Wednesday, November 3, 2010

PELUNASAN KREDIT SEBELUM WAKTUNYA

Pelunasan Kredit Sebelum Waktunya

Oleh
Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta

Pertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Ada seseorang yang bekerja memperjualbelikan mobil. Dia menjual mobil dengan cara mengkreditkannya. Dia mengkreditkan mobil dengan angsuran bulanan, sejumlah total 50,000 riyal, dengan angsuran setiap bulan 1500 riyal. Ada seorang pembeli yang datang dan berkata, “Saya akan lunasi semua sisa pembayaran saya, lalu berapa potongan yang akan anda berikan kepada saya sembagai imbalan atas pelunasan pembayaran sebelum waktunya”. Perlu diketahui wahai syaikh, bahwa hal tersebut sudah tersebar pada mayoritas orang-orang yang biasa berdagang mobil.

Kami sangat mengharapkan fatwa mengenai hal tersebut. Dan bagaimana pula hukumnya jika ia mengatakan : “Saya akan membayar semua yang menjadi kewajiban saya kepada anda”. Kemudian si penjual menjawab, “Dan saya akan berikan potongan harga yang pernah disepakati sebesar 3000 riyal tanpa persyaratan dari pedagang atau permintaannya untuk memotong harga sebagai imbalan dipercepatnya pelunasan bayaran sebelum waktunya. Saya mengharapkan fatwa sekitar masalah di atas. Mudah-mudahan Allah menjaga anda dan meluruskan langkah anda menuju kebaikan.

Jawaban
Apa yang disampaikan dalam pertanyaan di atas adalah apa yang dikenal oleh para ahli fiqih dengan istilah “ potong dan percepatlah pembayaran”. Dan mengenai kebolehannya masih terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Dan yang benar adalah pendapat mereka yang membolehkan “pemotongan harga dan percepatan pembayaran”. Yang demikian itu berdasarkan riwayat dari Imam Ahmad dan menjadi pilihan Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim dan dinisbatkan kepada Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma.

Dengan nada membolehkan, Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Karena praktek tersebut kebalikan dari praktek riba, dimana riba megandung penambahan pada salah satu pihak, sebagai ganti dari dilampauinya jangka waktu. Sedangkan praktek ini mengandung keterlepasan tanggung jawabnya dari salah satu pihak sebagai imbalan dari berhentinya akhir jangka waktu. Dengan demikian, sebagian kewajiban pembayaran gugur sebagai ganti gugurnya sebagian jangka waktu yang diberikan. Sehingga dengan demikian, masing-masing pihak mendapatkan keuntungan. Dan dalam praktek tersebut tidak ada riba, baik dalam pengertian sebenarnya, bahasa, maupun tradisi.

Sebab, riba berarti tambahan. Sedang praktek di atas sama sekali tidak mengandung pengertian itu. Dan orang-orang yang mengharamkan hal tersebut mengqiyaskan pada riba. Dan tampak jelas perbedaan antara ucapan : “baik kamu harus menambah atau kamu akan melunasinya”, dengan ucapan : “Segerakanlah pembayaran kepada saya dan saya akan berikan kepadamu seratus”. Dan itu tidak ada kesamaan antara keduanya. Dan tidak ada nash, ijma maupun qiyas shahih yang mengharamkan hal tersebut.

Wabillaahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.

[Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta, Fatwa Nomor 17441. Disalin dari Fataawaa Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyyah Wal Ifta, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Jual Beli, Pengumpul dan Penyusun Ahmad bin Abdurrazzaq Ad-Duwaisy, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i]

almanhaj.or.id