Thursday, September 30, 2010

BAB 1 : AWAL MULA PENCIPTAAN


KITAB SIRRUL ASROR BAB 1 :
AWAL MULA KEJADIAN
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Semoga Allah s.w.t memberikan kamu kemulyaan di dalam amalan-amalan yang disukai-Nya dan Semoga kamu memperoleh keridhaan-Nya. Fikirkan, tekankan kepada pemikiran kamu dan fahamkan apa yang aku katakan.
Allah Yang Maha Tinggi pada permulaannya menciptakan Nur Muhammad dari cahaya suci Keindahan-Nya. Dalam hadis Qudsi Dia berfirman:

Aku ciptakan ruh Muhammad daripada Nur Wajah-Ku”.
Ini dinyatakan juga oleh Nabi Muhammad s.a.w dengan sabdanya: “Mula-mula Allah ciptakan ruhku. Pada awalnya diciptakan-Nya sebagai ruh suci”.
“Mula-mula Allah ciptakan qalam”.
“Mula-mula Allah ciptakan akal”.
Apa yang dimaksudkan sebagai ciptaan permulaan itu ialah penciptaan hakikat Nabi Muhammad s.a.w, Kebenaran tentang Muhammad yang tersembunyi. Dia juga diberi nama yang indah-indah. Dia dinamakan nur, cahaya suci, kerana dia dipersucikan dari kegelapan yang tersembunyi di bawah sifat jalal Allah. Allah Yang Maha Tinggi berfirman:

قَد جاءَكُم مِنَ اللَّهِ نورٌ وَكِتٰبٌ مُبينٌ
“Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan.”. (Al-Maaidah, ayat 15)

Dia dinamakan akal yang meliputi (akal universal) kerana dia telah melihat dan mengenali segala-galanya. Dia dinamakan qalam kerana dia menyebarkan hikmah dan ilmu dan dia mencurahkan ilmu ke dalam huruf-huruf.
Roh Muhammad adalah zat atau hakikat kepada segala kejadian, permulaan dan kenyataan alam maya. Baginda s.a.w menyatakan hal ini dengan sabdanya,

“Aku dicipta dari Allah dan sekalian yang lain dari aku”.

Allah Yang Maha Tinggi menciptakan sekalian roh-roh dari roh baginda s.a.w di dalam alam kejadian yang pertama, dalam bentuk yang paling baik. ‘Muhammad’ adalah nama semua kemanusiaan di dalam alam arwah. Dia adalah sumber, asal usul dan kediaman bagi sesuatu dan segala-galanya.
Empat ribu tahun setelah diciptakan cahaya Muhammad, Allah ciptakan arasy dari cahaya mata Muhammad. Dia ciptakan makhluk yang lain dari arasy. Kemudian Dia hantarkan roh-roh turun kepada peringkat penciptaan yang paling rendah, kepada alam kebendaan, alam jirim dan badan.

ثُمَّ رَدَدنٰهُ أَسفَلَ سٰفِلينَ

"Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)" (Surah Tin, ayat 5)

Dia turunkan cahaya itu dari tempat ia diciptakan, dari alam lahut, yaitu alam kenyataan bagi Zat Allah, bagi keesaan, bagi wujud mutlak, kepada alam nama-nama Ilahi, hakikat sifat-sifat Ilahi, alam bagi akal asbab milik roh yang meliputi (roh universal). Di sana Dia pakaikan roh-roh itu dengan pakaian cahaya. Roh-roh ini dinamakan ‘roh pemerintah’. Dengan berpakaian cahaya mereka turun kepada alam malaikat. Di sana mereka dinamakan ‘roh rohani’. Kemudian Dia arahkan mereka turun kepada alam kebendaan, alam jirim, air dan api, tanah dan angin dan mereka menjadi ‘roh manusia’. Kemudian dari dunia ini Dia ciptakan tubuh yang berdaging, berdarah.

مِنها خَلَقنٰكُم وَفيها نُعيدُكُم وَمِنها نُخرِجُكُم تارَةً أُخرىٰ
“ Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain”. (Surah Ta Ha, ayat 55)

setelah peringkat-peringkat ini Allah memerintahkan roh-roh supaya memasuki badan-badan dan dengan kehendak-Nya mereka pun masuk.

فَإِذا سَوَّيتُهُ وَنَفَختُ فيهِ مِن روحى فَقَعوا لَهُ سٰجِدينَ
“Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan) Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya…”. (Surah Shad, ayat 72)

Sampai masanya roh-roh itu terikat dengan badan, dengan darah dan daging dan lupa kepada asal usul kejadian dan perjanjian mereka. Mereka lupa tatkala Allah ciptakan mereka pada alam arwah Dia telah bertanya kepada mereka:

“Adakah aku Tuhan kamu? Mereka telah menjawab:Iya, bahkan!.”
Mereka lupa kepada ikrar mereka. Mereka lupa kepada asal usul mereka, lupa juga kepada jalan untuk kembali kepada tempat asal mereka. Tetapi Allah Maha Penyayang, Maha Pengampun, sumber kepada segala keselamatan dan pertolongan bagi sekalian hamba-hamba-Nya. Dia mengasihani mereka lalu Dia hantarkan kitab-kitab suci dan rasul-rasul kepada mereka untuk mengingatkan mereka tentang asal usul mereka.
وَلَقَد أَرسَلنا موسىٰ بِـٔايٰتِنا أَن أَخرِج قَومَكَ مِنَ الظُّلُمٰتِ إِلَى النّورِ وَذَكِّرهُم بِأَيّىٰمِ اللَّهِ ۚ إِنَّ فى ذٰلِكَ لَءايٰتٍ لِكُلِّ صَبّارٍ شَكورٍ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami, (dan Kami perintahkan kepadanya): ""Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah"". Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur.”. (Surah Ibrahim, ayat 5)

yaitu ‘ingatkan roh-roh tentang hari-hari di mana mereka tidak terpisah dengan Allah’.
Para rasul-rasul telah datang ke dunia ini, melaksanakan tugas mereka dan kemudian meninggalkan dunia ini. Tujuan semua itu adalah membawa kepada manusia perutusan, peringatan serta menyadarkan manusia dari kelalaian mereka. Tetapi mereka yang mengingati-Nya, yang kembali kepada-Nya, manusia yang ingin kembali kepada asal usul mereka, menjadi semakin berkurang dan terus berkurang ditelan zaman.
Nabi-nabi terus diutus dan perutusan suci berterusan sehingga muncul roh Muhammad yang mulia, yang terakhir di kalangan nabi-nabi, yang menyelamatkan manusia daripada kehancuran dan kelalaian. Allah Yang Maha Tinggi mengutuskannya untuk membuka mata manusia yaitu membuka mata hati yang ketiduran. Tujuannya ialah mengejutkan manusia dari kelalaian dan ketidaksadaran dan untuk menyatukan mereka dengan keindahan yang abadi, dengan penyebab, dengan Zat Allah. Allah berfirman:

قُل هٰذِهِ سَبيلى أَدعوا إِلَى اللَّهِ ۚ عَلىٰ بَصيرَةٍ أَنا۠ وَمَنِ اتَّبَعَنى ۖ وَسُبحٰنَ اللَّهِ وَما أَنا۠ مِنَ المُشرِكينَ
“Katakanlah: ""Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (Surah Yusuf, ayat 108).

Baginda s.a.w dalam menunjukkan tujuan kita telah bersabda,
“Sahabat-sahabatku adalah umpama bintang di langit. Sesiapa daripada mereka yang kamu ikuti kamu akan temui jalan yang benar”.

Pandangan yang jelas (basirah) datangnya dari mata kepada roh. Mata ini terbuka di dalam jantung hati orang-orang yang hampir dengan Allah, yang menjadi sahabat Allah. Semua ilmu di dalam dunia ini tidak akan mendatangkan pandangan dalam (basirah). Seseorang itu memerlukan pengetahuan yang datangnya dari alam ghaib yang tersembunyi pengetahuan yang mengalir dari kesadaran Ilahi.
وَعَلَّمنٰهُ مِن لَدُنّا عِلمًا
“Dan Kami telah ajarkan kepadanya satu ilmu dari sisi Kami (ilmu laduni)”. (Surah Kahfi, ayat 65).

Apa yang perlu seseorang lakukan ialah mencari orang yang mempunyai pandangan dalam (basirah) yang mata hatinya tajam, dan nasehat serta bimbingan dari orang yang seperti ini adalah perlu. Guru yang demikian, yang dapat memupuk pengetahuan orang lain, mesti seorang yang hampir dengan Allah dan berupaya menyaksikan alam mutlak.
Wahai anak-anak Adam, saudara-saudara dan saudari-saudari! Bangunlah dan bertaubatlah kerana melalui taubat kamu akan memohon kepada Tuhan agar dikaruniakan-Nya kepada kamu hikmah-Nya. Berusaha dan berjuanglah. Allah memerintahkan:

وَسارِعوا إِلىٰ مَغفِرَةٍ مِن رَبِّكُم وَجَنَّةٍ عَرضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالأَرضُ أُعِدَّت لِلمُتَّقينَ
الَّذينَ يُنفِقونَ فِى السَّرّاءِ وَالضَّرّاءِ وَالكٰظِمينَ الغَيظَ وَالعافينَ عَنِ النّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ المُحسِنينَ

“ Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”. (Surah Imraan, ayat 133 & 134).

Masuklah kepada jalan itu dan bergabunglah dengan kafilah kerohanian untuk kembali kepada Tuhan kamu. Pada satu masa nanti jalan tersebut tidak dapat dilalui lagi dan pengembara pada jalan tersebut tidak ada lagi. Kita tidak datang ke bumi ini untuk merusakkan dunia ini. Kita diturunkan ke mari bukan untuk makan, minum dan berak. Roh penghulu kita menyaksikan kita. Baginda s.a.w berdukacita melihat keadaan kamu. Baginda s.a.w telah mengetahui apa yang akan berlaku kemudian hari apabila baginda s.a.w bersabda,

“Dukacitaku adalah untuk umat yang aku kasihi yang akan datang kemudian”.

Apa saja yang datang kepada kamu datang dalam keadaan salah satu bentuk, secara nyata atau tersembunyi; nyata dalam bentuk peraturan umum dan tersembunyi dalam bentuk hikmah kebijaksanaan atau makrifat. Allah Yang Maha Tinggi memerintahkan kita supaya mensejahterakan lahir kita dengan mematuhi peraturan syari’at dan meletakkan batin kita dalam keadaan yang baik dan teratur dengan memperoleh hikmah kebijaksanaan atau makrifat. Bila lahir dan batin kita menjadi satu dan hikmah kebijaksanaan atau makrifat dengan peraturan agama (syari’at) bersatu, seseorang itu sampai kepada makam yang sebenarnya (hakikat).

Kedua-duanya mesti menjadi satu. Kebenaran atau hakikat tidak akan diperoleh dengan hanya menggunakan pengetahuan melalui pancaindera dan hanya tentang alam kebendaan. Dengan cara tersebut tidak mungkin mencapai sumber, yaitu Zat. Ibadat dan penyembahan memerlukan kedua-duanya yaitu peraturan syari’at dan makrifat. Allah berfirman tentang ibadat:
وَما خَلَقتُ الجِنَّ وَالإِنسَ إِلّا لِيَعبُدونِ
“Dan tidak Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku”. (Surah Dzaariyat, ayat 56).

Dalam lain perkataan, ‘mereka diciptakan supaya mengenali Aku’. Jika seseorang tidak mengenali-Nya bagaimana dia boleh memuji-Nya dengan sebenar-benarnya, meminta pertolongan-Nya dan beribadah kepada-Nya?

Makrifat yang diperlukan bagi mengenali-Nya boleh dicapai dengan menyingkap tabir hitam yang menutupi cermin hati seseorang, menyucikannya sehingga bersih dan menggilapkannya sehingga bercahaya. Kemudian perbendaharaan keindahan yang tersembunyi akan memancar pada rahasia cermin hati.
Allah Yang Maha Tinggi telah berfirman melalui rasul-Nya:

“Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi. Aku suka dikenali, lalu Aku ciptakan makhluk supaya Aku dikenali”.

Tujuan suci diciptakan manusia ialah supaya mereka mengenali Allah, memperolehi makrifat.

Ada dua peringkat makrifat yang suci. Seseorang itu perlu mengenali sifat-sifat Allah dan dalil-dalil yang menjadi kenyataan atau penzahiran bagi sifat-sifat tersebut. Satu lagi ialah mengenali Zat Allah. Di dalam mengenali sifat-sifat Allah manusia secara zahirnya dapat menikmati kedua-duanya iaitu dunia dan akhirat. Makrifat yang memimpin kepada Zat Allah tidak diperoleh dengan diri zahir manusia. Ia terjadi di dalam jiwa atau roh suci manusia yang berada di dalam dirinya yang zahir ini.

“Dan Kami telah perkuatkan dia (Isa) dengan roh kudus”. (Surah Baqarah, ayat 87).
Orang yang mengenali Zat Allah menemui kuasa ini melalui roh kudus (suci) yang dikaruniakan kepada mereka.
Kedua-dua makrifat tersebut diperolehi dengan hikmah kebijaksanaan yang mempunyai dua aspek; hikmah kebijaksanaan kerohanian yang dalam dan pengetahuan zahir tentang benda-benda nyata. Kedua-duanya diperlukan untuk mendapatkaan kebaikan. Nabi s.a.w bersabda, “Pengetahuan ada dua bahagian. Satu pada lidah yang menjadi dalil tentang kewujudan Allah, satu lagi di dalam hati manusia. Inilah yang diperlukan bagi melaksanakan harapan kita”.

Pada peringkat permulaannya seseorang itu memerlukan pengetahuan syari’at. Ini memerlukan pendidikan yang mengenalkan dalil-dalil luar tentang Zat Allah yang nyata dalam alam sifat-sifat dan nama-nama-Nya. Apabila bidang ini telah sempurna sampailah giliran pendidikan kerohanian tentang rahasia-rahasia, di mana seseorang itu masuk ke dalam bidang makrifat yang murni untuk mengetahui yang sebenarnya (hakikat). Pada peringkat yang pertama seseorang itu mestilah meninggalkan segala yang dilarang oleh syariat , kesalahan di dalam melakukan perbuatan yang baik mesti dihapuskan. Perbuatan yang baik mesti dilakukan dengan cara yang betul, sebagaimana keperluan pada jalan sufi. Keadaan ini boleh dicapai dengan melatihkan diri dengan melakukan perkara-perkara yang tidak dipersetujui oleh ego diri sendiri dan melakukan amalan yang bertentangan dengan kehendak hawa nafsu. Berhati-hatilah di dalam beramal agar amalan itu dilakukan bukan untuk dipertontonkan atau diperdengarkan kepada orang lain. Semuanya mestilah dilakukan semata-mata karena Allah, demi mencari keridhaan-Nya. Allah berfirman:
فَمَن كانَ يَرجوا لِقاءَ رَبِّهِ فَليَعمَل عَمَلًا صٰلِحًا وَلا يُشرِك بِعِبادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Katakanlah: ""Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: ""Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa"". Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya”. (Surah Kahfi, ayat 110).

Apa yang dianugerahkan sebagai ilmu makrifat itu adalah tahap penghabisan bagi tingkatan yang pertama. Ia adalah permulaan dan merupakan rumah yang setiap orang akan kembali ke sana. Di sanalah roh suci dijadikan. Yang dimaksud dengan roh suci adalah roh insan. Ia dijadikan dalam bentuk yang paling baik.
Kebenaran atau hakikat tersebut telah ditanam di tengah-tengah hati sebagai amanah Allah, diamanahkan kepada manusia agar disimpan dengan selamat. Ia bangkit dan yata melalui taubat yang sungguh-sungguh dan usaha yang benar mempelajari agama. Keindahannya akan memancar ke permukaan apabila seseorang itu mengingat Allah terus menerus, mengulangi kalimah “La ilaaha illallah”. Pada mulanya kalimah ini diucapkan dengan lidah. Bila hati sudah hidup ia diucapkan di dalam, dengan hati.
Sufi menggambarkan keadaan kerohanian yang demikian dengan menganggapnya sebagai bayi, yaitu bayi yang lahir di dalam hati, dibelai dan dibesarkan di sana. Hati memainkan peranan seperti ibu, melahirkannya, menyusui, memberi makan dan memeliharanya. Jika anak-anak diajarkan perkara keduniaan untuk kebaikannya, bayi hati pula diajarkan makrifat rohani. Sebagaimana anak-anak bersih dari dosa, bayi hati adalah murni, bebas dari kelalaian, ego dan ragu-ragu. Kesucian bayi biasanya nyata dalam bentuk zahir yang cantik. Dalam mimpi, kesucian dan kemurnian bayi hati muncul dalam rupa malaikat. Manusia berharap mendapat ganjaran surga sebagai balasan kepada perbuatan baik tetapi hadiah-hadiah yang didatangi dari surga didatangkan ke mari melalui tangan-tangan bayi hati.
فى جَنّٰتِ النَّعيمِ
ثُلَّةٌ مِنَ الأَوَّلينَ
وَقَليلٌ مِنَ الءاخِرينَ
عَلىٰ سُرُرٍ مَوضونَةٍ
مُتَّكِـٔينَ عَلَيها مُتَقٰبِلينَ
يَطوفُ عَلَيهِم وِلدٰنٌ مُخَلَّدونَ
“Berada dalam surga kenikmatan.Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu,dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian. Mereka berada di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata, seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan. Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda,”. (Surah Waqi’ah, ayat 12 – 17 ).
وَيَطوفُ عَلَيهِم غِلمانٌ لَهُم كَأَنَّهُم لُؤلُؤٌ مَكنونٌ

“Dan berkeliling di sekitar mereka anak-anak muda untuk (melayani) mereka, seakan-akan mereka itu mutiara yang tersimpan.”. (Surah Tur, ayat 24).

Mereka adalah anak-anak kepada hati, menurut yang diilhamkan kepada sufi, dipanggil anak-anak kerana keelokan dan ketulusan mereka. Keindahan dan ketulusan mereka yata dalam wujud zahir, dalam darah daging, dalam bentuk manusia. Oleh karena keelokan dan kelembutan sifatnya ia dinamakan anak-anak hati, tetapi dia adalah manusia sejati yang mampu mengubah bentuk kejadian atau ciptaan karena dia berhubung erat dengan Pencipta sendiri. Dia adalah wakil yang benar kepada manusia. Di dalam kesadarannya tidak ada sesuatu malah dia tidak melihat dirinya sebagai sesuatu. Tiada hijab, tiada halangan di antara kewujudannya dengan Zat Allah.
Nabi Muhammad s.a.w menggambarkan suasana demikian sebagaimana sabda baginda s.a.w,

“Ada masa aku dengan Allah di mana tiada malaikat yang hampir dan tidak juga nabi yang diutus”.

Maksud ‘nabi’ di sini ialah kewujudan lahiriah yang sementara bagi Rasulullah s.a.w sendiri. Malaikat yang paling hampir dengan Allah ialah cahaya suci Muhammad s.a.w, kejadian pertama. Dalam suasana kerohanian itu baginda s.a.w sangat hampir dengan Allah sehingga wujud zahirnya dan rohnya tidak berkesempatan menghijabkannya dengan Allah. Baginda s.a.w menggambarkan lagi suasana demikian,
“Ada surga Allah yang tidak ada mahligai dan taman-taman atau sungai madu dan susu, surga yang di dalamnya seseorang hanya menyaksikan Wajah Allah Yang Maha Suci”.
Allah s.w.t berfirman:
وُجوهٌ يَومَئِذٍ ناضِرَةٌ إِلىٰ رَبِّها ناظِرَةٌ
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.”. (Surah Qiamat, ayat 22 & 23).

Pada suasana atau makam tersebut jika seseorang makhluk termasuklah malaikat mendekatinya kewujudan badannya akan terbakar menjadi abu. Allah s.w.t berfirman melalui rasul-Nya:

“Jika Aku bukakan penutup sifat keperkasaan-Ku dengan bukaan yang sangat sedikit sahaja, semua akan terbakar sejauh yang dilihat oleh pandangan-Ku”.

Jibrail yang menemani Nabi Muhamamd s.a.w pada malam mikraj, apabila sampai di Sidratul Muntaha, telah mengatakan jika dia melangkah satu langkah saja lagi dia akan terbakar menjadi abu.

رَبَّنَا اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة