Showing posts with label Khazanah. Show all posts
Showing posts with label Khazanah. Show all posts

Saturday, February 25, 2012

Hukum Nadzar Yang Belum Terucap

Wajibkah saya menunaikan kaffarah nadzar yang hanya terbersit dalam hati (nadzar tersebut tidak saya ucapkan dengan lisan) dan apakah pilihan kaffarah juga harus urut sedangkan saya belum bekerja?
Abu Musa, Temanggung, Jawa Tengah


Dijawab Oleh: Al-Ustadz Abu ‘Abdillah Muhammad Al-Makassari


Apa yang terbersit dalam qalbu (hati) tidak dianggap sebagai nadzar hingga dilafadzkan dengan lisan. Hal itu hanya sebatas niat untuk bernadzar dan tidak menjadi nadzar sampai benar-benar diucapkan dengan lisan.

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin t berkata dalam Syarhu Bulughil Maram1: “Nadzar adalah mewajibkan sesuatu atas dirinya, sama saja baik dengan lafadz nadzar, ‘ahd (perjanjian), atau yang lainnya.”

Dalam Asy-Syarhul Mumti’ (6/450-451)/Darul Atsar beliau berkata: “Nadzar menurut bahasa adalah mewajibkan, jika dikatakan: “Aku menadzarkan hal ini atas diriku” artinya “aku mewajibkannya atas diriku.”

Adapun secara syariat, nadzar adalah mewajibkan sesuatu dengan sifat yang khusus, yaitu amalan seorang mukallaf mewajibkan atas dirinya sesuatu yang dimilikinya dan bukan sesuatu yang mustahil. Suatu nadzar dianggap sah (sebagai nadzar) dengan ucapan (melafadzkannya), dan tidak ada shighah (bentuk ucapan) tertentu untuk itu. Bahkan seluruh shighah yang menunjukkan makna “mewajibkan sesuatu atas dirinya” maka dikategorikan sebagai nadzar. Apakah dengan mengucapkan:

لِلهِ عَلَيَّ عَهْدٌ


“Wajib atas diri saya suatu janji karena Allah”

atau mengucapkan:

لِلهِ عَلَيَّ نَذْرٌ


“Wajib atas diri saya suatu nadzar karena Allah,”

Ataukah lafadz-lafadz serupa yang menunjukkan bahwa seseorang mewajibkan sesuatu atas dirinya, seperti:

لِلهِ عَلَيَّ أَنْ أَفْعَلَ كَذَا


“Wajib atas diri saya untuk melakukan demikian”, meskipun tidak menyebut kata janji atau nadzar.

Berdasarkan keterangan ini, maka apa yang terbersit dalam qalbu anda tidak dianggap sebagai nadzar dan dengan sendirinya tidak ada pembicaraan tentang kaffarah nadzar. Wallahu a’lam.

Sumber: asysyariah.com

Saturday, February 11, 2012

Perbedaan Antara Al Quran dan Hadits Qudsi

Perbedaan Antara Al Quran dan Hadits Qudsi
Hadits qudsi adalah hadits yang disnisbatkan kepada Zat yang quds (suci), yaitu Allah Ta’ala. Yang mana hadits qudsi ini disampaikan kepada kita oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Adapun perbedaan antara dia dengan Al-Qur’an, maka ada beberapa perkara yang disebutkan oleh para ulama. Di antaranya:
1.    Lafazh dan makna Al-Qur’an berasal dari Allah, sementara lafazh hadis Qudsi berasal dari Rasulullah–Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam walaupun tentunya maknanya dari Allah.
2.    Sanad periwayatan Al-Qur’an secara umum adalah mutawatir, yakni bisa dipastikan keabsahannya dari Nabi -alaihishshalatu wassalam-. Berbeda halnya dengan hadits qudsi, karena di antaranya ada yang merupakan hadits shahih, ada yang hasan, ada yang lemah, bahkan ada yang palsu. Jadi keabsahannya dari Nabi -alaihishshalatu wassalam- belum bisa dipastikan kecuali setelah memeriksa semua sanadnya.
3.    Kita berta’abbud (beribadah) kepada Allah dengan membaca Al-Qur’an, dalam artian satu huruf mendapatkan sepuluh kebaikan. Sedangkan membaca hadits qudsi tidak mendapatkan pahala huruf perhuruf seperti itu.
4.    Tidak diperbolehkan membaca hadits qudsi di dalam shalat, bahkan shalatnya batal kalau dia membacanya. Berbeda halnya dengan membaca Al-Qur`an yang merupakan inti dari shalat.
5.    Ayat Al-Qur`an jumlahnya kurang lebih 6666 ayat (menurut hitungan sebagian ulama dan sebagian lainnya berpendapat jumlahnya 6.236), sementara jumlah hadits qudsi yang shahih tidak sebanyak itu. Abdur Rauf Al-Munawi sendiri dalam kitabnya Al-Ittihafat As-Saniyah bi Al-Ahaditsi Al-Qudsiyah hanya menyebutkan 272 hadits.
Demikian beberapa perbedaan antara keduanya, wallahu Ta’ala a’lam



Rating: 5

Monday, January 9, 2012

Sifat Dasar Syariat Islam Adalah Memberi Kemudahan

dasar

Ada banyak dalil dari Al-Qur`an dan as-sunnah yang menunjukkan hal ini. Di antaranya firman Allah Ta’ala:

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

 
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Juga pada firman Allah Ta’ala:

يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ

 
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu.” (QS. An-Nisa`: 28)
Dan Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ

 
“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS. Al-Hajj: 78)

Adapun dari as-sunnah, maka ada beberapa hadits yang menjelaskan tentangnya, di antaranya:
 
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ

 
“Sesungguhnya agama itu mudah, dan tidaklah seseorang mempersulit agama kecuali dia akan dikalahkan (semakin berat dan sulit).” (HR. Al-Bukhari no. 38)
Dari Abu Umamah Al-Bahili radhiallahu anhu secara marfu’:

بُعِثْتُ بِالْحَنِيفِيَّةِ السَّمْحَةِ


“Aku diutus dengan membawa agama yang bertauhid lagi mudah.”
(HR. Ahmad: 5/266 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 2924)

Dari Abu Qatadah dari seorang Badui yang mendengar dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:

إِنَّ خَيْرَ دِينِكُمْ أَيْسَرُهُ إِنَّ خَيْرَ دِينِكُمْ أَيْسَرُهُ


“Sebaik-baik perkara agama kalian adalah yang paling mudah urusannya, sungguh sebaik-baik perkara dien kalian adalah yang paling mudah urusannya.”
(HR. Ahmad: 3/852 dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Adab Al-Mufrad no. 124)

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Si’di rahimahullah berkata setelah membawakan sebagian dalil-dalil di atas, “Semua syariat Islam adalah bersifat hanif lagi mudah. Hanif dalam ketauhidan, dimana syariatnya dibangun di atas penyembahan hanya kepada Allah semata dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan mudah dalam semua hukum dan amalan yang disyariatkan di dalamnya. Shalat wajib -misalnya-, hanya lima kali sehari semalam yang jelas tidak memakan banyak waktu seorang hamba. Jumlah zakat (mal) yang dikeluarkan hanyalah sebagian kecil dari total harta yang dimiliki seorang hamba, itu pun hanya dikenakan pada harta yang sifatnya berkembang dan tidak dikenakan pada harta yang tidak bisa berkembang, itu pun hanya dikeluarkan sekali dalam setahun. Demikian halnya haji tidak diwajibkan kecuali sekali dalam seumur hidup, itu pun hanya wajib bagi mereka yang mampu. Demikian seluruh kewajiban, pasti ada kemudahan di dalamnya sesuai dengan adanya sebab-sebab rukhshah. Semua kewajiban dalam syariat mencapai puncak kemudahan dan gampang dikerjakan. Namun bersamaan dengan kemudahan amalan-amalan tersebut, Allah tetap mensyariatkan sebab-sebab tertentu pada banyak amalan yang bisa membantu dan menyemangati hamba dalam mengerjakan amalan tersebut.

Sebagaimana disyariatkannya berjamaah dalam pelaksanaan shalat lima waktu, shalat jumat, dan shalat id. Demikian halnya berpuasa, dimana kaum mukminin bersama-sama berpuasa pada satu bulan yang sama, dan tidak ada yang tidak mengerjakannya kecuali orang yang mempunyai udzur seperti sakit atau safar atau selain keduanya. Demikian halnya haji disyariatkan berjamaah. Karena tidak diragukan bahwa mengerjakan sesuatu secara berjamaah itu bisa menghilangkan kesulitan dalam ibadah, bisa menyemangati orang-orang yang mengerjakannya, dan bisa melahirkan persaingan sportif dalam berlomba mengerjakan kebaikan. Sebagaimana Allah Ta’ala juga menjadikan adanya balasan yang segera diberikan di dunia dan balasan (pahala) yang akan diberikan di akhirat yang tidak diketahui banyaknya, sebagai motifator terbesar yang membantu seorang hamba dalam mengerjakan kebaikan dan meniggalkan semua yang dilarang.

Kemudian, bersamaan dengan semua kemudahan di atas pada seluruh hukum syariat, maka ketika seseorang mendapatkan udzur dalam pelaksanaannya sehingga dia tidak mampu atau sangat berat dalam menjalankan ibadah tertentu, maka syariat kembali memberikan kemudahan berupa rukhshah yang sesuai dengan keadaan udzur tersebut. Karenanya orang yang sakit boleh mengerjakan shalat wajib sambil duduk jika dia tidak bisa berdiri atau sambil berbaring jika dia tidak bisa duduk, dimana dia sekedar berisyarat dengan kepalanya ketika akan ruku’ dan sujud. Shalat dengan tayammum jika seseorang berat menggunakan air atau tidak mempunyai air. Dan tatkala safar biasanya merupakan amalan yang menyusahkan maka musafir dibolehkan tidak berpuasa, mengqashar dan menjamak shalat, dan mengusap khuf selama 3 hari 3 malam. Juga orang yang sakit atau safar maka tetap dituliskan baginya pahala amalan yang dia tinggalkan jika amalan tersebut biasa dia kerjakan ketika sehat atau sedang mukim. Dan berasal dari kaidah inilah adanya udzur-udzur yang menggugurkan kewajiban mendatangi shalat jumat dan jamaah.” (Selesai ucapan As-Si’di rahimahullah dari Al-Qawa’id wa Al-Ushul Al-Jami’ah hal. 20-21)

Sumber: al-atsariyyah.com

Wednesday, October 26, 2011

Sebab-Sebab Jin dan Setan Mengganggu Manusia


بسم الله الرحمن الرحيم

Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam حفظه الله berkata dalam kitab “Al-Inqadz”

Sebab-sebab Yang Dengannya Syaithan Dari Bangsa Jin Mempengaruhi Kaum Muslimin

Sebab-sebab yang melaluinya jin dan syaithan mengganggu kaum muslimin sangatlah banyak, dan cukup bagi kita menyebutkan sebagiannya saja, diantaranya:

Sebab Pertama: Jin bisa melihat kita dan secara umum kita tidak bisa melihat mereka.

Allah تعالى berfirman tentang Iblis dan anak turunnya,

إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ

“Sesungguhnya ia dan para pengikutnya melihat kalian di mana kalian tidak melihat mereka.” (Al-A’raf: 27)

Yang dipandang oleh para pakar tafsir adalah bahwa kata ganti pada firman-Nya “Sesungguhnya dia” itu kembali kepada Iblis, dan kata “para pengikutnya” maksudnya adalah keturunan dan anak-anaknya. Syaikhul Islam رحمه الله pernah ditanya sebagaimana daam “Majmu’ Al-Fatawa” (15/7) tentang firman Allah تعالى,

إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ

“Sesungguhnya ia dan para pengikutnya melihat kalian di mana kalian tidak melihat mereka.” (Al-A’raf: 27)

Apakah hal itu umum, tidak ada seorangpun yang melihat mereka, ataukah ada sebagian yang melihat mereka dan sebagian tidak?
Maka Syaikhul Islam رحمه الله menjawab dengan berkata: “Yang ada dalam Al-Qur’an adalah bahwa mereka (jin) melihat manusia dimana manusia tidak melihat mereka, dan ini benar, mengharuskan bahwa mereka melihat manusia pada saat manusia tidak melihat mereka. Dan bukan maksudnya bahwa tiada seorangpun dari manusia yang melihat mereka, bahkan terkadang orang-orang shalih dan yang tidak shalih bisa melihat mereka, hanya saja mereka tidak melihat mereka pada setiap saat.”.

Maka dengan sebab bisanya mereka melihat kita dan kita tidak melihat mereka, mereka lancang untuk mengganggu kita dan mudah bagi mereka. Dan orang yang terjaga dari gaangguan mereka adalaah orang yang dijaga oleh Allah.

Sebab Kedua: Banyak syubhat (kerancuan) dan syahwat (hawa nafsu).

Jika makin banyak syubhat dan syahwat pada diri kaum muslimin maka makan banyak pula mereka mengkuti waswas syaithan, dan menerima tipu daya syaithan pada mereka. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله berkata: “Sesungguhnya banyaknya waswas itu sesuai dengan banyaknya syubhat dan syahwat, dan penggantungan kalbu kepada yang dicintai yang kalbu bermaksud untuk mengejarnya, serta kepada yang dibenci yang kalbu bermaksud untuk menolaknya”. Maka wajib bagi setiap muslim dan muslimah untuk berbekal dengan pemahaman terhadap agama ini, sehingga akalnya mendapatkan cahaya, jiwanya tersucikan, dadanya telapangkan kepada kebenaran, dan kalbunya tertenangkan. Kalau tidak maka apakah engkau menyangka akan selamat dari banyaknya syubhat dan syahwat yang merupakan tempat gembalaan yang subur bagi syaithan.

Sebab Ketiga: Lalainya kalbu dari berdzikir kepada Allah تعالى.

Allah تعالى berfirman,

وَمَن يَعْشُ عَن ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ ** وَإِنَّهُمْ لَيَصُدُّونَهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُم مُّهْتَدُونَ

“Dan barangsiapa berpaling dari ajaran Rabb Yang Maha Pemurah, Kami adakan syaithan (yang menyesatkan), maka syaithan itu menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya syaithan-syaithan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk.” (Az-Zukhruf: 36-37)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله berkata sebagaimana dalam “Majmu’ Al-Fatawa” (4/34): “Dan syaithan itu memberikan bisikan dan menghindar. Jika seorang hamba mengingat Rabbnya maka syaithan itu mundur, dan jika ia lalai dari mengingat-Nya maka syaithan menggodanya. Oleh karenanya meninggalkan mengingat Allah تعالى menjadi sebab dan permulaan akan munculnya keyakinan yang bathil dan keinginnan yang rusak dalam kalbu. Dan termasuk mengingat Allah U adalah membaca Al-Qur’an dan memahaminya.”
Dan beliau juga berkata dalam sumber yang sama (10/399): “Sesungguhnya yang mencegah syaithan untuk masuk ke dalam kalbu anak Adam عليه السلام adalah karena padanya ada dzikir kepada Allah تعالى yang Allah تعالى mengutus para rasul-Nya dengan dzikir tersebut. Jika kalbu itu kosong dari dzikir kepada Allah maka syaithan akan menguasainya.”

Sebab Keempat: Gangguan manusia terhadap jin dan menyakiti mereka, entah secara sengaja atau tanpa sengaja.

Termasuk yang menyebabkan kelancangan jin mengganggu kaum muslimin adalah adanya gangguan kaum muslimin terhadap mereka. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله berkata dalam “At-Tafsir Al-Kabir” (4/265) dimana beliau berbicara tentang sebab masuknya jin ke dalam diri manusia: “Dan terkadang manusia itu menyakiti mereka jika dia kencing dan mengenai mereka, atau menyiramkan air panas pada mereka atau manusia membunuh sebagian jin atau selain itu semua yang merupakan bentuk-bentuk gangguan. Ini merupakan jenis kerasukan yang paling keras dan betapa banyak orang yang kerasukan ini mereka bunuh.”

Dan betapa banyak kaum jin itu yeng memulai menzhalimi kaum muslimin dalam hal ini. Karena mereka menyamar dalm bentuk yang bisa dilihat oleh manusia seperti menjadi ular, ular besar, anjing, kucing dan sebagainya sehingga seorang muslim takut darinya, dan menyangkanya ia adalah makhluk yang ia kenal lalu ia bersegera untuk memukulnya atau membunuhnya sesuai dengan apa yang ia lihat, bukan karena ia ingin menyakiti jin. Dan syari’at islam telah mengijinkan untuk membunuh makhluk yang mengganggu dari sekian makhluk yang disebutkan dan makhluk yang memiliki hukum yang sama dengannya tanpa harus memberi peringatan terlebih dahulu, kecuali ular yang berada dalam rumah maka harus dingatkan dahulu tiga kali atau tiga hari.

Dan juga sebagian jin itu tinggal di tempat sampah dan belakang rumah dan manusia tidak melihatnya, lalu mereka melemparkan segala sesuatu yang lalu mengenai jin sehingga jin melakukan balas dendam.

Intinya: Tidak boleh bagi seorang muslim untuk sengaja mengganggu dan menyakiti jin. Dan hendaknya ia meminta tolong kepada Allah untuk mengatasi mereka jika mereka mengganggunya.

Sebab Kelima: Terjadi dari jalan jatuh cintanya jin laki-laki atau wanita terhadap manusia.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله berkata dalam “An-Nubuwat” (399): “Jin itu terkadang jatuh cinta pada manusia sebagaimana manusia jatuh cinta pada manusia, dan sebagaimana seorang pria mencintai wanita, dan wanita mencintai pria. Maka ia merasa cemburu padanya dan ia mendukung cemburunya itu dengan segala sesuatu. Dan jika yang dia cintai bersama yang lain maka terkadang dia menghukumnya dengan membunuhnya dan selainnya. Dan semua ini nyata terjadi.”

Dan beliau juga berkata dalam “At-Tafsir Al-Kabir” (4/265): “Demikian juga wanita kaum jin. Di antara mereka ada yang menginginkan dari manusia yang ia bantu sesuatu yang diinginkan wanita kaum manusia dari para lelaki. Dan ini banyak terjadi pada lelaki dan wanitanya kaum jin. Banyak lelaki kaum in mendapatkan dari wanita kaum manusia perkara yang didapatkan manusia, dan terkadang perkara itu dilakukan pada kaum lelakinya.”

Maka wajib bagi setiap muslim dan muslimah untuk selalu berusaha menekuni dzikir syar’i, terkhusu yang terkait dengan dzikir masuk kamar mandi dan dzikir ketika berhubungan badan. Karena bertelanjang tanpa diawali dengan dzikir kepada Allah merupakan sebab jatuh cintanya jin kepada manusia.

Sebab Keenam: Terjadi sebagai bentuk mempermainkan manusia.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله berkata dalam “At-Tafsir Al-Kabir” (4/265) dimana beliau berbicara tentang kelakuan jin mempermainkan manusia: “Dan terkadang pengaruh gangguan jin itu terjadi sebagai bentuk memperamainkan manusia sebagaimana orang-orang bodohnya manusia mempermainkan (orang asing) yang sedang menempuh perjalanan.” Semoga Allah mencukupi par hamba-Nya dari kejelekan orang-orang bodoh tersebut dengan mengembalikan mereka pada jalan-Nya, berdoanya mereka kepada-Nya dan ibadah mereka kepada-Nya.

Sebab Ketujuh: Sebagian jin mengganggu manusia untuk memberi pelajaran pada mereka akibat mereka melakukan maksiat dan kebid’ahan.

Terjadi bahwa sebagian jin yang menyamar jadi manusia yang muslim mengabarkan bahwa sebabnya dia merasuki seorang muslim adalah karena muslim ini pelaku maksiat dan kebid’ahan. Dan makna dari hal ini adalah bahwa kaum jin itu terdorong rasa cemburu mereka terhadap islam maka mereka melakukan gangguan terhadap pelaku maksiat dan bid’ah dari kaum muslimin.

Dan sebenarnya hal ini tidaklah dibenarkan dari dua sisi:
  • Dari sisi bahwa masuknya jin ke tubuh seorang muslim itu haram.
  • Dari sisi bahwa para jin itu memperlakukan para pelaku maksiat dan kebid’ahan bukan dengan perlakuan
Maka tidak boleh bagi mereka memukul pelaku maksiat dan kebid’ahan tidak pula mengganggu mereka dengan jenis apapun, bahkan tidaklah jin berhak untuk menasehati kaum muslimin, karena nasehat mereka kepada kaum muslimin bisa membuat mereka ketakutan.

Secara garis besar: kebanyakannya terjadinya perlakuan ini terhadap kaum muslimin adalah berasal dari kaum jin yang bodoh meskipun mereka itu muslim.

Sebab Kedelapan: Terjadi sebagai bentuk ujian dan cobaan.

Allah memiliki hikmah dalam perkara yang Dia takdirkan dan tentukan atas seorang hamba yang shalih berupa pengaruh jin padanya, sebagaimana pengaruh syaithan kepada nabi Allah Ayyub عليه السلام.

Diterjemahkan oleh
‘Umar Al-Indunisy
Darul Hadits – Ma’bar, Yaman
Sumber: thalibmakbar.wordpress.com

Sunday, October 23, 2011

Keunikan-Keunikan Bahasa Arab


Pengantar

Bahasa Al-Quran ini memiliki beberapa keunikan yang bisa kita dapatkan ketika mempelajarinya. Kami mengumpulkannya agar kaum muslimin bisa tertarik mempelajari bahasa Agama mereka. Karena bahasa Arab sangat penting dalam kehidupan seorang muslim. Akan tetapi Bahasa Arab di zaman ini sangat jauh dari kaum muslimin khususnya di Indonesia.

Cukup dengan mengerti dasar-dasar bahasa Arab, kaum muslimin bisa mengerti lebih dalam petunjuk hidup mereka dan tidak perlu bergantung dengan terjemahan. Dan terjemahan tidak bisa menggantikan makna keseluruhan Al-Quran, oleh karena itu dalam mushaf Indonesia ditulis “terjemah maknawi Al-Quran”. Agak menyusahkan juga jika ada pentunjuk jalan semisal peta, tetapi orang yang hendak ke tujuan masih belum menguasi benar petunjuk tersebut.

Sebagai contoh terjemah makna yang kami maksud kurang mengena tersebut,
Allah Ta’ala berfirman pada surat Yusuf ayat 2,

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ قُرْآناً عَرَبِيّاً لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

Terjemah maknawi dalam Mushaf Indonesia oleh Yayasan Penyelenggara penterjemaah/Pentafsir  Al-Quran yang ditunjuk oleh Menteri Agama dengan selaku ketua Prof.R.H.A Soenarjo S.H, sebagai berikut:

Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur'an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” [yusuf:2]

Maka makna ini kurang mengena, karena kita lihat dari i’rab-nya [pembahasan kedudukan kata dalam bahasa Arab]. Berikut pembahasan sedikit mengenai i’rab-nya, bagi yang sudah belajar dasar-dasar bahasa Arab silahkan mencermati, bagi yang belum mungkin agak membingungkan dan silahkan dilewati [baca: harus semangat belajar bahasa Arab],

Imam Al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan i’rab kata [قُرْآناً] dalam tafsirnya,

يجوز أن يكون المعنى: إنا أنزلنا القرآن عربيا، نصب" قرآنا" على الحال، أي مجموعا. و" عربيا" نعت لقوله" قرآنا". ويجوز أن يكون توطئة للحال، كما تقول: مررت بزيد رجلا صالحا، و" عربيا" على الحال أي يقرأ بلغتكم يا معشر العرب

“Bisa bermakna [makna pertama]: “Sesungguhnya kami menurunkan Al-Quran yang berbahasa Arab”, kata “qur’aanan” dinashob dengan kedudukan sebagai “haal” yaitu bermaka terkumpul. Dan kata “’arobiyyan” berkedudukan sebagai “na’at” dari kata “qur’aanan”. Dan bisa juga [makna kedua] sebagai “tauthi’ah”/pengantar bagi “haal” sebagai mana kita katakan: “saya melewati Zaid, seorang laki-laki yang shalih”. Dan kata “’arabiyyan” berkedudukan sebagai “haal” sehingga makna kalimat yaitu: dibaca dengan bahasa kalian wahai masyarakat Arab.” [Al-Jami’ Liahkamil Qur’an 9/199, Darul Kutub Al-Mishriyah, Koiro, cet.ke-2, 1384 H, Asy-Syamilah]

Jadi makna yang agak mendekati wallahu a’lam adalah,

Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur'an yang  berbahasa Arab, agar kalian memahaminya.” [yusuf:2]

Atau

Sesungguhnya Kami menurunkannya [Al Qur'an] sebagai bacaan yang berbahasa Arab, agar kalian memahaminya.” [yusuf:2]

Bukan berarti Prof.R.H.A Soenarjo S.H, dan timnya tidak mampu menterjemahkan dengan baik, akan tetapi memang agak sulit menterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Dimana bahasa Indonesia jika dibandingkan bahasa Arab, maka bahasa Indonesia kurang usluub/gaya dan kurang ungkapan bahasanya. Kita juga patut berterima kasih sebesar-besarnya kepada Prof.R.H.A Soenarjo S.H, dan timnya dalam upayanya menterjemahkan Al-Quran sehingga bermanfaat bagi kaum muslimin di Indonesia. Jazahumullahu khair.

Supaya lebih bersemangat lagi, mari kita lihat tafsir Ibnu Katsir rahimahullah mengenai ayat diatas. Beliau berkata,

وذلك لأن لغة العرب أفصح اللغات وأبينها وأوسعها، وأكثرها تأدية للمعاني التي تقوم بالنفوس؛ فلهذا أنزل أشرف الكتب بأشرف اللغات، على أشرف الرسل، بسفارة (8) أشرف الملائكة، وكان ذلك في أشرف بقاع الأرض، وابتدئ إنزاله في أشرفشهور السنة وهو رمضان، فكمل من كل الوجوه

"Yang demikian itu (bahwa Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab) karena bahasa Arab adalah bahasa yang paling fasih, jelas, luas, dan maknanya lebih mengena lagi cocok untuk jiwa manusia. Oleh karena itu kitab yang paling mulia diturunkan (Al-Qur’an) kepada rasul yang paling mulia (Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam), dengan bahasa yang termulia (bahasa Arab), melalui perantara malaikat yang paling mulia (Jibril), ditambah diturunkan pada dataran yang paling muia diatas muka bumi (tanah Arab), serta awal turunnya pun pada bulan yang paling mulia (Ramadhan), sehingga Al-Qur'an menjadi sempurna dari segala sisi." [Tafsirul Qur’an Al-Adzim 4/366, Darul Thayyibah, cet.ke-2, 1420 H, Asy-Syamilah]

Keunikan-keunikan bahasa Arab 
Berikut beberapa yang kami kumpulkan di antaranya:
>>dua kata yang berbeda satu huruf saja  artinya bisa berkebalikan
Misalnya,
-[نعمة] dan [نقمة] “ni’mah” dan “niqmah” artinya: nikmat dan sengsara
-[عاجلة] dan [آجلة] “’aajilah” dan “aajilah” artinya: yang segera dan yang diakhirkan/tertunda
-[قادم] dan [قديم] “Qoodim” dan “Qodiim” artinya: yang akan datang dan yang lampau
-[مختلف] dan [مؤتلف] “mukhtalifun” dan “mu’talifun” artinya: berbeda dan bersatu
Dan masih banyak contoh yang lain.

Dua kata yang jika terpisah artinya bersatu/sama dan Jika bersatu artinya berbeda/terpisah
Ini yang dikenal dengan ungkapan,

إذا افترق احتمع و اذا احتمع افترق

“jika terpisah artinya bersatu/sama dan Jika bersatu artinya berbeda/terpisah”

 Maksudnya jika dua kata tersebut terpisah atau tidak berada dalam satu kalimat maka artinya sama dan jika bersatu yaitu dua kata tersebut berada dalam satu kalimat maka artinya berbeda, contohnya,

 [فقير] dan [مسكين] “faqiir” dan “miskiin
Jika kita membuat kalimat yang dua kata ini ada/bersatu, misalnya: “Kita harus berbuat baik terhadap orang faqir dan miskin”
Maka maknanya berbeda, Yaitu:
Faqir> orang yang tidak punya harta untuk mencukupi kehidupannya.
Miskin> orang yang punya harta tetapi tidak cukup untuk kehidupannya.

Jika kita buat kalimat dimana dua kata ini terpisah, misalnya: “kita harus berbuat baik terhadap orang faqir”
Maka makna faqir dalam kalimat ini mencakup kedua maknanya yaitu orang yang tidak punya harta untuk mencukupi kehidupannya dan orang yang punya harta tetapi tidak cukup untuk kehidupannya.

Begitu juga jika kita berkata: “kita harus berbuat baik terhadap orang miskin”
Maka makna miskin dalam kalimat ini juga mencakup kedua maknanya tersebut.

Contoh lain adalah [إيمان] dan [أسلام] “Iman” dan “Islam”.
Jika bersatu makanya berbeda,
Iman: amalan yang berkaitan dengan hati/ amalan batin
Islam: amalan yang berkaitan dengan anggota badan/amalan dzahir

Jika terpisah, maknanya mencakup satu sama lain.

>>satu kata bermakna ganda dan maknanya berkebalikan sekaligus
ada beberapa kata bisa bermakna ganda dan uniknya maknanya bisa berkebalikan. Dibedakan maknanya dari konteks kalimat. Misalnya,
-kata [زوج]  “zaujun” arti aslinya adalah suami dan uniknya dia juga berarti pasangan,sehingga bisa kita artikan istri, dan kita lebih mengenal bahwa bahasa arab istri adalah [زوجة] “zaujatun”. contoh yang valid dalam Al-Quran:

وَقُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ

“Dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini” [Al-Baqarah: 35]

Dalam ayat digunakan  [زَوْجُكَ] “zaujuka” bukan [زوجتك] “zaujatuka”

Dan [زوج]  “zaujun” bentuk jamaknya [أزواج] “Azwaajun”, dan sekali lagi contohnya dalam Al-Qur’an yaitu doa yang sering kita baca,

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً

“"Ya Rabb kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” [Al-Furqon:74]

Dalam ayat digunakan [أزواج]”azwaajbukan [زوجات] “zaujaat

-kata [بيع] “bai’un” artinya penjualan, dia juga bisa berarti kebalikannya yaitu: pembelian. Dalam bahasa Arab pembelian lebih dikenal dengan [شراء] “syira’”.
Penerapannya dalam hadist,

إِذَا اخْتَلَفَ الْبَيِّعَانِ فَالْقَوْلُ قَوْلُ الْبَائِعِ وَالْمُبْتَاعُ بِالْخِيَارِ

“Apabila penjual dan pembeli berselisih maka perkataan yang diterima adalah perkataan penjual, sedangkan pembeli memiliki hak pilih “. [HR. At-Tirmidzi III/570 no.1270, dan Ahmad I/466 no.4447. Dan di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani dalam Irwa’ Al-Ghalil no: 1322]

Begitu juga dalam ayat Al-Quran

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

“… padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba…” [Al Baqarah: 275]

-begitu juga dengan kata [قمر] “qomar” yang artinya bulan bisa berarti matahari juga dan masih ada contoh yang lain.

>>salah baca sedikit artinya sangat jauh berbeda bahkan bisa bertentangan

Misalnya,
-kalimat [الله أكبر] “Allahu akbar” artinya: Allah Maha Besar
Jika dibaca [آلله أكبر] “AAllahu akbar”  dengan huruf alif dibaca panjang, artinya: apakah Allah Maha Besar?

-surat Al-Fatihah ayat ke-5,[إياك نعبد وإياك نستعين]
Jika dibaca “IYYaaka na’buduu” dengan tasydid huruf “ya” artinya: “Hanya kepada-Mu Kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.

Jika dibaca “iYaaka na’budau” tanpa tasydid huruf “ya” maka artinya: ““kepada cahaya matahari  kami menyembah dan kepada cahaya matahari kami meminta pertolongan”

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan hal ini dalam tafsirnya,

وقرأ عمرو بن فايد بتخفيفها مع الكسر وهي قراءة شاذة مردودة؛ لأن "إيا" ضوء الشمس

“’Amr bin Faayid membacanya dengan tidak mentasydid [huruf ya’] dan mengkasrah [huruf alif]. Ini adalah bacaan yang aneh/nyeleneh dan tertolak. Karena makna “iya” adalah cahaya matahari.” [Al-Jami’ Liahkamil Qur’an 1/134, Darul Kutub Al-Mishriyah, Koiro, cet.ke-2, 1384 H, Asy-Syamilah]

Masih ada contoh yang lain misalnya “JamAAl” artinya keindahan sedangkan “jamAl” artinya unta.

>>beda bacaan tetapi artinya sama saja/ satu kata bisa I’rab-nya berbeda-beda
Contohnya pada kalimat,

[أحب الفاكهة و لا سيما برتقال] “aku menyukai buah-buahan lebih-lebih buah jeruk”

Maka kata [برتقال] “burtuqool” bisa dibaca dengan keseluruhan empat macam bacaan pada akhirnya karena berbeda I’rab-nya bisa dibaca “burtuqoolUN” atau “burtuqoolAN” atau “burtuqooliN” atau “burtuqool

Berikut pembahasan I’rab-nya, sekali lagi [maaf] bagi sudah belajar dasar-dasar bahasa Arab silahkan mencermati, bagi yang belum mungkin agak membingungkan dan silahkan dilewati [baca: harus semangat belajar bahasa Arab].

-dibaca “burtuqooliN[majrur] jika huruf “maa” pada “siyyama” dianggap sebagai huruf “zaaidah” sehinga isim setelahnya [burtuqool] berkedudukan sebagai mudhof ilaih.
- dibaca “burtuqoolUN” [marfu’] jika huruf “maa” pada “siyyama” dianggap sebagai isim maushul mudhof ilaih dari “siyya” sehinga isim setelahnya [burtuqool] berkedudukan sebagai khobar dengan mubtada’ yang mahdzuf takdirnya huwa
- dibaca “burtuqoolAN” [manshub] jika huruf “maa” pada “siyyama” dianggap sebagai sebuah isim mudhof ilaih dari “siyya” sehinga isim setelahnya [burtuqool] berkedudukan sebagai tamyiz manshub
- dibaca “burtuqool” karena diwaqafkan ketika akhir kata.
[lihat Mulakhkhas Qowa’idul Lughoh Al-Arabiyah hal. 65, Daruts Tsaqafah Al-Islamiyah, Beirut]

>>satu kalimat bisa dibaca berbeda-beda dan artinya juga berbeda-beda

Misalnya,

لا تأكل السمك و تشرب اللبن

Maka kata [تشرب] bisa dibaca “tasyroB” atau “tasyroBA” atau “tasyroBU” atau TasyroBI
-jika dibaca “tasyroB” artinya: “jangan engkau makan ikan dan jangan engkau minum susu”
-jika dibaca “tasyroBA” artinya: “jangan engkau makan ikan ketika engkau sedang minum susu”
-jika dibaca “tasyroBU” artinya: ““jangan engkau makan ikan dan engkau boleh minum susu”

-bisa dibaca TasyroBI” jika bacanya disambung ketika membaca “tasyroB” karena bertemu dua huruf sukun yaitu huruf “ba” dan “alif lam” pada “al-laban.

Berikut pembahasan I’rab-nya, sekali lagi [maaf] bagi sudah belajar dasar-dasar bahasa Arab silahkan mencermati, bagi yang belum mungkin agak membingungkan dan silahkan dilewati [baca: harus semangat belajar bahasa Arab].

-dibaca“tasyroB” [majzum] karena huruf “wawu” sebagai huruf athof, fi’ilnya athof dengan “ta’kul” karena Huruf “laa Naahiyah” menjazmkannya
- dibaca “tasyroBA” [manshub] karena huruf “wawu” sebagai “Wawu haal” dengan “adawatun naasibah” huruf “an” disembunyikan wajib
- jika dibaca “tasyroBU” [marfu’] karena huruf “wawu” sebagai “Wawu isti’naf” yaitu “wawu” untuk menunjukkan awal kalimat dan tidak berhubungan dengan kalimat sebelumnya. Sehingga fi’ilnya hukum asalnya marfu’ jika tidak ada amil.
[lihat Qowaaidul ‘Asasiyah Lillughotil Arabiyah hal 34, As-Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, Beirut, cet.ke-3,1427 H]

INSYA ALLAH BERSAMBUNG...

Disempurnakan di Lombok, pulau seribu masjid
25 Dulqo'dah 1432 H, Bertepatan  23 oktober 2011
Penyusun:  Raehanul Bahraen
Semoga Allah meluruskan niat kami dalam menulis.

Monday, August 8, 2011

Mengenal Beberapa Hewan dan Tumbuhan Yang Disebutkan Dalam Al-Quran dan Al-Hadits

Dalam beberapa nash Al-Qur’an dan As-Sunnah seringkali kita mendapati beberapa nama binatang dan tumbuhan. Ada beberapa di antaranya kita kenal, ada juga yang tidak. Pada kesempatan ini, saya akan coba membantu rekan-rekan sekalian untuk mengenal melalui visualisasinya, terutama beberapa jenis yang agak asing di mata kita atau keberadaannya tidak ada di Indonesia.
1.      Al-Baghal (peranakan kuda dan keledai).
عن جابر بن عبد اللّه قال: ذبحنا يوم خيبر الخيل والبغال والحمير، فنهانا رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم عن البغال والحمير، ولم ينهنا عن الخيل.
Dari Jaabir bin ‘Abdillah, ia berkata : “Kami pernah menyembelih kuda, bighaal, dan keledai pada hari Khaibar. Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang kami memakan daging bighaal dan keledai, akan tetapi tidak melarang kami memakan daging kuda” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/356, Abu Daawud no. 3789, dan yang lainnya; shahih].

Gambar 1. Baghal.
2.      Adl-Dlabu’ (Hyena).[1]
عن بن أبي عمار قال قلت لجابر : الضبع صيد هي قال نعم قال قلت آكلها قال نعم قال قلت له أقاله رسول الله صلى الله عليه وسلم قال نعم
Dari Abu ‘Ammaar ia berkata : Aku bertanya kepada Jaabir : “Apakah hyena (adl-dlabu’) termasuk hewan buruan ?”. Ia menjawab : “Ya”. Aku bertanya : “Bolehkah untuk memakannya ?”. Ia menjawab : “Ya”. Aku kembali bertanya kepadanya : “Apakah (pembolehan) itu dikatakan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ?”. Ia menjawab : “Ya” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 851 & 1791, Abu Dawud no. 3801, Ibnu Majah no. 3085, ‘Abdurrazzaq no. 8682, Ibnu Hibbaan no. 3964, dan yang lainnya; shahih].

Gambar 2. Adl-Dlabu’ atau Hyena dari spesies Spotted Hyena (Crocuta crocuta).
Dari sisi fiqh, telah ada sedikit pembahasannya di sini.
3.      Burung Salwaa.[2]
Allah ta’ala berfirman :
وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ وَأَنْزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَى
“Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu manna dan salwaa” [QS. Al-Baqarah : 57].
Sebagian ulama mengatakan bahwa salwaa adalah sejenis burung yang menyerupai burung Samaaniy (Quail).

Gambar 3. Burung Salwaa dari jenis Common Quail (Coturnix coturnix).
4.      Burung Hudhud.
Allah ta’ala berfirman :
وَتَفَقَّدَ الطَّيْرَ فَقَالَ مَا لِيَ لا أَرَى الْهُدْهُدَ أَمْ كَانَ مِنَ الْغَائِبِينَ
“Dan dia (Sulaiman) memeriksa burung-burung lalu berkata: "Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir” [QS. An-Naml : 20].

Gambar 4. Burung Hudhud dari jenis Eurasian Hoopoe (Upupa epops).[3]
5.      Burung Shurad.
عن ابن عباس قال: إن النبي صلى اللّه عليه وسلم نهى عن قتل أربع من الدوابِّ النملة، والنحلة، والهدهد، والصُّرَدِ.
Dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata : “Sesungguhnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah melarang membunuh empat jenis hewan : semut, lebah, burung hud-hud, dan burung shurad” [Diriwayatkan oleh Ahmad 1/332, Abu Daawud no. 5267, Ibnu Majah 3224, dan yang lainnya; shahih].

Gambar 5. Burung Shurad dari jenis Red-backed Shrike (Lanius collurio).[4]
6.      Burung ‘Ushfuur (Sparrow).[5]
عن عبد الله بن عمرو رضى الله تعالى عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم قال ما من إنسان يقتل عصفورا فما فوقها بغير حقها إلا سأله الله عز وجل عنها يوم القيامة قيل يا رسول الله وما حقها قال حقها أن يذبحها فيأكلها ولا يقطع رأسها فيرمي به
Dari ‘Abdullah bin ‘Amru radliyallaahu ta’alaa ‘anhumaa, dari Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidak ada seorang pun yang membunuh seekor burung ‘ushfuur atau yang lebih dari itu tanpa haknya, kecuali Allah ‘azza wa jalla akan bertanya kepadanya pada hari kiamat tentang apa yang diperbuatnya itu”. Dikatakan kepada beliau : “Wahai Rasulullah, apa haknya ?”. Beliau menjawab : “Agar menyembelihnya, lalu memakannya, dan ia tidak memotong kepalanya lalu membuangnya begitu saja” [Diriwayatkan oleh Al-Haakim 4/233, dan ia berkata : ‘Sanadnya shahih’].

Gambar 6. Burung ‘Ushfuur dari jenis Arabian Golden Sparrow (Passer euchlorus).
7.      Burung Bulbul (tambahan dari syair).[6]
Seorang penyair pernah berkata :
 أحرام على بلابله الوح  ***  حلال للطير من كل جنس
“Apakah pohon besar itu diharamkan bagi burung bulbul – namun dihalalkan bagi burung-burung yang lain ?”.

Gambar 7. Burung Bulbul dari jenis Red-vented Bulbul (Pycnonotus cafer)
8.      Dlabb (kadal gurun).
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: أهدت خالتي إلى النبي صلى الله عليه وسلم ضِبَاباً وأقِطاً ولبناً، فوُضِعَ الضب على مائدته، فلو كان حراماً لم يُوضع، وشرب اللبن، وأكل الأقِطَ.
Dari Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa, ia berkata : Bibiku pernah memberi hadiah kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam daging dlabb, keju, dan susu. Daging dlabb itu ditaruh di atas hidangan beliau. Seandainya daging itu haram, niscaya daging dlabb tidak akan ditaruh di situ. Lalu beliau meminum susu dan memakan keju” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5402].

Gambar 8. Dlabb (kadal gurun)
Catatan : Dlabb tidak sama dengan biawak.
9.      Wazagh.[7]
عن عامر بن سعد، عن أبيه؛ أن النبي صلى الله عليه وسلم أمر بقتل الوزغ. وسماه فويسقا.
Dari ‘Aamir bin Sa’d, dari ayahnya : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan membunuh wazagh, dan beliau menamakannya binatang fasiq” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2238, Abu Daawud no. 5262, Ibnu Hibbaan no. 5635, dan yang lainnya].

Gambar 9. Wazagh (Cyrtopodion scabrum) – atau di sini.
Catatan : Ada dua hal penting yang perlu ditekankan di sini :
a.    Apakah wazagh sama dengan cecak rumah atau tokek ?. Jawabnya tidak, karena jenisnya beda. Cecak nama latinnya adalah Cosymbotus platyurus. Ia bertemu dengan wazagh pada tingkat Famili (Gekkonidae). Begitu juga dengan tokek (Gekko sp.).
b.    Apakah perintah membunuh wazagh bisa diqiyaskan dengan perintah membunuh cecak atau tokek ?. Wallaahu a’lam – mungkin ada rekan yang dapat membantu.
10.   Pohon Tiin.[8]
Allah ta’ala berfirman :
وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ
“Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun” [QS. At-Tiin : 1].

Gambar 10. Pohon Tiin (Ficus carica).
11.   Pohon Zaituun.[9]
Allah ta’ala berfirman :
مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لا شَرْقِيَّةٍ وَلا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ
“Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api” [QS. An-Nuur : 35].

Gambar 11. Buah, daun, dan ranting pohon Zaitun (Olea europaea).
12.   Pohon Utrujah.[10]
عن أبي موسى الأشعري قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (مثل المؤمن الذي يقرأ القرآن كمثل الأترُجَّة، ريحها طيِّب وطعمها طيِّب. ومثل المؤمن الذي لا يقرأ القرآن كمثل التمرة، لا ريح لها وطعمها حلو. ومثل المنافق الذي يقرأ القرآن مثل الريحانة، ريحها طيِّب وطعهما مر. ومثل المنافق الذي لا يقرأ القرآن كمثل الحنظلة، ليس لها ريح وطعمها مر).
Dari Abu Muusaa Al-Asy’ariy, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam : “Permisalan seorang mukmin yang membaca Al-Qur’an bagaikan buah Utrujah, baunya wangi dan lezat rasanya. Sedangkan seorang mukmin yang tidak membaca Al-Qur’an, maka ia seperti tamr (kurma), tidak berbau tetapi manis rasanya. Permisalan seorang munafiq yang membaca Al-Qur’an seperti raihan, baunya wangi akan tetapi rasanya pahit. Sedangkan permisalan seorang munafik yang tidak membaca Al-Qur’an, maka ia seperti buah handhalah, tidak wangi lagi pahit rasanya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5427 dan Muslim no. 797]

Gambar 12. Pohon Utrujah/Jeruk Pepaya/Adams Apple/Citron (Citrus medica).
Di negeri kita, pohon/buah ini sejenis dengan limau, misal limau nipis (Citrus aurantifolia).[11]
13.   Tumbuhan Raihaan.[12]
Dalilnya sama dengan di atas.

Gambar 13. Pohon Raihaan (Ocimum pilosum).
Catatan : Raihaan ini sejenis kemangi yang ada di negeri kita.[13]
14.   Tumbuhan Handhalah.[14]
Dalilnya sama dengan di atas.

Gambar 14. Handhalah/Bitter Apple (Citrullus colocynthis).
15.   Tumbuhan (penghasil) Al-Habbatus-Saudaa’.[15]
عن أبي هريرة سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ((إن في الحبة السوداء شفاء من كل داء، إلا السام)).
Dari Abu Hurairah bahwasannya ia mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya dalam Al-Habbatus-Saudaa’ terdapat obat bagi segala macam penyakit, kecuali kematian” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5688, Muslim no. 2215, Ibnu Maajah no. 3447, dan yang lainnya].

Gambar 15. Tumbuhan (penghasil) Al-Habbatus-Saudaa’ (Nigella sativa).
16.   Tumbuhan Araak penghasil kayu Siwaak.[16]
عن أبي موسى؛ قال: دخلت على النبي صلى الله عليه وسلم وطرف السواك على لسانه.
Dari Abu Muusaa, ia berkata : Aku pernah masuk menemui Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan saat itu ujung siwaak ada di mulut beliau” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 244, Muslim no. 254, An-Nasaa’iy no. 3, Ibnu Khuzaimah no. 141, Ibnu Hibbaan no. 1073, dan yang lainnya].

Gambar 16. Tumbuhaan Araak penghasil kayu Siwaak (Salvadora persica).
17.   Pohon Gharqad.[17]
عن أبي هريرة؛ أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال "لا تقوم الساعة حتى يقاتل المسلمون اليهود. فيقتلهم المسلمون. حتى يختبئ اليهود من وراء الحجر والشجر. فيقول الحجر أو الشجر: يا مسلم! يا عبدالله! هذا يهودي خلفي. فتعال فاقتله. إلا الغرقد. فإنه من شجر اليهود".
Dari Abu Hurairah : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Tidak akan tegak hari kiamat hingga kaum muslimin memerangi orang-orang Yahudi. Kaum muslimin membunuh mereka hingga ada orang Yahudi bersembunyi di belakang batu dan pohon, namun batu dan pohon itu berkata : ‘Wahai Muslim, wahai hamba Allah, ini orang Yahudi ada di belakangku. Kemarilah dan bunuhlah ia. Kecuali pohon Gharqad (yang tidak mengatakan itu), karena ia adalah pohon orang Yahudi” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2926, Muslim no. 2922, dan yang lainnya].

Gambar 17. Daun, bungan dan ranting pohon Gharqad atau Boxthorn (Lycium sp.).
18.   Dan yang lainnya.
Itulah di antara hewan dan tumbuhan yang disebutkan dalam beberapa nash, yang mungkin sedikit asing bagi sebagian rekan-rekan. Sangat mungkin masih ada jenis lain yang disebutkan dalam nash yang itu di luar memori saya saat ini, sehingga tak tersebut dalam artikel ini. Rekan-rekan bisa menambahkannya.
Semoga informasi ringan ini ada manfaatnya.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
Mohon doa kebaikan bagi pemilik Blog ini....
[abul-jauzaa’ – wonokarto, wonogiri, 57612 – 9 Ramadlaan 1432 H].


[1]      Keterangan mengenai jenis ini, dapat dibaca di : sini.
[2]      Keterangan mengenai jenis ini, dapat dibaca di sini.
[3]      Keterangan mengenai jenis ini, dapat dibaca di sini.
[4]      Keterangan mengenai jenis ini, dapat dibaca di sini.
[5]      Keterangan mengenai jenis ini, dapat dibaca di sini.
[6]      Keterangan mengenai jenis ini, dapat dibaca di sini.
[7]      Keterangan mengenai jenis ini, dapat dibaca di sini dan di sini.
[8]      Keterangan mengenai jenis ini, dapat dibaca di sini dan di sini.
[9]      Keterangan mengenai jenis ini, dapat dibaca di sini dan di sini.
[10]     Keterangan mengenai jenis ini, dapat dibaca di sini dan di sini.
[11]     Keterangan mengenai jenis ini, dapat dibaca di sini.
[14]     Keterangan mengenai jenis ini, dapat dibaca di sini dan di sini.
[15]     Keterangan mengenai jenis ini, dapat dibaca di sini.
[16]     Keterangan mengenai jenis ini, dapat dibaca di sini dan di sini.
[17]     Keterangan mengenai jenis ini, dapat dibaca di sini.

Sumber: http://abul-jauzaa.blogspot.com/2011/08/mengenal-beberapa-hewan-dan-tumbuhan.html