Wednesday, July 23, 2008

TASAWUF DAN IBADAH

Tasawuf Dan Ibadat

Seluruh umat Islam sepakat bahwa manusia tidak dapat dekat kepada Allah dan berjalan di jalanan yang menuju kepada-Nya, kecuali hanya dengan ikhlas beribadat, mengabdi semata-mata lillahi ta'ala.

Firman Allah SWT :
Artinya : Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dengan agama lurus. (Q.S. Al Bayyinah 98 : 5).


Kalau manusia sudah mampu mengikhlaskan ubudiyah atau pengabdiannya hanya semata-mata untuk Allah, dan menjadikan dirinya benar-benar sebagai hamba-hamba Allah yang mukhlasin (yang diakui ikhlasnya), maka iblis pun tidak akan mampu menggoda dan menyesatkannya lagi. Orang-orang mukhlasin tingkat inilah, yang mampu menegakkan ibadat yang murni ikhlas dan mampu menegakkan kebenaran dan keadilan.

Firman Allah SWT :
Artinya : Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan (Q.S. Al Fatihah 1 : 5).

Firman Allah SWT,
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang menegakkan (kebenaran) karena Allah dan menjadi saksi yang adil. (Q.S. Al Maidah 5 : 8).

Orang yang berkualitas mukhlasin begini ini tidak ada jalan bagi iblis dan syetan untuk menggoda dan menyesatkan mereka, karena Allah yang menjaganya.

Firman Allah SWT,
Artinya : Sesungguhnya hamba-hambaKu, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka, dan cukuplah Tuhanmu sebagai penjaga. (Q.S. Al Isra' 17 : 65).

Ketidaksanggupan untuk menggoda dan menyesatkan orang-orang mukhlasin ini diakui oleh iblis dan syetan.

Firman Allah SWT :
Artinya : Demi kekuasaanMu, Aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Mu yang benar-benar ikhlas di antara mereka. (Q.S. Shaad 38 : 82 - 83).

Firman Allah SWT,
Artinya : Ya Tuhanku, karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semua, kecuali hamba-hamba Mu yang mukhlasin, yang benar ikhlas diantara mereka. (Q.S. Al Hijr 15 : 39 - 40).

Kembali kepada tujuan atau sasaran ajaran dan amal tasawuf, yaitu melaksanakan hakikat ubudiyah guna memperoleh tauhid yang haqqul yakin, makrifatullah yang tahqik, yang menjadi kunci makbulnya adalah adab beribadat itu sendiri. Ibadat yang berbentuk syariah itu harus digerakkan oleh hati yang khusuk, tawaduk dan lillahi ta'ala. Situasi dan kondisi hati yang demikian ini, inilah yang dinamakan adab beribadat.

Tokoh sufi Al Jalajili mengatakan,
Artinya : Bahwa tauhid itu diwajibkan oleh Iman. Barang siapa yang tidak beriman, maka ia tidak bertauhid. Iman itu wajib, karena diwajibkan oleh syariat. Barang siapa yang tidak bersyariat, maka ia tidak beriman dan tidak bertauhid. Syariat itu wajib, karena diwajibkan oleh adab. Barang siapa yang tidak beradab, maka ia tidak bersyariat, tidak beriman dan tidak bertauhid. (Al Qusyayri : 403).

Sejalan dengan perkataan syekh Al Jalajili ini, para sufi mengatakan bahwa sesungguhnya seseorang hamba menjadi jauh dari Tuhannya, hanya karena dia tidak baik adabnya.
Para mukhlasin yang sudah dapat mewujudkan ubudiyah, pengabdian semata-mata karena Allah, tingkat berikutnya Allah akan menganugerahkan ilmu makrifat, ilmu mengenal rahasia-rahasia ghaib yang dinamakan dengan Ilmu Ladunni seperti yang telah diberikan kepada Nabi Khidir a.s.

Firman Allah SWT,
Artinya : Lalu keduanya Musa dan Khidir bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi kami, dan telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. (Q.S. Al Kahfi 18 :65).

Nabi Khidir a.s. benar-benar telah berhasil mewujudkan ubudiyah yang ikhlas sepenuhnya dan Allah melimpahkan Ilmu Ladunni dan Ilmu Makrifah sebagai buahnya. Demikian pula dengan Nabi Ayyub a.s sebagai buah ubudiyahnya yang penuh ikhlas, dapat sembuh dari penyakitnya dan kesehatannya pun pulih sepenuhnya setelah minum air yang sejuk yang memancar dari dalam tanah setelah hantaman kakinya.

Kisah ini diabadikan dalam Firman Allah yang artinya, "Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika dia menyeru Tuhannya, "Sesungguhnya aku diganggu syetan dengan kepayahan dan siksaan". (Allah berfirman), "Hantamkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum". Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai fikiran. Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu, dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar, dialah sebaik-baik hamba karena dia sesungguhnya amat taat (kepada Tuhannya) (Q.S. Shaad 38 : 41 - 44).

Demikian pulalah halnya dengan junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW telah mencapai puncak tertinggi dari ubudiyahnya sebagaimana yang telah dikisahkan, diabadikan pengakuannya dalam firman Allah yang artinya, “Katakanlah, "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)."(Q.S. Al An'am 6 : 162 - 163).
Ibadat-ibadat para mukhlasin inilah yang diikuti, dan diteladani oleh para sufi dalam bidang syariah, baik yang zahir maupun yang batin.