘meninggalkan’ dan menjauhi aktivitas dakwah itu sendiri.

Beberapa permasalahan dan hambatan kurangnya tenaga dakwah dari kaum perempuan, antara lain:
  • Kurangnya kemampuan Dakwah oleh perempuan.
  • Terbatasnya sumber daya serta kurangnya inisiatif pribadi pada pihak perempuan.
  • Adanya pengabaian atau kelalaian terhadap isu-isu perempuan dalam perencanaan Dakwah Islam.
  • Tidak adanya tarbiyah yang kuat dan kurangnya pengetahuan Islam di bidang Dakwah.
  • Kebanyakan wanita tidak memiliki pemahaman yang tepat terkait peran Dakwah, karena itu, mereka tidak dapat memahami pentingnya waktu yang diberikan untuk proyek-proyek dakwah di luar rumah, sehingga seringkali menimbulkan permasalahan dalam rumah tangga dikarenakan ‘suami yang lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah untuk urusan dakwah.
  • Program dakwah oleh lembaga terhadap wanita belum terorganisasi dengan baik.
Berikut adalah beberapa alasan betapa pentingnya partisipasi perempuan dalam bidang Dakwah (terhadap Muslimah yang lain):
  • Wanita lebih mampu daripada laki-laki yang dalam berkomunikasi dengan perempuan lain. Wanita biasanya lebih dipengaruhi oleh kata, perbuatan, dan perilaku perempuan lain. Wanita lebih mampu mengenali kekhasan dan masalah yang terkait dengan pendidikan perempuan dan tarbiyah.
  • Wanita dapat memahami dengan lebih baik ke arah mana dakwah terhadap perempuan harus diarahkan. Mereka yang terbaik dapat melihat urutan prioritas, karena mereka lebih akrab dengan bidang ini.
  • Wanita lebih bebas daripada pria dalam berkomunikasi dengan perempuan lain, baik secara individual untuk kegiatan Dakwah, atau dalam kegiatan belajar, forum lain dan tempat-tempat pertemuan.
  • Banyak wanita Muslim yang membutuhkan bimbingan, pendidikan, namun kurangnya kehadiran lembaga yang dapat menyediakan layanan ini, karena itu sangat masuk akal bahwa perempuan yang berkualitas di masyarakat harus ‘menawarkan’ diri sebagai pembimbing bagi saudari seimannya.
  • Permasalahan terkait pendidikan dan kebutuhan tarbiyah perempuan yang lebih besar dari laki-laki. Mereka hamil, melahirkan, dan merawat anak-anak. Anak-anak lebih terikat dengan ibu mereka daripada mereka kepada ayah mereka.
  • Perempuan memiliki efek besar pada suami mereka. Jika mereka memiliki Iman yang kuat dan karakter, mereka memiliki kesempatan yang sangat baik untuk membantu suami mereka menjadi kuat juga.
  • Wanita memiliki banyak karakteristik yang menekankan pentingnya peran Dakwah mereka. Mereka juga harus diperhitungkan setiap kali ada pekerjaan Dakwah direncanakan.
Sebuah Peran Pasti:

Pekerjaan para wanita Muslim di bidang Dakwah pada dasarnya memperkuat kerja dahwah pria. Sangat menyedihkan bahwa peran ini begitu terlalu diabaikan dan diremehkan. Dengan sifatnya sebagai selimut spiritual dan psikologis manusia, wanita dapat memainkan peran penting dalam Dakwah.

Khadijah (radiyhuanha) memberikan kenyamanan, bantuan, dan dukungan kepada Nabi Muhammad SAW, yang menjadikan bukti terbesar dari sangat pentingnya peran ini. Para Sahabat Nabi yang memilih meninggalkan rumah mereka untuk pergi ke tempat yang ribuan mil jauhnya demi Islam pada awal-awal penyebaran Islam di Mekkah, jugaa memiliki dukungan dari istri mereka.

Sangat sedikit wanita saat ini memahami atau menyadari peran dirinya terhadap dakwah, apalagi melaksanakannya. Seorang wanita mungkin berpikir bahwa pernikahan adalah rumah tempat istirahat dan mudah. Mereka belum menyadari bahwa pernikahan adalah titik awal perjuangan, pengorbanan, memberi dan tanggung jawab.

Peran perempuan tidak berakhir di depan pintu. Dia dapat sangat efektif dengan menjadi contoh yang baik kepada orang lain, dengan menjadi baik hati, ramah berbicara, dan perilaku ramah. Dia bisa menawarkan bantuan, dan keprihatinan berbagi serta sukacita. Dia juga dapat menggunakan semua kesempatan yang tepat untuk mendidik, membimbing orang lain.

Wanita, yang memahami peran mereka akan dakwah dan kebangkitan Islam, akan mulai mendidik diri mereka sendiri dan mencapai hak-hak mereka atas pendidikan dan tarbiyah. Lihatlah Hadis riwayat Abu sa'i bahwa Para sahabiyah pernah mengadu kepada Rasul saw karena merasa tidak mendapatkan kesempatan yang sama dengan para sahabat dalam mendapatkan penjelasan agama. Sebab Rasul saw ketika menyampaikan ajaran Islam dalam majlis, hanya dihadiri oleh kaum laki-laki. Maka Para wanita itu meminta kepada Rasul saw agar menyediakan satu hari khusus untuk memberi pelajaran kepada kaum wanita tanpa kehadiran laki-laki.

Ummu Sulaim mengajar anaknya Anas bin Malik tentang Islam, meskipun suaminya menolak Islam. Ketika Abu Thalhah melamarnya (sebelum menerima Islam) dia mengatakan bahwa mas kawinnya adalah Islam, Abu Thalhah pada gilirannya memeluk Islam dan menikahi Ummu Sulaim.

Jika kita bergerak ke lingkaran yang lebih luas, kita akan menemukan bahwa wanita Muslim memainkan peran besar dalam pengorbanan dan layanan untuk agama Allah. Sumayyah menyerah hidupnya ketika Abu Jahal membunuhnya karena memilih menjadi seorang Muslim. Dia adalah Muslim dan perempuan pertama yang tewas dalam Islam.

Khadijah, istri pertama Nabi yang sangat kaya, menghabiskan uangnya untuk mendukung dakwah suami tercintanya. Ummu Salamah rela meninggalkan suaminya dan melihat anak-anaknya dianiaya ketika dia hijrah. Ummu 'Imarah turut berjuang dalam membela Nabi (damai dan berkah besertanya) dalam perang Uhud, dengan merawat yang terluka dalam pertempuran adalah peran Perempuan Muslim memainkan peran dalam perang sepanjang sejarah Islam.

Fakta bahwa kami menekankan pentingnya peran perempuan dalam Dakwah Islam tidak seharusnya menjauhkan kita dari fitrah penciptaan perempuan terhadap dakwah. Biasanya, peran utama wanita dan pekerjaan di rumah. Ini jelas dinyatakan dalam Al Quran dan Hadis. Allah berfirman,

" Menetaplah di rumah kalian ( para wanita )..." [Ahzab: 33]

Tentu saja perempuan dapat pergi keluar untuk salat di masjid, berpartisipasi dalam kegiatan lain yang mungkin diperlukan dan untuk melakukan Dakwah. Namun, tidak satupun dari kegiatan ini harus bertentangan dengan kewajiban penting di rumah sebagai istri dan ibu.

Dalam banyak kasus, inilah keseimbangan antara tugas-tugas penting wanita itu dan persyaratan kerja Dakwah, yang telah menyebabkan masalah dan kesalahpahaman dalam keluarga dan masyarakat.

Ada banyak hal yang juga harus diperhatikan terkait kegiatan dakwah wanita. Tidak adanya pencampuran pria dan wanita, yang harus diperhatikan dalam setiap kegiatan Dakwah dan dalam keadaan apapun. Cara berpakaian bagi wanita yang harus sesuai syar’i.

Seperti Nabi (damai dan berkah besertanya) melihat kebutuhan untuk menyisihkan waktu khusus untuk menangani kebutuhan perempuan dalam komunitasnya, sehingga organisasi harus mencoba untuk menyesuaikan bekerja Dakwah mereka kepada perempuan dan isu-isu masyarakat.

Setiap program Dakwah diarahkan terhadap wanita harus berusaha untuk, setidaknya, melayani tujuan sebagai berikut:

Memperkuat Iman:
Hal tersebut dilengkapi dengan kegiatan ibadah yang meningkat, mengingat Allah (berdzikir), dan refleksi pada nama Allah, dan kekuasaan-Nya dan penciptaan dalam diri kita dan di alam semesta. Namun ini, tidak akan mungkin tanpa penanaman pemahaman yang benar tentang isu-isu tertentu yang terkait dengan 'Aqidah kita, dan penekanan terhadap Tauhid.

Meningkatkan pengetahuan: Tanpa itu seseorang tidak bisa mencapai banyak. Penekanan khusus harus diletakkan pada dasar-dasar Islam dan pada mata pelajaran terkait kebutuhan bahwa da'iyah di lingkungan nya. Pengetahuan tentang paham, ide, kelompok dan sekte yang menyimpang dari Islam. Kesadaran harus dibangkitkan mengenai mereka yang tidak ingin melihat penyebaran Islam dan yang memperoleh dasar dalam hati dan pikiran orang-orang.

Membangun kepribadian Dakwah: Dakwah membutuhkan pengorbanan dan karena itu perempuan harus siap untuk menanggung ‘biaya’ keungan yang mungkin dikeluarkan untuk Islam. Ini datang dengan tujuan kebangkitan umat Islam dan mengkounter upaya-upaya musuh Islam. Kepemimpinan, tanggung jawab dan inisiatif individu harus diajarkan. Fakultas pendidikan teoritis dan praktis harus dipupuk. Para da'iyah harus diajarkan keterampilan sosial yang diperlukan dan pentingnya Dakwah melalui contoh yang baik dan tindakan. Mereka juga harus diajarkan  konsep nilai waktu, manajemen dan bagaimana menggunakan kegiatan yang menyenangkan dan halal selama waktu luang mereka.

Membangun kekebalan terhadap dosa: Ini termasuk mengenali penyakit-penyakit dosa, terutama yang berkaitan dengan perempuan, dan menghalangi jalan menuju dosa tersebut dengan menghindari hal-hal, kegiatan dan tempat yang akan menjadi pintu terbukanya dosa.

Persiapan psikologis dengan memastikan bahwa da’iyah memiliki iman dalam ketulusan Allah, harapan, cakupan dalam kebenaran, kebanggaan dalam Islam, kesabaran, dan pengetahuan tentang kondisi dan lingkungan dari orang yang mereka menangani. Ini adalah aspek yang sangat penting dari kesiapsiagaan, karena pendakwah terikat kepada orang-orang, yang memiliki karakter dan kecenderungan yang berbeda.

Da'iyat yang memberikan kuliah, seminar, khotbah, dan lain-lain harus mampu membujuk para pendengar dengan mengatasi pikiran mereka melalui bukti dan bukti. Mereka juga harus mampu membangkitkan nafsu mereka, emosi, dan perasaan. Mereka harus berlatih menyampaikan ceramah untuk perempuan di masjid-masjid, sekolah, atau tempat lain di mana wanita berkumpul. Mereka juga harus mengawasi dan membimbing peserta wanita, dan dengan lembut memperbaiki kesalahan mereka.

Bidang kepenulisan dan penerbitan tidak boleh diabaikan dalam zaman ketika manusia dapat dengan mudah mengakses segala hal melalui buku, booklet, surat kabar, dan internet. Tulisan harus meyakinkan, melalui argumen yang jelas, dan disebarkan tentunya.

Menulis adalah bentuk salah satu cara dakwah paling tepat dan penting bagi perempuan. Mereka dapat menulis di rumah dan dengan demikian mampu memanfaatkan waktu luang mereka secara positif dan tentunya dengan cara ini mereka dapat menjangkau semua kelas masyarakat.

Bidang Dakwah Wanita

Bidang pendidikan: Hal tersebut terkait dengan hal memuliakan dan pemurnian jiwa melalui iman. Pikiran dan jiwa sehingga bisa disentuh. Bidang ini dapat ditemukan di masjid-masjid, sekolah, asosiasi, kelompok Dakwah, dan lain-lain.

Bidang sosial: Ini berhubungan dengan kesehatan tubuh dan psikologis serta pembangunan sosial dan interaksi antara orang-orang yang mencerminkan secara positif pada realisasi pendidikan rohani dan pembentukan karakter muslim.

Contoh yang lebih spesifik dari apa yang wanita dapat mengambil bagian sebagai Dakwah adalah:

Rumah: Ini jelas merupakan tempat paling subur dan paling efektif. Yang telah ditetapkan Allah baik suami dan istri sebagai memelihara satu sama lain dan keluarga. Ibu dan ayah bertanggung jawab mendidik dan memelihara anak-anak mereka baik dari aspek fisik moral, psikologis, sosial, dan eksternal satu sama lain dan anak-anak mereka.

Komunitas Muslim: Amal, saran, dan arahan dapat ditawarkan kepada kerabat, tetangga, dan orang miskin.

Sekolah Islam: Kegiatan pendidikan dan kurikulum dapat digunakan untuk bimbingan siswa perempuan serta guru perempuan dan staf.

Masjid: Perempuan harus diizinkan pergi ke masajid untuk kegiatan bermanfaat. Masjid adalah tempat yang cocok untuk beberapa kegiatan perempuan seperti kelompok belajar Quran dan pelatihan lainnya. Serta tempat-tempat lain seperti Rumah Sakit, Penjara, dan Lembaga Kesejahteraan Sosial, Sekolah Tinggi atau Universitas Perempuan.

Ada banyak ayat dalam Quran yang mewajibkan pria Muslim dan perempuan untuk melakukan Dakwah, dan mengajak kepada yang baik dan melarang yang jahat. Sebagai contoh, Allah berfirman:

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung (QS.3 :104).  Wallohua'lam.  ( asularasy / arrahmah.com )

Sunday, March 25, 2012

Ketika Hati Menanti


akhwat
Kesekian kali Aku mencoba bermain rasa.
Aku yang sekarang yang memiliki hati mulai menginginkan sesuatu.
Aku bukanlah Wanita Mulia yang pantas memiliki rasa yang luar biasa!
mungkin ini hanya mimpi? mungkin juga hanya hayal tak pasti? tapi ini sungguh nyata!

Aneka gado-gado mengoda-goda.

Kau tawarkan pesona indah senjatamu tuk merayu hatiku. kau luluhkan hatiku dengan aneka caramu hingga aku menanggalkan apa yang ku anggap paling berharga dalam diriku.
Sang hati yang kumiliki kan ku berikan pada seseorang yang mengetahui betapa berharganya nilau sekeping hati
Luluhnya hatiku Mungkin karena aku terlalu mengemis menanti sang pujangga hati! padahal janjimu begitu nyata Ya Rabb, setiap manusia telah memiliki jodohnya masing-masing tanpa harus takut akan hidup ini !!!

Ya Rabbi, Aku berdoa untuk seorang pria yg akan menjadi bagian dari hidupku..

Seorang pria yg sungguh mencintai-MU lebih dari segala sesuatu..
Seorang pria yg akan meletakkanku pada posisi kedua di hatinya setelah Engkau..
Seorang pria yg hidup bukan untuk dirinya sendiri tetapi untuk-MU..
Seorang pria yg mempunyai sebuah hati yg sungguh mencintai & haus akan Engkau & memiliki keinginan untuk menauladani sifat2 Agung-Mu..
Seorang pria yg mengetahui bagi siapa & u/ apa ia hidup, sehingga hidupnya tidaklah sia- sia..
Seorang pria yg memiliki hati yg bijak bukan hanya sekedar otak yg cerdas..
Seorang pria yg tidak hanya mencintaiku tetapi juga menghormatiku..
Seorang pria yg tidak hanya memujaku tetapi dapat juga menasehati ketika aku berbuat salah..
Seorang pria yg mencintaiku bukan karena kecantikanku tetapi karena hatiku..
Seorang pria yg dapat menjadi sahabat terbaikku dalam tiap waktu dan situasi..
Seorang pria yg membutuhkan dukunganku sebagai peneguhnya..
Seorang pria yg membutuhkan doaku untuk kehidupannya..
Seorang pria yg membutuhkan senyumanku u/ mengatasi kesedihannya..
Seorang pria yg membutuhkan diriku untuk membuat hidupnya menjadi sempurna..

Dan aku juga meminta agar aku menjadi seorang wanita yg dapat membuat pria itu bangga..

Berikan aku sebuah hati yg sungguh mencintai-Mu, sehingga aku dapat mencintainya dgn cinta-Mu, bukan mencintainya dgn sekedar cintaku..
Berikanlah sifat-Mu yg lembut sehingga kecantikanku datang dari-MU bukan dari luar diriku..
Berilah aku tangan-Mu sehingga aku selalu mampu berdoa untuknya..
Berikanlah aku penglihatan-Mu sehingga aku dapat melihat banyak hal baik dalam dirinya & bukan hal buruk saja..
Berikan aku mulut-Mu yg penuh dengan kata2 kebijaksanaan-Mu & pemberi semangat, sehingga aku dapat mendukungnya setiap hari, & aku dapat tersenyum padanya setiap pagi..

Dan bilamana akhirnya kami akan bertemu, aku berharap kami berdua dapat mengatakan "Betapa besarnya Engkau karena telah memberikan kepadaku seseorang yang dapat membuat hidupku menjadi sempurna".

Aku mengetahui bahwa Engkau menginginkan kami bertemu pada waktu yang tepat dan Engkau akan membuat segala sesuatunya indah pada waktu yang Kau tentukan..
Aku yakin semua akan indah pada waktunya.. untuk itu aku akan sabar menunggu waktu itu tiba..

Aamiin Ya Robbal 'aalamin
referensi : copasmania berbagai sumber

Friday, March 23, 2012

Nikmatnya Berislam

Berbagai nikmat Tuhan Allah yang di berikan kepada kaum muslimin membuat iri orang-orang yahudi dan nasrani, sehingga mereka berupaya agar kaum muslimin tidak mengamalkan agama ini, atau bahkan mereka berusaha mengeluarkan kaum muslimin dari agama Islam untuk mengikuti agama mereka.

Sesungguhnya sebesar-besar nikmat Allah atas Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah nikmat Islam. Dimana Allah mengutus kepada mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri, yang mereka kenal nasabnya (silsilah keturunannya, ed.) dari sebaik-baiknya nasab.

Allah berfirman : “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum ( kedatangan Nabi ) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. “ (QS. Ali Imran : 164).

Dengan diutusnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya, dari kelalaian menuju kesadaran, dari perpecahan menuju persatuan, dari permusuhan menuju persaudaraan, dari kehinaan menuju kemuliaan , dari kehancuran menuju keselamatan, dan dari tepi neraka menuju taman-taman surga.

Allah memilihkan bagi mereka agama yang kokoh dan sempurna dalam masalah aqidah, ibadah, muamalah, akhlaq, politik dan sebagainya. Maka putus asalah upaya musuh – musuh Islam untuk menghancurkan Islam, menyelewengkan serta mengurangi ajarannya.

Allah berfirman : “Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Ku- sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan padamu nikmat-Ku, dan telah Ku- ridhoi Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah : 3).

Dan sungguh Allah bersaksi atas kesempurnaan agama ini, dan menjadikannya sebagai penutup segala risalah, serta Allah mewajibkannya kepada segenap manusia dan jin untuk mengikutinya pada setiap waktu serta pada setiap generasi. Dan Allah tidak akan pernah menerima amalan hamba-Nya yang beragama dengan selain agama Islam, serta memasukkannya dalam golongan yang merugi.

Allah berfirman : “Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran : 85).

Allah juga berfirman : “Sesungguhnya agama ( yang di ridhoi ) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran : 19 )

Allah juga menjamin untuk menjaga agama ini dari hawa nafsu orang-orang yang sesat dan dari tangan-tangan musuh Islam yang ingin menghancurkan Islam.

Allah berfirman : “Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. “(QS. AT-Taubah : 32).

“Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meski orang-orang kafir benci. “(QS. Ash-Shaff : 8).

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesengguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr : 9).

Dan Allah juga berjanji kepada pengikut agama ini untuk memuliakannya serta menolong dari tipu daya musuh-musuhnya jika mereka beriman dan mengerjakan amal shaleh.

Allah berfirman : “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shaleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nur : 55).

Sesungguhnya agama ini mempunyai banyak musuh pada zaman pertama kali wahyu diturunkan dan juga pada setiap tempat dan waktu. Dan ini sudah menjadi Sunnatullah, bahwa setiap pembawa kebenaran yang mengamalkan serta menda’wahkannya pasti mendapatkan perlawanan dari pembawa kebathilan dan penyerunya yaitu setan dan bala tentaranya.

Allah berfirman : “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan- syaitan (dari jenismu) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. “(QS. Al-An’am : 112).

“ Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi itu musuh dari orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong.” (QS. Al-Furqan : 31).

Mereka berusaha untuk menghalangi kaum muslimin dari agamanya, memberikan keragu-raguan pada aqidah mereka, serta menimbulkan permusuhan di antara kaum muslimin untuk memecah belah mereka. Mereka kerahkan segala kemampuan mereka untuk menghalangi kaum muslimin yang akan mempelajari serta mengamalkan agamanya. Dan ini dinyatakan oleh iblis dihadapan Allah, bahwa dia akan menghalangi manusia dari jalan kebenaran dari segala penjuru.

Allah berfirman : “Iblis menjawab : “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar- benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta’at). “(QS. Al-A’raf : 16-17).

Nikmat-nikmat Allah yang di berikan kepada kaum muslimin membuat iri orang-orang yahudi dan nasrani, sehingga mereka berupaya agar kaum muslimin tidak mengamalkan agama ini, atau bahkan mereka berusaha mengeluarkannya dari agama Islam untuk mengikuti agama mereka.

Allah berfirman : “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah : “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar). “Dan sesungguhnya jika kamu mau mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS. Al- Baqarah : 120).

Oleh karena itu kita sebagai kaum muslimin wajib untuk mensyukuri nikmat-nikmat Allah tersebut, mengakui serta menjaganya, niscaya Allah akan menambah nikmat-Nya kepada kita. Akan tetapi tatkala kita mengingkari nikmat Allah kepada kita apabila ni’mat yang besar ini, Allah akan menggantikannya dengan adzat-Nya yang pedih.

Allah berfirman : “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan : “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. “(QS. Ibrahim : 7).

Kita minta kepada Allah agar kita di beri kemudahan untuk bersyukur kepada-Nya dan juga kita meminta kepada-Nya untuk menjaga agama kita, berilmu amaliah dan beramal ilmiah serta kita memohon agar meninggal dalam keadaan tetap memeluk agama Islam. Amin Ya Rabbal ‘alamin.

Wallahu a’lam bish shawab.

i love islam

Sumber : BULETIN DAKWAH AT-TASHFIYYAH, Surabaya Edisi : 08 / Dzulhijjah / 1424

http//: www.darussalaf.org versi offline
@ http://senyumkudakwahku.blogspot.com/


Baca Artikel Diskusi Islam Menarik dan Bermanfa'at Lainnya Disini

Wednesday, March 21, 2012

Kewirausahaan Alumni Pesantren

Menumbuhkan Semangat Kewirausahaan Alumni Pesantren

Mengawali tulisan ini, penulis bermaksud merefleksikan peran dan kiprah alumni pondok pesantren di berbagai ruang dan bidang. Sejauhmana peran dan kiprahnya, tantangannya seperti apa dan bagaimana dengan komunitas jaringan alumni pesantren.

Untuk melihat sebaran ruang alumni pondok pesantren itu, maka paling tidak kita dapat melihat dalam beberapa aspek aktifitas dan ruang ; pertama, kiprah alumni yang bergerak di dunia pendidikan (seperti mereka yang memiliki pesantren, sekolah umum, madrasah, yayasan dan lembaga kursus), kedua, kiprah alumni di ranah politik (dalam hal ini baik ruang keterlibatan alumni dalam partai politik praktis, maupun pengamat politik), ketiga, kiprah alumni dalam dunia sosial-kemasyarakatan (pendidik, muballig, tokoh masyarakat, aktivis budaya, aktivis sosial, penggiat LSM), keempat, ruang alumni dibidang pemerintahan, dan kelima ruang alumni di ranah ekonomi dan kewirausahaan.

Dari lima ruang public yang dimasuki alumni pesantren, nampaknya ranah ekonomi dan kewirausahaan menenmpati urutan terakhir. Untuk itu tulisan ini bermaksud memberikan perspektif dan analisa sejauhmana potensi alumni dalam rangka meningkatkan peran di bidang ekonomi dan kewirausahaan di lingkungan masyarakat, dan bagaimana upaya yang harus dilakukan.

Menimbang Eksistensi Pesantren

Pesantren yang merupakan lembaga pendidikan tradisional sering dikaitkan dengan prinsip keikhlasan yang dimiliki guru-gurunya dalam mengajar, mereka mengajar tanpa pamrih dan terkadang hidup mereka “diwakafkan” untuk pesantren. keikhlasan para pendiri dan guru gurunya menjadi salah satu alasan mendasar perkembangan pesantren yang begitu cepat. Catatan Direktorat Pendidikan Islam Kementrian Agama Pusat, pada tahun 2006 saja di Indonesia ada 16.015 buah pesantren, sebuah angka yang sangat fantastik. Alumnusnya mencapai puluhan juta orang dan tersebar di seluruh pelosok tanah air. Fakta itu menunjukkan bahwa pesantren merupakan kekuatan potensial dan luar biasa yang dimiliki bangsa Indonesia. Perannya bagi kemajuan negara sungguh tak ternilai harganya.

Begitu juga dengan jiwa kesederhanaan dan apa adanya yang selalu ditanamkan di kalangan civitas akademika pesantren. Prinsip ini mengajarkan santri untuk hidup selalu dalam kesederhanaan, menghindari hal-hal yang berbau poya-poya atau tidak bermanfaat, sebuah system kehidupan yang berjalan dengan apa adanya seperti air yang mengalir.

Jiwa keikhlasan dan kesederhanaan ini harus terus dipertahankan, tetapi jangan sampai hal ini membuat pesantren tidak merasa berkewajiban untuk memperhatikan kesejahtraan guru-guru dan berusaha untuk meningkatkan fasilitas pendidikanny, atau memodernkannya. Dalam catatan Kemenag RI, banyak pesantren-pesantren khususnya pesantren salaf yang mempunyai fasilitas pendidikan di bawah standar. Sebagai contoh dalam hal asrama santri, satu kamar yang berukuran sekitar 3 x 2m dihuni oleh delapan hingga dua puluh santri, karena kamarnya penuh dengan lemari para santri terkadang harus tidur di kelas, di mesjid, jerambah dan hanya beralaskan sajadah dan berbantalkan peci di kepala.

Inilah gambaran umum tentang pesantren khususnya pesantren salaf, sehingga berimplikasi pada lulusan pesantren ketika berkiprah di masyarakat. Mereka merasa bahwa dirinya kelas dua bila dibandingkan dengan lulusan lembaga pendidikan lainnya seperti perguruan tinggi. Bekal soft skill seperti kemamandirian dan kesederhanaan seharusnya bisa menjadi modal dalam mengembangkan diri di tengah masyarakat.

Namun demikian situasi dan kondisi sederhana ini tidak berbanding lurus dengan kualitas SDM yang dihasilkan. Semakin sederha maka semakin jelek kualitas pendidikannnya, sebaliknya semakin baik maka semakin baik kualitas pendidikannnya. Banyak kader-kader pesantren yang pada akhirnya bisa eksis di tengah masyarakat baik lokal, regional, maupun nasional.

Menumbuhkan Sikap Entrepreneur

Berdasar kalkulasi Ciputra, seorang pengusaha properti, jumlah entrepreneur di tanah air saat ini baru sekitar 400 ribu orang atau 0,18 persen dari populasi. Padahal, untuk menjadi bangsa maju, Indonesia setidaknya butuh entrepreneur sebanyak 2 persen dari populasi. Untuk itu, Ciputra menyarankan agar pemerintah membentuk entrepreneurship center di setiap lembaga pendidikan termasuk pesantreni agar mampu mendidik para mahasiswa supaya dapat menciptakan lapangan kerja setelah menjadi sarjana.

Kurangnya minat para sarjana menjadi entrepreneur salah satunya memang disebabkan kurikulum perguruan tinggi yang tidak mendorong kreativitas wirausaha para mahasiswa. Universitas hanya mencetak calon-calon buruh terdidik yang hanya puas mendapat gaji dan tidak berani mengambil risiko memulai sebuah usaha.

Kerwirausaha merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia karena keberadaannya sebagai khalifah fil-ardh dimaksudkan untuk memakmurkan bumi dan membawanya ke arah yang lebih baik. Namun kenyataannya tidak mudah bagi kita untuk memulai terjun berwirausaha. Kendala, rintangan dan kesukaran senantiasa menghampiri aktifitas didalamnya, namun demikian berbagai permasalahan yang datang adalah lembaran utama berupa proses menuju pendewasaan dan kematangan seorang entrepreneurship yang bermuara pada kesuksesan dalam mengelola suatu bidang usaha.

Berikut kunci sukses berwirausaha menurut Dr. Reinald Kasali untuk memulai suatu usaha bisa sukses yaitu : BODOL (Berani, Optimis, pakai Duit Orang lain), BOTOL (Berani, Optimis, pakai Tenaga Orang Lain), dan BOBOL (berani, optimis, pakai sistem Bisnis Orang Lain/ meniru Bisnis Orang Lain).

1. BODOL. Menggunakan uang orang lain dalam memulai usaha Justru amat menantang karena ada kewajiban untuk mengembalikannya tepat waktu. Lagipula jika uang orang lain yang dipakai maka secara logika spritual yang mendo’akan supaya usaha sukses tidak hanya kita, tapi seluruh keluarga yang punya uang.

2. BOTOL. Inilah bedanya pedagang dan pengusaha, pedagang merefleksikan dirinya sebagai pemilik, manajer, sekaligus sebagai karyawan apapun, sehingga usaha tersebut bertumpu hanya pada dirinya sensiri. Berbeda dengan pebisnis, system usaha dibangun berdasatrkan fungsi masing-masing. Owner (pemilik), manajer, dan karyawan mempunyai fungsi masing-masing, sehingga dalam sebuah bisnia perlu merekrut tenaga orang lain agar usahanya jalan. Warteg misalnya yang berkembang di Jakarta, sudah menerapkan system bisnis modern sehingga mereka ntetap eksis meski pemiliknya tinggal di Tegal.

3. BOBOL. Untuk BOBOL, disarankan untuk meniru sistem yang sudah sukses, misalnya waralaba. Atau untuk jenis produknya, bisa meniru yang sudah sukses dengan melakukan sedikit inovasi. Bukan mustahil, kita yang datang belakangan bisa lebih sukses dari pendahulu kita jika memang kualitasnya lebih baik dan harganya lebih murah.

Seorang entrepreneur harus bisa memanfaatkan waktu, tenaga (ketrampilan) dan duit orang lain untuk mencapai kesuksesan. Artinya, yang fokus dalam berusaha bukanlah si pengusahanya melainkan para profesional yang bekerja padanya. Tentu saja para profesional ini bisa jadi lebih pandai darinya. Agar para profesional ini tidak lari, maka perlu membesarkan radius kepercayaan mereka. Salah satunya dengan cara berikan saham atau profit sharing yang seimbang dengan profesionalitas masing-masing.

Tentu ketiga prinsip ini harus dibarengi dnegan sikap mental yang harus perlu dimiliki oleh seorang wirausahawan agar sukses menjalankan wirausahanya, di antaranya adalah : (1) Kreatif dan Inovatif; (2) Optimis dan Tegar; (3) Pekerja Keras; (4) Multi Tasking; (5) Berhemat, dan (6) Berani Ambil Resiko.

Profil Bisnis Pesantren

Tidak bermaksud menggurui alumni pesantren, tetapi sekedar menggugah angan-angan untuk memberikan eksistensi alumni di tengah masyarakat, bahwa alumni pesantren bisa melakukan upaya-upaya entrepreneur sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

1. Bisnis Waralaba; yaitu kerja sama antara entrepreneur (franchisee) dengan perusahaan besar (franchisor/parent company) dalam mengadakan persetujuan perjanjian untuk menyelenggarakan usaha. Bentuk usaha fanchisee adalah duplikasi dari perusahaan franchisor.

Kerja sama ini biasanya dengan dukungan awal seperti pemilihan tempat, rencana bangunan, pembelian peralatan, pola arus kerja, pemilihan karyawan, advertensi, pembukuan, pencatatan dan akuntansi, konsultasi, standar, promosi, pengendalian kualitas, riset, nasihat hukum, dan sumber sumber permodalan.

KELEBIHAN KEKURANGAN

- Pelatihan formal
- Batuan manajemen keuangan
- Metode pemasaran yang telah terbukti
- Bantuan manajemen operasional
- Jangka waktu permulaan bisnis lebih cepat
- Tingkat kegagalan keseluruhan lebih rendah
- Pajak Franchise
- Royalti
- Batas pertumbuhan
- Kurangnya kebebasan dalam operasi
- Franchisor mungkin penyalur tunggal dari beberapa
- perlengkapan

2. Koperasi Jasa Keuangan Syariah; KJKS atau BMT Syirkah Muawanah merupakan upaya minimal dalam rangka mediasi antara shohibul mal dengan mudhorib dalam istilah perbankan syariah. Upaya ini telah dilalkukan oleh Pesantren Maslakul Huda dengan mendidrikan BPR Syariah Arta Huda dan BPR Konvensional Arta Surya di Kajen Pati.

3. Wisata Religi; Wisata religi merupakan fenomena manarik yang semakin hari semakin menyita waktu sebagian besar masyarakat Indonesia umumnya, dan masyarakat santri di Jawa pada khususnya. Menarik tidak hanya dilihat dari aspek syar’I tetapi dari aspek bisnis menjadi ranah bisnis yang prospektif. Menyiapkan saraana transportasi, menyiapkan akomodasi seperti penginapan dan konsumsi menjadi lahan yang menarik. Untuk itu bermunculan EO (event organization) atau penyelenggara wisata yang konsen dengan wisata religi.

Contoh-contoh tersebut sekedar profil bisnis yang sangat mungkin dilakukan oleh para alumni pesantren yang ingin berkiprah dalam dunia kewirausahaan (entrepreneur). Selamat mencoba. Wallohu A’lamu bi Shawab.

wira usah

Oleh: Dr. Imam Yahya, M.Ag.
(Alumni Pondok Pesantren An-Nur Lasem Rembang &
Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang)
CopasMania : http://imamyahya.blogspot.com/

Membina Insan Sejatinya Muslim

Dalam diri seseorang haruslah tertanam semangat akan kemenangan Islam...

dakwah pemikiran islam

     Beribadah senang dan tenang adalah kunci keberhasilan.....
Meraih kegembiraan dengan menanamkan rasa bangga beragama islam merupakan salah satu gambaran bahwa sempurnanya iman sesorang. oleh karnanya beribadah haruslah berlandaskan 'ilmu yang sesuai dengan sayari'at yang Rosulullah S.A.W ajarkan.
    
     'Ilmu adalah landasan Utama untuk menjadikan kita seorang insan yang beragama islam dan memiliki keperibadian Muslim (kepribadian yg memiliki nilai-nilai agama Islam memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab sesuai dgn nilai-nilai Islam).

     Menurut Syaikh Hasan Al-Banna, kepribadian Islam meliputi 10 aspek, yaitu :

1. Salim Al-Aqidah (bersihnya akidah). Setiap individu dituntut untuk memiliki kelurusan akidah yang hanya dapat mereka peroleh melalui pemahaman terhadap Al-qur’an & As-Sunnah.

2. Shahih Al-Ibadah (lurusnya ibadah). Setiap individu dituntut untuk beribadah sesuai dengan tuntutan syariat. Pada dasarnya ibadah bukanlah hasil ijtihad seseorang karena ibadah tidak dapat diseimbangkan melalui penambahan, pengurangan, atau penyesuaian dengan kondisi dan kemajuan zaman.

3. Mantin Al-Khuluq (kukuhnya akhlak). Setiap individu dituntut untuk memiliki ketangguhan akhlak sehingga mampu mengendalikan hawa nafsu dan syahwat.

4. Qadir ‘ala Al-Kasb (mampu mencari penghidupan). Setiap individu dituntut untuk mampu menunjukkan potensi dan kreativitasnya dalam kebutuhan hidup.

5. Mutsaqaf Al-Fikr (luas wawasan berpikirnya). Setiap individu dituntut untuk memiliki keluasan wawasan. Ia harus mampu memanfaatkan setiap kesempatan untuk mengembangkan wawasan.

6. Qawiy Al-Jism (kuat fisiknya). Setiap individu dituntut untuk memiliki kekuatan fisik melalui sarana yang dipersiapkan Islam.

7. Mujahid linafsih (pejuang diri sendiri). Setiap individu dituntut untuk memerangi hawa nafsunya dan mengukuhkan diri di atas hokum-hukum Allah melalui ibadah dan amal shaleh. Artinya, setiap pribadi dituntut untuk berjihad melawan bujuk rayu setan yang menjerumuskan manusia ke dalam kebathilan dan kejahatan.

8. Munazham fi syu’unih (teratur urusannya). Setiap individu dituntut untuk mampu mengatur segala urusannya sesuai dengn aturan Islam. Pada dasarnya segala yang tidak teratur hanya akan berakhir pada kegagalan.

9. Haris ‘ala Waqtih (memperhatikan waktunya). Setiap individu dituntut untuk mampu memelihara waktunya sehingga akan terhindar dari kelalaian. Setiap individu juga dituntut untuk mampu menghargai waktu orang lain sehingga tidak akan membiarkan orang lain melakukan kesia-siaan.

10. Nafi’ li Ghairih (bermanfaat bagi orang lain). Setiap individu harus menjadikan dirinya bermanfaat bagi orang lain.

Bagi Insan yang ingin memiliki keperibadian muslim  hendaknya mampu menumbuhkembangkan berbagai sifat positif dalam kepribadian dengan mengamalkan 'ilmu/pengetahuan yang di miliki, sehingga lahirlah pribadi membanggakan, buah dari proses tarbiyah yang berkesinambungan.

Oleh karnanya mulailah sedikit demi sedikit berbuat segala hal dengan 'ilmu dan terus menerus dalam menjalankannya serta terus menerus dalam mencari 'ilmunya.

أُطْلُبُوا الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ اِلىَ اللَّهْدِ
"Tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai liang lahat”
“Long life education

     Peran keluarga dalam membentuk pribadi Muslim.

Dari mana pondasi awal pribadi islam terbentuk? Jika cermati peranan keluarga memiliki andil yang besar dalam membentuk syakhsiyah islamiyah (kepribadian islam) jangan sampai orang tua mengalihkan peran mendidik anak ini sepenuhnya kepada sekolah. Orang Tua menjadi penanggung jawab bagi masa depan anak-anaknya,  maka setiap muslim dewasa (tidak hanya seorang guru) menjalankan fungsi edukasi. Wajib bagi kita semua menegakkan ‘amar ma’ruf nahi munkar untuk mengubah masyarakat menuju kemandirian dan kebangkitan Islam. Mengenalkan islam sebagai sebuah aturan hidup menjadi hal yang penting harus diajarkan orangtua kepada anak karena Islam sebagai sebuah mabda (ideologi), islam tidak terbatas hanya kepada hal spritual tetapi juga mencakup sistem yang mengatur urusan hidup yang disebut nizham atau syariah. Tujuan mengenalkan mabda’ Islam adalah dalam rangka membentuk pola pikir dan pola sikap yang islami (membentuk kepribadian Islam) pada diri anak. Selanjutnya dengan pembentukan ini, anak akan siap mengemban Islam sebagai kaidah berpikir dan kepemimpinan berpikirnya. Oleh karena itu, pengenalan mabda’ Islam kepada anak dilakukan dengan mengenalkan dan menanamkan akidah dan syariah Islam dalam beberapa tahap perkembangan anak yaitu pada tahap Masa mengandung dan melahirkan, Usia dini; masa pembentukan dasar-dasar kepribadian Islam, Usia pra balig; masa pemantapan dan pembiasaan dalam melaksanakan syariah.

Sudah saatnya kita kembali ke dalam sistem pendidikan Islam dengan sistem pendidikan islam akan terwujud generasi yang siap jadi pemimpin dunia dan membawa kepada keadaan yang lebih baik.

salam. zahir muhammad | berbagai sumber

Sunday, March 18, 2012

Fiqih


bunga indah
Fikih (Bahasa Arab: ﻓﻘﻪ; transliterasi: Fiqih) adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan Tuhannya. Beberapa ulama fikih seperti Imam Abu Hanifah mendefinisikan fikih sebagai pengetahuan seorang muslim tentang kewajiban dan haknya sebagai hamba Allah.

Fikih membahas tentang cara bagaimana cara tentang beribadah, tentang prinsip Rukun Islam dan hubungan antar manusia sesuai dengan dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Dalam Islam, terdapat 4 mazhab dari Sunni, 1 mazhab dari Syiah, dan Khawarij yang mempelajari tentang fikih. Seseorang yang sudah menguasai ilmu fikih disebut Fakih.

Etimologi

Dalam bahasa Arab, secara harfiah fikih berarti pemahaman yang mendalam terhadap suatu hal. Beberapa ulama memberikan penguraian bahwa arti fikih secara terminologi yaitu fikih merupakan suatu ilmu yang mendalami hukum Islam yang diperoleh melalui dalil di Al-Qur'an dan Sunnah. Selain itu fikih merupakan ilmu yang juga membahas hukum syar'iyyah dan hubungannya dengan kehidupan manusia sehari-hari, baik itu dalam ibadah maupun dalam muamalah. Dalam ungkapan lain, sebagaimana dijelaskan dalam sekian banyak literatur, bahwa fiqh adalah "al-ilmu bil-ahkam asy-syar'iyyah al-amaliyyah al-muktasab min adillatiha at-tafshiliyyah", ilmu tentang hukum-hukum syari'ah praktis yang digali dari dalil-dalilnya secara terperinci". Terdapat sejumlah pengecualian terkait pendefinisian ini. Dari "asy-syar'iyyah" (bersifat syari'at), dikecualikan ilmu tentang hukum-hukum selain syariat, seperti ilmu tentang hukum alam, seperti gaya gravitasi bumi. Dari "al-amaliyyah" (bersifat praktis, diamalkan), ilmu tentang hukum-hukum syari'at yang bersifat keyakinan atau akidah, ilmu tentang ini dikenal dengan ilmu kalam atau ilmu tauhid. Dari "at-tafshiliyyah" (bersifat terperinci), ilmu tentang hukum-hukum syari'at yang didapat dari dalil-dalilnya yang "ijmali" (global), misalkan tentang bahwasanya kalimat perintah mengandung muatan kewajiban, ilmu tentang ini dikenal dengan ilmu ushul fiqh.

Sejarah Fikih
Masa Nabi Muhammad saw

Masa Nabi Muhammad saw ini juga disebut sebagai periode risalah, karena pada masa-masa ini agama Islam baru didakwahkan. Pada periode ini, permasalahan fikih diserahkan sepenuhnya kepada Nabi Muhammad saw. Sumber hukum Islam saat itu adalah al-Qur'an dan Sunnah. Periode Risalah ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu periode Makkah dan periode Madinah. Periode Makkah lebih tertuju pada permasalah akidah, karena disinilah agama Islam pertama kali disebarkan. Ayat-ayat yang diwahyukan lebih banyak pada masalah ketauhidan dan keimanan.

Setelah hijrah, barulah ayat-ayat yang mewahyukan perintah untuk melakukan puasa, zakat dan haji diturunkan secara bertahap. Ayat-ayat ini diwahyukan ketika muncul sebuah permasalahan, seperti kasus seorang wanita yang diceraikan secara sepihak oleh suaminya, dan kemudian turun wahyu dalam surat Al-Mujadilah. Pada periode Madinah ini, ijtihad mulai diterapkan , walaupun pada akhirnya akan kembali pada wahyu Allah kepada Nabi Muhammad saw.

Masa Khulafaur Rasyidin


Masa ini dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad saw sampai pada masa berdirinya Dinasti Umayyah ditangan Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Sumber fikih pada periode ini didasari pada Al-Qur'an dan Sunnah juga ijtihad para sahabat Nabi Muhammad yang masih hidup. Ijtihad dilakukan pada saat sebuah masalah tidak diketemukan dalilnya dalam nash Al-Qur'an maupun Hadis. Permasalahan yang muncul semakin kompleks setelah banyaknya ragam budaya dan etnis yang masuk ke dalam agama Islam.

Pada periode ini, para faqih mulai berbenturan dengan adat, budaya dan tradisi yang terdapat pada masyarakat Islam kala itu. Ketika menemukan sebuah masalah, para faqih berusaha mencari jawabannya dari Al-Qur'an. Jika di Al-Qur'an tidak diketemukan dalil yang jelas, maka hadis menjadi sumber kedua . Dan jika tidak ada landasan yang jelas juga di Hadis maka para faqih ini melakukan ijtihad.

Menurut penelitian Ibnu Qayyim, tidak kurang dari 130 orang faqih dari pria dan wanita memberikan fatwa, yang merupakan pendapat faqih tentang hukum.

Masa Awal Pertumbuhan Fikih

Masa ini berlangsung sejak berkuasanya Mu'awiyah bin Abi Sufyan sampai sekitar abad ke-2 Hijriah. Rujukan dalam menghadapi suatu permasalahan masih tetap sama yaitu dengan Al-Qur'an, Sunnah dan Ijtihad para faqih. Tapi, proses musyawarah para faqih yang menghasilkan ijtihad ini seringkali terkendala disebabkan oleh tersebar luasnya para ulama di wilayah-wilayah yang direbut oleh Kekhalifahan Islam.

Mulailah muncul perpecahan antara umat Islam menjadi tiga golongan yaitu Sunni, Syiah, dan Khawarij. Perpecahan ini berpengaruh besar pada ilmu fikih, karena akan muncul banyak sekali pandangan-pandangan yang berbeda dari setiap faqih dari golongan tersebut. Masa ini juga diwarnai dengan munculnya hadis-hadis palsu yang menyuburkan perbedaan pendapat antara faqih.

Pada masa ini, para faqih seperti Ibnu Mas'ud mulai menggunakan nalar dalam berijtihad. Ibnu Mas'ud kala itu berada di daerah Iraq yang kebudayaannya berbeda dengan daerah Hijaz tempat Islam awalnya bermula. Umar bin Khattab pernah menggunakan pola yang dimana mementingkan kemaslahatan umat dibandingkan dengan keterikatan akan makna harfiah dari kitab suci, dan dipakai oleh para faqih termasuk Ibnu Mas'ud untuk memberi ijtihad di daerah di mana mereka berada.

Sumber : Wikipedia

Izinkan Aku Bahagia Bersamanya

love
Senyumku Dakwahku -  Sebuah konsep kebahagian yang hakiki; yaitu tujuan hidup kita di dunia ini, baik itu dalam belajar, bekerja, ataupun berusaha, hanya satu saja “mendapatkan ridho Allah SWT”.

Akhina fillah... kau tawarkan rangkaian pesona indah lisanmu tuk meluluhkan hatiku...
Perbuatan tingkah lakumu menggambarkan sikap isi hatimu, seakan tak ada sedikit cacat dalam pengetahuan dan pengamalanmu....

Disini aku hanya seorang akhwat menanti janji tuhan akan hadirnya penyempurna dalam hidupku, penyempurna sebagian agamaku....
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Ar Ruum : 21)
Akhina fillah... Siapa aku ini...???
Aku hanya seorang yang mengaku akhwat tak tau diri, yang mempunyai rasa yang begitu besar pada seorang peria yang berjiwa bersih dan 'alim sesempurna dirimu....
Padahal aku hanya seorang Wanita Kotor.... yang ucapan dan prilaku dalam keseharianku tak ada kecocokan antra keduanya!
Semua ku serahkan kepada Allah ta’ala semata.

Akhi, Tentunya antum pernah mendengar hadits yang tersohor ini. Bahwa wanita dinikahi kerana empat perkara: kecantikannya, hartanya, keturunannya, atau diennya. Maka pilihlah yang terakhir kerana ia akan membawa lelaki kepada kebahagiaan yang hakiki.

Akhina fillah...
Salahka aku ini...???
Memiliki segumpal rasa dalam sekeping hati yang teramat tulus mencintaimu dan ingin ku Bahagia Bersamamu.... 

Mulai ku Berharap....
Entah dengan angan yang tak pasti, dan dengan khayal yang tinggi...

Yaaaa, mungkin... hanyalah sebuah mungkin.............

Tapi... Yang ku yakini saat ini adalah rasah hati yang akan selalu tulus mencintimu sampai takdir menepi dalam ikatan Suci hingga akhirnya aku Bahagia Bersamamu . . .

Akhifillah,  Mari kita sucikan hati dengan taubat nasuha.
Pesan saya, siapkan diri antum menjadi mujahid. Insya Allah, akan ada ratusan Asma dan Aisyah yang akan menyambut uluran tangan antum untuk berjihad bersama-sama.

Saturday, March 17, 2012

Arti Makna Shalawat

Shalawat Nabi.
Sholalloh 'ala Muhammad.
Allohuma Sholli 'alaihi.

Jika nama Nabi Muhammad maka jawablah dengan doa. Di atas contoh shalawat dan bacaan tuk menjawabnya. Paling simpel.

Sungguh suatu keganjilan dan memprihatinkan sekali bila ada seorang muslim yang mengaku rajin bershalawat, baik itu saat beribadah maupun pada saat berdoa, tidak mengetahui arti makna shalawat itu sendiri.

Namun,
belumlah terlambat, tiada kata terlambat untuk belajar dan mengetahui maknanya.
Oleh karena itu, admin mencoba menjelaskan arti dan makna shalawat, Insya Alloh post lebih lanjut akan dijelaskan macam shalawat dan fadhilahnya.

Arti Shalawat.
Kalau mengacu definisi dalam bahasa Arab, termaktub dalam ensiklopedia, ditulis KH. Syarief Muhammad, shalawat adalah doa, rahmat Alloh SWT, berkah dan ibadah.

Secara istilah,
shalawat adalah menyampaikan permohonan doa keselamatan dan keberkahan kepada Allah SWT untuk Nabi Muhammad SAW dan yang membacanya akan mendapatkan pahala.

Itulah arti shalawat secara bahasa dan istilah.

MAKNA AL-QUR'AN

بسم الله الر حمن الر حيم


Al-Qur’ān (ejaan KBBI: Alquran, Arab: القرآن) adalah kitab suci agama Islam. Umat Islam percaya bahwa Al-Qur'an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, dan bagian dari rukun iman, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, melalui perantaraan Malaikat Jibril. Dan sebagai wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-'Alaq ayat 1-5
Mungkin kita pernah berfikir, kenapa Al_Quran di beri nama Apa arti kalimat Al-Qur'an? Apa asal katanya ? Adakah Al Qur'an sendiri telah menyebutkan dirinya dengan nama Al Qur'an ?

Di dalam Al Qur'an pernyataan nama ini, bisa ditemukan di banyak tempat. Tapi bukan maksudnya di sini untuk mengkalkulasi semua ayat yang terdapat didalamnya kalimat Al-Qur'an. Cukuplah dengan menyebutkan beberapa contoh, sebagai bukti : Dalam (QS:7:204) : " Dan apabila dibacakan Al Qur'an maka dengarlah dan perhatikalah ". Dalam (QS:15:87) : " Dan sesungguhnya Kami telah berikan kapadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang, dan Al-Qur'an yang agung ". Dalam (QS:56:77) : " Sesungguhnya Al-Qur'an ini bacaan yang
sangat mulya ". Dalam (QS:85:21) : " Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al-Qur'an yag mulya".

Secara definitif, banyak sekali 'Ulama yang merumuskan ta’rif Al-Qur’an, diantaranya, menurut Dr. Subhi as-Shalih dalam bukunya Mabahits fi Ulumil Qur’an, secara leksikal, Al-Qur’an merupakan bentuk mashdar dari fi’il madli qa-ra-a yang bermakna tala (membaca) diambil orang-orang Arab dari bahasa Aramia dan digunakannya dalam percakapan sehari-hari. Kata Qur’an bersinonim dengan kata qira’ah yang berarti al-maqru’ ( bacaan ). Secara terminologis, dengan mengutip pendapat Imam Ali As-Shabuni, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang mengandung mukjizat, yang diturunkan kepada penutup para nabi dan rasul, dengan perantara malaikat Jibril a.s. yang tertulis pada mashaaif. Diriwayatkan kepada kita secara mutawatir, bernilai ibadah jika dibaca. Diawali dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas.

Dr. Shalah Al Khalidi, seorang ahli dalam ilmu-ilmu Al-Qur'an kontemporer, menyebutkan bahwa Al-Qur'an dengan makna bacaan, itu lebih kuat, berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan di atas. ( lihat Hadzal Qur'an, oleh Dr Shalah Al-Khalidi, Darul Manar, Oman, 1993, hal:19 ). Rahasia penamaan Al-Qur'an dengan arti bacaan, adalah karena membaca Al-Qur'an merupakan ibadah. Dari An Nu'man bin Basyir ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda : " Yang paling utama dari ibadah umatku adalah membaca Al-Qur'an ". (HR:Albaihaqi dalam kitab Syu'abul Iman). Hadits ini sekalipun dha'if, tapi dikuatkan oleh hadits sahih diriwayatkan Imam Muslim, dari Abu Umamah Al Bahili ra. Ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : bacalah Al-Qur'an, karena ia pada hari kiamat nanti akan datang untuk memberikan syafaat kepada para pembacanya ". ( Sahih Muslim, Daru Ihya'u trutats Al Arabi, Bairut, Jilid:I, hl:553, Hadits:804).

Bila kata Al-Qur'an berasal dari kata " qara'a " denga makna menghimpun atau mengumpulkan, ini juga terdapat dalam (QS:2:228) dengan kata " quru' ". Allah berfirman : " Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri ( menunggu ) tiga kali quru' ". Sekalipun para ulama fikih berbeda pendapat dalam maksud " quru " di sini, apakah, maksudnya " tiga kali haid " atau " tiga kali suci ", tapi mereka bersepakat bahwa menyebut kondisi haid atau kondisi suci dengan istilah quru', dimaksudkan agar wanita menyelesaikan iddahnya dengan mengumpulkan semua kondisi itu sampai selesai.

Dengan menggabungkan antara arti bacaan dan himpunan atau kumpulan, dalam menelusuri makna kalimat Al-Qur'an, bisa dapatakan titik temu, bahwa ketika seorang membaca Al-Qur'an, ia telah mengumpulkan huruf-huruf kalimat dalam suatu rangkaian yang utuh, lalu melafalkannya dengan lisanya, dalam bentuk kalimat atau kata yang sempurna, sehingga enak didengarnya, nampak menjadi sebuah bangunan yang kuat saling mendukung, tak tergoyahkan. Dari membaca akan lahir pemahaman. Dari pemahaman akan lahir amal. Dengan demikian peranan nampak bahwa membaca merupakan urutan pertama dalam membangun ilmu pengetahuan, dan selanjutnya untuk membangun sebuah peradaban. Allah SWT, Maha tahu akan hakikat ini. Karenanya yang pertama kali diturunkan adalah surat Al-Alaq, yang dimulai dengan kata " iqra' ", perintah untuk membaca. Rasulullah SAW, pada waktu itu memang tidak bisa mebaca dan menulis. Karenanya disebut Ummi.

Lalu kalau direnungkan secara mendalam ayat-ayat yang pertama kali diturunkan itu, akan ditemukan bahwa ada dua perintah iqra' : Pertama, " iqra' bismirabbikalladzi khalaq " bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan ). Kedua, iqra' warabbukal akram ( bacalah dan tuhanmulah yang paling Pemurah ). Maksudnya bahwa kegiatan membaca harus tegak di atas keikhlasan kepada Allah semata, kejujuran untuk membesarkanNya, menyebarkan ajaranNya, dan memberikan pemahaman yang benar terhadap manusia, sehingga dengannya manusia mendapatkan kebahagiaan yang hakiki di dunia dan akhirat. 


Referensi : 

      Wikipedia, Pesantrenvirtual,  aslam el-syafi'i.