Sunday, November 14, 2010

Renungan Bencana Merapi

Renungan Bencana Merapi

Ustadz Sofyan Chalid Ruray

Musibah karena Dosa

“Telah tsabit dari Khalifah Ar-Rasyid Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz rahimahullah, bahwasannya ketika terjadi musibah gempa di zaman beliau, maka beliau menulis surat kepada seluruh jajarannya di seluruh daerah berisi perintah agar mereka memerintahkan kaum muslimin untuk bertaubat kepada Allah Ta’ala, memohon kepada-Nya dan minta ampunan dosa-dosa yang mereka kerjakan.” (Majmu’ Fatawa Syaikh Bin Baz rahimahullah, 2/129)


Sungguh tepatlah apa yang dilakukan oleh pemimpin kaum muslimin ini, sebab bencana yang menimpa manusia, tidak lain karena dosa yang mereka kerjakan. Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan musibah apapun yang menimpa kalian adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri. Dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahan kalian).” (Asy-Syuraa: 30)

Allah Ta’ala juga berfirman:

فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Maka masing-masing (mereka itu) Kami adzab disebabkan dosanya. Di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu, di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan (dalam air), dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (Al-’Ankabut: 40)

Musibah bagi Orang-orang Beriman adalah Ujian

Namun bagi orang-orang beriman, ahlut tauhid was sunnah, bencana adalah ujian bagi mereka, yang dengannya Allah Ta’ala menghapus dosa mereka, meninggikan derajat mereka, dan melimpahkan pahala yang tidak terhitung jika mereka sabar dan ridho dalam menghadapi ujian tersebut. Allah Ta’ala berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ. الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun”.” (Al-Baqarah: 155-156)
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
ما من مصيبة تصيب المسلم إلا كفر الله بها عنه حتى الشوكة يشاكها
“Tidaklah ada suatu musibah yang menimpa seorang muslim, hingga duri yang menusuknya, kecuali itu akan menjadi penghapus dosanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Juga sabda beliau shallallahu’alaihi wa sallam:

إن عظم الجزاء مع عظم البلاء و إن الله تعالى إذا أحب قوما ابتلاهم فمن رضي فله الرضا و من سخط فله السخط
“Sesungguhnya besarnya pahala tergantung besarnya ujian. Dan sesungguhnya Allah Ta’ala, apabila mencintai suatu kaum maka Allah timpakan kepada mereka bala’, barangsiapa ridho dengannya maka Allah pun ridho kepadanya, barangsiapa yang marah dengannya maka Allah pun marah kepadanya.” (HR. At-Tirmidzi, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihil Jami’, no. 2110)

Kesyirikan adalah Penyebab Musibah Terbesar

Tradisi Labuhan Merapi yang pernah dipimpin Maridjan untuk menghormati Kyai Sapu Jagat (iblis penghuni Merapi -semoga Allah Ta’ala melaknatnya-) yang mereka yakini sebagai penjaga keselamatan dan ketentraman Kesultanan dan warga Jogya, adalah bentuk syirik kepada Allah Ta’ala dalam uluhiyyah dan rububiyah sekaligus dan merupakan sebab terbesar bencana Merapi.

Betapa Allah Ta’ala tidak murka, ibadah yang seharusnya hanya dipersembahkan kepada-Nya mereka persembahkan kepada iblis penghuni gunung Merapi. Mereka persembahkan beberapa bentuk ibadah kepadanya:
  1. Memohon keselamatan kepadanya (Du’aul Mas’alah)
  2. Harap kepadanya (ibadah hati)
  3. Takut kepadanya (ibadah hati)
  4. Tawakkal kepadanya (ibadah hati)
  5. Biasanya ditambahi dengan sesajen berupa hewan sembelihan dan berbagai jenis makanan sebagai persembahan kepadanya.
Ini kesyirikan dalam uluhiyyah (ibadah). Adapun kesyirikan dalam rububiyyah, mereka yakini iblis tersebut sebagai penyelamat mereka, pelindung dan pemberi rasa aman kepada mereka.

Demi Allah, tidak ada sebab bencana yang melebihi kezaliman terbesar ini. Allah Ta’ala telah mengingatkan:

وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا
“Dan mereka berkata, “(Allah) Yang Maha Penyayang mempunyai anak.” Sesungguhnya (dengan perkataan itu) kamu telah mendatangkan suatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi terbelah, serta gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Penyayang mempunyai anak”.” (Maryam: 88-91)

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga telah mengingatkan:

اجتنبوا السبع الموبقات قالوا يا رسول الله وما هن قال الشرك بالله والسحر وقتل النفس التي حرم الله إلا بالحق وأكل الربا وأكل مال اليتيم والتولي يوم الزحف وقذف المحصنات المؤمنات الغافلات
“Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan”, Beliau ditanya, “Wahai Rasulullah apakah tujuh perkara yang membinasakan itu?” Beliau menjawab: “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan haq, memakan harta anak yatim, memakan riba’, lari dari medan perang (jihad), menuduh berzina wanita mu’minah padahal dia tidak tahu menahu (dengan zina tersebut)”.” (HR. Al-Bukhari, no. 2615 dan Muslim, no. 272)

Kesyirikan di Merapi Lebih Buruk dari Kesyirikan di Zaman Jahiliyah

Lebih parah lagi, ketika mereka ditimpa musibah, bukannya kembali kepada Allah Ta’ala, bertaubat kepada-Nya dam memurnikan ibadah hanya kepada-Nya, malah mereka kembali kepada juru kunci pewaris Maridjan dan kepada benda-benda dan jimat yang mereka yakini itulah yang bisa menyelamatkan mereka dari bencana.

Maka dalam hal ini, kesyirikan mereka lebih buruk dari syiriknya orang-orang musyrikin Jahiliyah dahulu (yang Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam diutus untuk mendakwahi dan memerangi mereka), dimana mereka (sebagian musyrikin Jahiliyah) hanya menyekutukan Allah Ta’ala ketika mereka dalam keadaan aman dan tentram, namun ketika ditimpa bencana dan membutuhkan pertolongan, mereka kembali mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana firman-Nya:

فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
“Maka apabila mereka naik kapal, mereka berdo’a kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka menyekutukan-Nya.” (Al-‘Ankabut: 65)

Syubhat Para Pelaku Kesyirikan dan Jawabannya

Jika mereka mengatakan, “Kami mempersembahkan upacara kepada Kyai Sapu Jagat (maupun bertawasul dengan berdoa kepada para nabi dan wali) hanyalah agar beliau menjadi wasilah (perantara) untuk mendekatkan diri kami kepada Allah Ta’ala, atau agar beliau memintakan keamanan untuk kami kepada Allah Ta’ala”.

Jawabannya: Kesyirikan ini sama persis dengan apa yang dilakukan oleh kaum musyrikin di zaman Jahiliyah dahulu, dimana mereka memohon kepada berhala-berhala juga agar bisa lebih dekat dengan Allah Ta’ala atau mendapat syafa’at di sisi-Nya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَالّذِينَ اتّخَذُواْ مِن دُونِهِ أَوْلِيَآءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلاّ لِيُقَرّبُونَآ إِلَى اللّهِ زُلْفَىَ
“Dan orang-orang mengambil penolong selain Allah mereka berkata: “Kami tidaklah mengibadahi mereka melainkan supaya mereka betul-betul mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”.” (Az-Zumar: 3)

Juga firman Allah Ta’ala:

وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ
“Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfa’atan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah.” (Yunus: 18)

Namun jika kenyataannya mereka berkeyakinan bahwa Kyai Sapu Jagad (juga para nabi dan wali) yang memberikan keamanan kepada mereka (bukan sebagai wasilah untuk beribadah kepada Allah Ta’ala dan mendapatkan keamanan dari-Nya), maka dari sisi ini pun kesyirikan mereka lebih buruk dari kesyirikan kaum musyrikin Jahilyah.

Membantu Korban Merapi dengan Dakwah Tauhid dan Sunnah

Oleh karenanya kami katakan, membantu korban bencana dengan materi sangat penting. Namun sungguh jauh lebih penting dari itu adalah membantu mereka dengan mengajak mereka kepada tauhid dan sunnah.

Sebab, musibah yang menimpa mereka di dunia ini tidaklah seberapa jika dibandingkan dengan adzab Allah Ta’ala di akhirat kelak jika mereka mati dalam keadaan menyekutukan Allah Ta’ala. Allah Jalla wa ‘Ala berfirman:

إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang lalim itu seorang penolong pun.” (Al-Maidah: 72)

Juga firman Allah Ta’ala:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang kafir dari ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) dan orang-orang musyrik (akan masuk) neraka jahannam, mereka kekal di dalamnya. Mereka adalah seburuk-buruk makhluq.” (Al-Bayyinah: 6)

Fenomena Petruk dan Ponimin

Apa yang akan terjadi dengan Merapi di masa depan tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah Ta’ala. Barangsiapa meyakini Petruk sudah tahu sebelumnya berarti dia telah berbuat syirik kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala. Demikian pula mempercayai bualan pewaris Maridjan; Ponimin dan istrinya, sama saja dengan mempercayai dukun dan tukang ramal, pelayan-pelayan iblis merapi.

Apa yang akan terjadi kurang dari seperempat detik kemudian termasuk perkara ghaib yang ilmunya adalah kekhususuan bagi Allah Ta’ala, sehingga orang yang meyakini bahwa ada selain Allah Ta’ala yang mengetahui perkara ghaib berarti dia telah berbuat syirik kepada Allah. Firman Allah Tabaraka wa Ta’ala:

قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِى ٱلسَّمَوَتِ وَٱلْأَرْضِ ٱلْغَيْبَ إِلَّا ٱللَّهُ
“Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”.” (QS. An-Naml: 65)

Dan orang yang mengabarkan tentang perkara ghaib (yang akan terjadi di masa depan) disebut dukun (kaahin) (lihat Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam rahimahullah, 35/173).

Dari mana dia mengetahui berita-berita ghaib tersebut? Tidak lain dari tuan-tuannya, yaitu setan-setan yang mencuri berita dari langit. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menjelaskan:

إِذَا قَضَى اللهُ الْأَمْرَ فِي السَّمَاءِ ضَرَبَتِ الْمَلَائِكَةُ بِأَجْنِحَتِهَا خضَعَانًا لِقَوْلِهِ كَأَنَّهُ سِلْسِلَةٌ عَلَى صَفْوَانٍ فَإِذَا فُزِّعَ عَنْ قُلُوبِهِمْ قَالُوا: مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ؟ قَالُوا لِلَّذِي قَالَ: الْحَقَّ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيْرُ. فَيَسْمَعُهَا مُسْتَرِقُ السَّمْعَ وَمُسْتَرِقُ السَّمْعِ هَكَذَا بَعْضَهُ فَوْقَ بَعْضٍ –وَوَصَفَ سُفْيَانُ بِكَفِّهِ فَحَرَّفَهَا وَبَدَّدَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ- فَيَسْمَعُ الْكَلِمَةَ فَيُلْقِيهَا إِلَى مَنْ تَحْتَهُ ثُمَّ يُلْقِيهَا الْآخَرُ إِلَى مَنْ تَحْتَهُ حَتَّى يُلْقِيهَا عَلَى لِسَانِ السَّاحِرِ أَوِ الْكَاهِنِ فَرُبَّمَا أَدْرَكَ الشِّهَابُ قَبْلَ أَنْ يُلْقِيَهَا وَرُبَّمَا أَلْقَاهَا قَبْلَ أَنْ يُدْرِكَهُ فَيَكْذِبُ مَعَهَا مِائَةَ كِذْبَةٍ فَيُقَالُ: أَلَيْسَ قَدْ قَالَ لَنَا يَوْمَ كَذَا وَكَذا كَذَا وَكَذَا؟ فَيُصَدَّقُ بِتِلْكَ الْكَلِمَةِ الَّتِي سُمِعَ مِنَ السَّمَاءِ

“Apabila di langit Allah menetapkan sebuah perkara, tertunduklah seluruh malaikat karena takut dengan firman Allah Ta’ala, seakan-akan suara rantai yang tergerus di atas batu. Ketika sadar, mereka berkata: “Apa yang telah difirmankan oleh Rabb kalian?” Sebagian menjawab: “Kebenaran, dan dia Maha Tinggi lagi Maha Besar.” Lalu berita tersebut dicuri oleh para pencuri berita (setan).

Para pencuri berita itu sebagiannya berada di atas yang lain (sampai ke suatu tempat di bawah langit) –Sufyan (rawi hadits) menggambarkan tumpang tindihnya mereka dengan telapak tangan beliau lalu menjarakkan antara jari jemarinya–. Mereka mendengar kalimat yang disampaikan oleh Malaikat, lalu menyampaikannya kepada yang di bawahnya, yang di bawahnya menyampaikannya kepada yang di bawahnya lagi, sampai yang paling bawah menyampaikannya kepada tukang sihir atau dukun.

Terkadang setan tersebut terkena lemparan bintang sebelum menyampaikannya dan terkadang dia bisa menyampaikannya sebelum terkena lemparan bintang. Namun setan ini telah menyisipkan 100 kedustaan bersama satu berita yang benar itu.
Kemudian bualan dukun ini dikomentari orang: “Bukankah kejadiannya seperti yang dia katakan?” Akhirnya dukun ini dipercayai karena berita yang dicuri setan dari langit.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu‘anhu)

Hukum Mempercayai Ucapan Ponimin tentang Masa Depan Merapi

Oleh karena itu, barangsiapa yang mempercayai ucapan Ponimin dan yang semisalnya berarti dia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, beliau bersabda:

من أتى عرافا أو كاهنا فصدقه بما يقول فقد كفر بما أنزل على محمد صلى الله عليه وسلم
“Barang siapa yang mendatangi tukang ramal atau dukun dan membenarkan apa yang diucapkannya maka dia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam.” (HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah radhiyallahu‘anahu)

Adapun sekedar bertanya tanpa mempercayai ucapan dukun tersebut maka tidak diterima shalatnya selama 40 hari tanpa menghilangkan kewajiban shalat atasnya. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Barangsiapa mendatangi tukang ramal, lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka tidak akan diterima shalatnya selama 40 malam.” (HR. Muslim dari sebagian istri Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam)

Himbauan kepada Kaum Muslimin

Kembali kami menghimbau kepada kaum muslimin, agar tidak saja membantu korban Merapi dengan materi, namun juga dengan nasihat dan ajakan untuk bertaubat kepada Allah Ta’ala, kembali mentauhidkan Allah; beribadah hanya kepada-Nya, melaksanakan sholat lima waktu dan meneladani Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam. Karena hanya inilah kunci keselamatan dari bencana di dunia dan akhirat. Allah Ta’ala berfirman:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Al-A’raaf: 96)

Dan ingatlah, musibah di akhirat itu lebih dahsyat apabila mereka mati dalam keadaan menyekutukan Allah Ta’ala. Jika mereka bisa bersabar menghadapi musibah Merapi, maka tidak ada yang mampu bersabar menghadapi musibah di akhirat. Allah Ta’ala telah mengingatkan:

إِنَّهَا لإحْدَى الْكُبَرِ. نَذِيرًا لِلْبَشَرِ

“Sesungguhnya neraka saqar itu adalah salah satu bencana yang amat besar, sebagai ancaman bagi manusia.” (Al-Muddatsir: 35)

Juga firman Allah Ta’ala:

لَهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ ظُلَلٌ مِنَ النَّارِ وَمِنْ تَحْتِهِمْ ظُلَلٌ ذَلِكَ يُخَوِّفُ اللَّهُ بِهِ عِبَادَهُ يَا عِبَادِ فَاتَّقُونِ

”Bagi mereka lapisan-lapisan dari api di atas mereka dan di bawah mereka pun lapisan-lapisan (dari api).  Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta’ala mempertakuti hamba-hamba-Nya dengan azdab itu. Maka bertakwalah kepada-Ku wahai hamba-hamba-Ku.” (Az Zumar: 16)

 http://nasihatonline.wordpress.com