Friday, December 31, 2010

Silaturrahmi Dengan Non-Muslim

Anak tidak akan bertemu dengan orang tuanya yang berbeda agama di surga.

Nabi Ibrahim as sekalipun harus berpisah dengan ayahnya, Azar, yang sampai wafat tidak seagama dengan Beliau.

Reuni keluarga hanya berlaku bagi mereka yang sama-sama beriman kepada Allah SWT.
Allah SMT berfirman,
"Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan.
Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka.
Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya."
(QS.At-Thur:21).

Wednesday, December 29, 2010

Hukum Merayakan Natal Bagi Umat Islam

Sebagai seorang muslim, kita tidak boleh ikut merayakan natal.
Meski peringatan natal itu dengan alasan memperingati lahirnya Nabi Isa Al-Masih.
Alasan tersebut umat Islam seluruh dunia tak sepakat.

Namun masih saja banyak umat Islam yang secara tidak langsung membenarkan peringatan itu dengan mengucapkan selamat kepada mereka yang merayakan.

Pada tahun 1981 MUI mengeluarkan fatwa tentang haramnya mengikuti perayaan natal bersama.

Dalam fatwa tersebut dikatakan bahwa Islam mengajarkan umatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal syubhat dan dari larangan Allah SWT serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan.

Tuesday, December 28, 2010

Kunci Agar Doa Terkabul

Doa adalah suatu permohonan kepada Sang Pencipta.
Ada aturan dan cara agar doa kita dikabulkan.

Setidaknya ada 10 kunci agar doa kita terkabul.
1. Makan Halal.
2. Tepat Waktu.
3. Menghadap Kiblat.
4. Suara Lirih.
5. Wajar.
6. Khusyuk.
7. Yakin Dikabulkan.
8. Sopan.
9. Diawali Zikir.
10. Tobat.

Tobat.
Tobat dan mengembalikan hak orang yang dizalimi kalau kita punya salah kepada orang lain.

Thursday, December 23, 2010

Allah Mengetahui Yang Ghaib

Mempercayai ramalan hukumnya haram.
Masa depan itu merupakan barang ghaib dan hanya Allah SWT yang mengetahuinya.

"Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri..."
(QS.Al-An'am:59).

Jadi jelas bahwa hanya Allah saja yang tahu tentang segala urusan.

Tuesday, December 21, 2010

Doa Supaya Cerdas

Ya Allah, keluarkanlah kami dari gelapnya keragu-raguan, dan muliakanlah kami dengan cahaya kepahaman dan bukakanlah untuk kami kemakrifatan ilmu, dan mudahkanlah pintu karuniaMu bagi kami, wahai Zat Yang Maha Pengasih.

Friday, December 17, 2010

Jaga Emosi dan Bicara

Rasulullah SAW adalah sosok yang terkenal sangat tenang, santun dan tegas.
Dalam kondisi apapun Beliau tetap tenang, sehingga setiap keputusannya selalu tepat.

Walaupun harus marah, maka Beliau proporsional, tepat sasaran dan tidak merugikan.
Sebenarnya, berbeda antara marah dan tegas.
Kalau marah itu berdasarkan nafsu, sedangkan tegas berdasarkan adil.

Kunci menumbuhkan kewibawaan adalah tidak banyak bicara dan humor sebagi akhlak Rasulullah SAW.
Ucapan Rasulullah SAW bagaikan butiran intan permata.
Tidak ada yang sia-sia.
Semua ucapannya berkualitas tinggi hingga diabadikan dalam kitab-kitab hadits.

Kalaupun harus humor atau bercanda, maka humornya tersebut berkualitas dan tidak di bumbui dusta.
Beliau mengajarkan bahwa setiap apa yang kita ucapkan, nantinya akan dipertanggungjawabkan ke hadapan Allah SWT.

Tuesday, December 14, 2010

11 Juli Kelabu : KADER, SIMPATISAN dan KONSTITUEN PKS

---------- Forwarded message ----------
From: Yusuf Caesar Date: Sun, 21 Nov 2010 19:17:52 +0700
Subject: [PKS] Kader, Simpatisan dan Konstituen PKS.
To: Milis PKS

*Kader*
Orang yang secara formal terdaftar sebagai anggota PKS dan mengikuti proses pengkaderan di dalamnya. Secara terikat, mereka-lah yang menggerakan roda organisasi partai dan sayap-sayap organisasi partai. Jumlah mereka hanya 500-2000 orang setiap DPD. Secara nasional, jumlahnya diperkirakan hanya 300ribu - 400 ribu orang. Hanya sedikit dari kalangan kader yang memiliki kendali terhadap kelompok di bawahnya, yaitu simpatisan. Diperkirakan hanya 10% kader yang menjadi kader inti, yang memiliki kendali terhadap 10-15 orang simpatisan.

Terhadap kelompok massa ini, PKS lebih leluasa menerapkan kebijakan "tsiqoh dan taat". Hanya 1% dari kader yang berani berexperimen dan bermanuver dalam mempengaruhi dan mendominasi kebijakan partai. Kurang dari 1% dari kader yang bersikap kritis, berani memberontak terhadap budaya, kebijakan organisasi dan dominasi kelompok tertentu. Umumnya mereka terpental dari jamaah. Sisanya 98% adalah kalangan pekerja yang hanya bersikap "tsiqoh dan taat".

*Simpatisan*
Orang yang pernah bersentuhan dengan Jamaah Tarbiyah, mengagumi manhajnya, terkesima dengan indahnya ukhuwah di dalamnya, namun tidak terikat dengan kerja-kerja organisasi partai. Secara tidak terikat, mereka mendorong masyarakat memilih PKS, mendukung kerja-kerja PKS yang bersifat insidental. Jumlahnya diperkirakan 3-4 kali lipat jumlah kader. Separuh dari jumlah simpatisan diperkirakan masih dalam kendali kader-kader PKS dalam forum-forum halaqoh atau komunitas pengajian tidak terikat. Murobbi saya yang anggota dewan mengaku, memiliki kelompok halaqoh lain yang berisi kalangan profesional (pengacara, dokter, bankir dan manager perusahaan) yang sama sekali tidak pernah terlibat dalam kerja-kerja PKS. Sedangkan kelompok halaqoh saya terdiri dari para pengusaha kecil, entrepreneur dan wiraswasta mandiri. Sisanya yang 50% adalah "alumni tarbiyah", yang menjauh dari PKS bukan karena kecewa, tetapi karena kurangnya akses setelah mereka mutasi ke luar daerah.

Tipe sosiologis kalangan simpatisan adalah dari kaum terdidik, perekonomian menengah stabil dan tinggal di perkotaan. Hanya sebagian kecil yang tinggal di pedesaan. Mereka 100% (semuanya) bersikap kritis terhadap PKS dan berani memberontak / menolak kebijakan PKS. Kalangan simpatisan ini sangat rentan keluar masuk dari PKS. Mengingat 98% kader berada dalam kelas "pekerja", banyak kader yang tidak mampu menterjemahkan dan mengkomunikasikan kebiajakan partai kepada simpatisan. Bahasa "tsiqoh dan taat" tidak akan mampu meredam sikap kritis kalangan simpatisan.

*Konstituen*
Orang yang memilih PKS dari khalayak umum yang menaruh harapan pada PKS. Total konstituen tergambar dalam perolehan hasil pemili 2009, yaitu sekitar 8 juta-an. Jumlah kader dan simpatisan diperkirakan hanya seperempat dari jumlah konstituen. Separuh dari simpatisan umumnya memegang kendali terhadap 5-10 orang konstituen. Mereka umumnya dari keluarga atau kerabat dekat. Separuh sisanya dari simpatisan hanya memiliki kendali 1-3 orang, kadang tidak memiliki kendali apa-apa. Diperkirakan setiap kader juga memiliki kendali dengan jumlah kemampuan mengendalikan orang yang bervariatif. Kader yang memiliki halaqoh jelas memiliki kendali yang lebih besar terhadap konstituen daripada kader yang tidak memiliki halaqoh. Diperkirakan hanya 10%-20% dari konstituen yang tidak memiliki ikatan emosional dengan kader atau simpatisan. Mereka memilih karena melihat PKS dari media televisi, radio dan koran.

Tipe sosiologis kalangan konstituen adalah sangat beragam. Namun mengingat sebagian besar disumbangkan dari peran kerabat dekat atau keluarga simpatisan, maka tipe sosiologisnya tidka jauh berbeda dengan simpatisan. Bedanya mereka kurang kritis, dan tidak terlalu peduli dengan kebijakan PKS. Pilihan politik mereka lebih banyak dikendalikan kader dan simpatisan yang memiliki ikatan emosional. 10%-20% konstituen yang tidak memiliki ikatan emosional, melihat perilaku PKS dari etalase publik seperti televisi, koran dan obrolan warung kopi.

-------------------

*Bagaimana Menaikkan Suara PKS 2014?*

1. Meningkatkan jumlah kader kritis yang berani bermanuver dan mempengaruh kebijakan partai, sekurang-kurangnya sampai 10-15%. Dan dijaga betul, jangan sampai mereka di "tendang" semua. Mereka akan fokus pada kerja-kerja strategis. Sisanya biarkan menjadi jundi / prajurit dengan kerja-kerja praktis. Jumlah yang mendominasi 1% seperti sekarang lebih mirip organisasi militer ketimbang organisasi partai. Jika PKS menang pemilu dengan tetap mempertahankan komposisi 1% kader yang mendominasi, maka PKS akan menjadi organisasi yang sangat jahat dalam politik. Kuat tetapi membahayakan.

2. Meningkatkan jumlah kader yang memiliki halaqoh. Setidaknya 75% kader harus memiliki halaqoh sekurang-kurangnya 1 kelompok yang berisi 8-10 orang. Saat ini, diperkirakan hanya 10% dari kader yang memiliki halaqoh, dan 1 juta simpatisan. Jika hitungan ini terpenuhi, diperkirakan akan ada 2,5 juta simpatisan, dan 8 juta konstituen yang memiliki ikatan emosional dengan PKS. PKS tinggal mencari 8 juta suara lagi dari konstituen yang tidak memiliki ikatan emosional. 15% suara, Insya Allah akan diperoleh. Jumlah suara konstituen yang memiliki ikatan emosional dengan yang tidak memiliki ikatan emosional diupayakan seimbang.

3. Seperti kata pak Gene, PKS harus meningkatkan kemampuan komunikasi massa kader-kadernya, sehingga mengurangi jumlah simpatisan yang terpental. Di wilayah etalase publik, komunikasi massa juga diperlukan untuk berbicara dengan calon konstituen yang tidak memiliki ikatan emosional. Gaya komunikasi kader-kader PKS ini sangat payah, dan cenderung mengajak "berkelahi" simpatisan, konstituen dan umat islam lainnya.

4. Bersahabatlah dengan media. Jangan memusuhi media! Kader-kader PKS menyadari peran media yang besar dalam membangun citra informasi kepada publik, namuan kader PKS umumnya cenderung memusuhi media, dan membangun jejaring media sendiri. Jejarang media yang dibangun kader hanya akan efektif untuk kalangan kader sendiri dan sebagian simpatisan.

-------------------

*Bagaimana Menaikkan Jumlah Kader Kritis sampai 10-15%*

Ada 2 cara.
*Pertama*,
kemurahan hati elite yang mendominasi untuk mengurangi dominasinya, mengurangi ambisi visi pemimpin serta meningkatkan visi jamaah dan membuka keran-keran domokrasi di internal partai.

*Kedua*,
keberanian sebagian kader untuk mendobrak patron budaya di internal. Tapi saya lebih menyukai cara pertama, karena costnya lebih murah. Cara yang kedua rentan terhadap perpecahan jika elite menolak mengurangi dominasinya.

-------------------

*Bagaimana Menaikkan Jumlah Kader Kritis yang Memiliki Halaqoh*

PKS lebih tahu caranya. Hanya perlu fokus saja pada proses ini.

-------------------

*Bagaimana Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Massa*

Berkonsultasilah dengan ahli komunikasi massa. Pelatihan di bidang ini sangat kurang dilakukan oleh umat Islam. Pak Gene tampaknya siap membantu PKS mengadakan pelatihan ini. Benar begitu pak Gene?

-------------------

*Bagaimana Bersahabat Dengan Media

* Rendah hatilah dan penuhi semua syahwat media. Media hanya butuh informasi, maka berilah sepuas-puasnya informasi yang diinginkan oleh media. Jika mereka tidak mendapatkan informasi yang diinginkan, media akan mencari dari pihak ketiga yang tidak jelas, atau bahkan dari sumber anonim.

Salam,
Yusuf Caesar

dari catatn fb Abduh PKS

Monday, December 13, 2010

Wanita Shalihah

Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Rasulullah SAW bersabda,
"Dunia itu perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah."




Nabi Muhammad SAW menandaskan bahwa perhiasan terbaik ternyata bukan intan, mutiara, emas dan lain sebagainya.
Namun, perhiasan yang paling baik di dunia adalah wanita shalihah.

Sunday, December 12, 2010

Bapak Optik Dunia

Al-Haitham adalah Bapak Optik Dunia berasal dari Islam, berasal dari Basrah

Kata kamera yang digunakan saat ini berasal dari bahasa Arab, yakni Qamara.
Sebuah istilah itu muncul berkat kerja keras Al-Haitham.
Bapak fisika modern itu terlahir dengan nama Abu Ali Al-Hasan Ibnu Al-Haitham di kota Basrah, Persia pada saat Dinasti Buwaih menguasai kekhalifahan Abbasiyah.

Karena keahlian dan berbagai hasil penemuannya di bidang optik, banyak ilmuwan menyebutnya sebagai BAPAK OPTIK dunia.
Sejak kecil Al-Haitham dikenal cerdas dan encer otaknya.
Beranjak dewasa ia merintis karirnya sebagai pegawai pemerintah di Basrah.

Namu Al-Haitham lebih tertarik untuk menimba ilmu daripada menjadi pegawai pemerintah.
Setelah itu ia merantau ke Ahwaz dan kota Baghdad.
Di dua kota itulah ia menimba beragam ilmu.

Karena semangat keilmuannya yang tinggi, akhirnya dia terdampar hingga ke Al-Azhar di kota Mesir.
Secara otodidak, ia mempelajari hingga menguasai beragam disiplin ilmu seperti ilmu falak, matematika, geometri, pengobatan, fisika dan filsafat.

Scara serius dia mengkaji dan mempelajari seluk-beluk ilmu optik.
Beragam teori tentang ilmu optik telah dilahirkan dan dicetuskannya.
Dialah orang pertama yang menulis dan menemukan pelbagai data penting mengenai cahaya.

Konon, dia telah menulis tak kurang dari 200 judul buku.
Salah satu buku karyanya yang terkenal adalah:

KITAB AL-MANAZIR
(Buku Optik)

Dalam salah satu kitab yang ditulisnya, Alhazen (begitu dunia barat menyebutnya), juga menjelaskan tentang ragam cahaya yang muncul saat matahari terbenam.
Ia pun juga mencetuskan teori tentang berbagai macam fenomena fisik seperti bayangan, gerhana, dan juga pelangi.

Keberhasilan lainnya yang terbilang fenomenal adalah kemampuannya menggambarkan indra penglihatan manusia secara detail.

Buku sebanyak itu kemana larinya ya.
Orang Islam harusnya memiliki Almari buku atau perpustakaan agar tidak hilang buku-bukunya.
Eman tenan karya umat Islam banyak yang raib beralih tangan.

Thursday, December 9, 2010

BAB 7: PENINGKATAN ROHANI AHLI SUFI


KITAB SIRRUL ASROR BAB 7
PENINGKATAN ROHANI AHLI SUFI

اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Sufi adalah kata Arab – Shaf, yang bererti bersih. Alam batin sufi disucikan, menjadi bersih dan diterangi oleh cahaya makrifat, penyatuan dan keesaan.
Istilah sufi dikaitkan juga dengan bidang kerohanian yang berhubungan dengan sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w yang dikenali sebagai ‘Kelompok yang memakai baju bulu’. Shaf, pakaian bulu yang kasar menggambarkan keadaan mereka yang miskin lagi hina. Kehidupan dunia di dalam kesempitan. Mereka berpegang cermat di dalam makanan, minuman dan lain-lain.

Dalam buku ‘al-Majm’ dikatakan, “Apa yang terjadi kepada ahli suluk yang suci ialah pakaian dan kehidupan mereka sangat sederhana dan hina”. Walaupun mereka tidak menarik secara keduniaan tetapi hikmah kebijaksanaan (makrifat) mereka ternyata pada sifat mereka yang lemah lembut dan halus, yang menjadikan mereka menarik kepada siapa yang mengenali mereka. Mereka menjadi contoh kepada alam manusia. Mereka berpandukan ilmu Ilahi. Pada pandangan Tuhan mereka berada pada martabat pertama kemanusiaan.

Dalam pandangan mereka yang mencari Tuhan keompok sufi ini kelihatan cantik walaupun pada dzahirnya buruk. Mereka mesti dikenali dan berupaya mengenali, dan mereka mesti dengan cara itu, yaitu satu dan semua, karena mereka semua berada pada makam keesaan dan mesti nyata sebagai satu.

Dalam bahasa Arab perkataan tasawwuf,
kerohanian Islam, terdiri dari empat huruf – ‘ta’, ‘shad’, ‘wawu’ dan ‘fa’ (t,sh,w,f). Huruf pertama, t, bermaksud taubat. Ini adalah langkah pertama perlu diambil pada jalan ini. Ia adalah seolah-olah dua langkah, satu zahir dan satu batin. Taubat zahir dalam perkataan, perbuatan dan perasaan, menjaga kehidupan agar bebas dari dosa dan kesalahan dan cenderung untuk berbuat kebaikan dan ketaatan; meninggalkan keingkaran dan penentangan, mencari kesejahteraan dan kedamaian. Taubat batin dilakukan oleh hati. Penyucian hati dari hawa nafsu duniawi yang huru hara dan hati bulat berazam mau mencapai alam ketuhanan. Taubat – mengawasi kesalahan dan meninggalkannya, menyadari kebenaran dan berjuang ke arahnya – membawa seseorang kepada langkah kedua.

Langkah kedua ialah keadaan aman dan sejahtera, shafa. Huruf ‘sh’ adalah simbolnya. Dalam peringkat ini juga ada dua langkah perlu diambil. Pertama ialah ke arah kesucian di dalam hati dan kedua pula ke arah pusat hati. Hati yang tenang datang dari hati yang bebas dari kesusahan, keresahan yang disebabkan oleh masalah semua kebendaan ini, masalah makan, minum, tidur, perkataan yang sia-sia. Dunia ini umpama tenaga tarikan bumi, menarik hati ke bawah, dan untuk membebaskan hati dari masalah tersebut menyebabkan berlaku tekankan kepada hati. Di sana ada pula ikatan-ikatan – hawa nafsu dan kehendak, pemilikan, kasihkan keluarga dan anak-anak – yang mengikat hati kepada bumi dan menghalanginya terbang tinggi.

Cara membebaskan hati, dan mensucikannya, adalah dengan mengingat Allah (dzikrullah). Pada awalnya dzikir ini hanya secara lahiriyah, dengan mengulangi nama-nama Tuhan, menyebutnya kuat-kuat sehingga kamu dan orang lain boleh mendengarnya. Apabila dzikir kepada-Nya sudah istiqomah, maka dzikir tersebut masuk ke dalam hati dan berlaku di dalam senyap. Allah berfirman:

Sesungguhnya orang-orang yang beriman[594] ialah mereka yang bila disebut nama Allah[595] gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. Q.S. Al-Anfal :2
[594] Maksudnya: orang yang sempurna imannya.
[595] Dimaksud dengan disebut nama Allah Ialah: menyebut sifat-sifat yang mengagungkan dan memuliakannya.

Dengan dzikir dan mengucapkan nama-nama Allah hati menjadi sadar dari ketiduran dan kelalaian, menjadi suci bersih dan bersinar. Kemudian bentuk dan rupa dari alam ghaib menyata di dalam hati. Nabi s.a.w bersabda,

“Ahli ilmu dzahir mendatangi dan meraih sesuatu dengan akal fikirannya sementara ahli ilmu batin sibuk membersihkan dan menggilapkan hati mereka”.

Kesejahteraan tertinggi bagi hati diperoleh dengan membersihkan hati dari segala sesuatu dan menyediakannya untuk menerima Zat Allah semata-mata yang memenuhi ruang hati. Apabila hati sudah diperindah dengan kecintaan Allah. Alat pembersihannya ialah istiqamah dzikrurrah dan menyebut di dalam hati, dengan lisan rahasia akan kalimah tauhid “La ilaaha illa Llah”. Bila hati dan pusat hati berada dalam suasana tenang dan damai maka peringkat kedua yang disimbolkan sebagai huruf ‘sh’ selesai.
Huruf ketiga ‘w’ bermaksud wilayah, suasana kesucian dan keaslian pencinta-pencinta Allah dan sahabat-sahabat-Nya. Keadaan ini bergantung kepada kesucian batin. Allah menggambarkan sahabat-sahabat-Nya dengan firman-Nya:

“Ketahuilah, sesungguhnya pembantu-pembantu Allah tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak mereka berdukacita. Bagi merekalah kegembiraan di penghidupan dunia dan akhirat…”. (Surah Yunus, ayat 62 – 64).

Seseorang yang di dalam kesucian menyadari sepenuhnya tentang Allah, mencintai-Nya berhubungan dengan-Nya. Hasilnya dia diperelokkan dengan peribadi, akhlak dan perangai yang terbaik. Ini merupakan hadiah suci yang dikaruniakan kepada mereka. Nabi s.a.w bersabda, “Perhatikanlah akhlak yang mulia dan berbuatlah sesuai dengannya”. Dalam peringkat ini orang yang di dalam kesadaran tersebut meninggalkan sifat-sifat keduniaannya yang sementara dan kelihatanlah dia diliputi oleh sifat-sifat Ilahi yang suci. Dalam hadis Qudsi Allah berfirman:

“Bila Aku kasihkan hamba-Ku, Aku menjadi pendengarannya, penglihatannya, percakapannya, pemegangnya dan perjalanannya”.
Keluarkan segala-galanya dari hati kamu dan biarkan Allah sahaja yang berada di sana.
“Dan katakanlah telah datang kebenaran dan telah lenyap kebatilan karena sesungguhnya kebatilan itu akan lenyap”. (Surah Bani Israil, ayat 81).
Bila kebenaran telah datang dan kepalsuan telah lenyap maka selesailah peringkat wilayah.

Huruf keempat ‘f’ bermakna fana, lenyap diri sendiri ke dalam ketiadaan. Diri yang palsu akan hancur dan hilang apabila sifat-sifat yang suci memasuki seseorang, dan apabila sifat-sifat serta keperibadian yang banyak menghalang tempatnya akan diganti oleh satu saja sifat keesaan.

Dalam kenyataan hakikat senantiasa hadir. Ia tidak hilang dan tidak juga berkurang. Apa yang berlaku adalah orang yang beriman menyadari dan menjadi satu dengan yang menciptakannya. Dalam suasana berada dengan-Nya orang yang beriman memperoleh karuniaan-Nya; manusia yang sementara menemui kewujudan yang sebenar dengan menyedari rahsia abadi.

“Semua akan binasa kecuali Wajah-Nya”. (Surah Qasas, ayat 88).
Cara untuk menyadari hakikat ini ialah melalui anugerah-Nya, dengan kehendak-Nya. Bila kamu berbuat kebaikan semata-mata kerana-Nya dan sesuai dengan kehendak-Nya kamu akan menjadi hampir dengan hakikat-Nya, Zat-Nya. Kemudian semua akan lenyap kecuali Yang Esa yang meridhai dan yang diridhai, bersatu. Perbuatan baik adalah ibu yang melahirkan bayi kebenaran; kehidupan dalam kesedaran bagi manusia yang sebenar-benarnya.
“Perkataan yang baik dan perbuatan yang baik naik kepada Allah”. (Surah Fatir, ayat 10).

Jika seseorang berbuat sesuatu dan kewujudannya bukan untuk Allah saja maka dia mengadakan sekutu bagi Allah, dia meletakkan yang lain pada tempat Allah – dosa yang tidak diampunkan yang akan memusnahkannya, lambat atau cepat. Tetapi bila diri dan kepentingan diri fana seseorang itu mencapai peringkat bersatu dengan Allah. Allah menggambarkan makam tersebut, dalam surat AlQamar 54-55

54. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu di dalam taman-taman dan sungai-sungai,

55. di tempat yang disenangi[1441] di sisi Tuhan yang berkuasa.
[1441] Maksudnya tempat yang penuh kebahagiaan, yang bersih dari hiruk-pikuk dan perbuatan-perbuatan dosa.

Tempat itu ialah tempat bagi hakikat yang penting, hakikat kepada hakikat-hakikat, tempat penyatuan dan keesaan. Ia adalah tempat yang disediakan untuk nabi-nabi, untuk mereka yang dikasihi oleh Allah, untuk para sahabat-Nya. Allah beserta orang-orang yang benar. Bila kewujudan bersatu dengan wujud yang abadi ia tidak boleh dipandang sebagai kewujudan yang terpisah. Bila semua ikatan keduniaan ditanggalkan dan seseorang itu dalam suasana kesatuan dengan Allah, dengan kebenaran (hakikat) Ilahi, dia menerima kesucian yang abadi, tidak akan tercemar lagi, dan masuk ke dalam golongan:

“Mereka itu ahli syurga yang kekal di dalamnya”. (Surah A’raaf, ayat 42).
Mereka adalah:
“Orang-orang yang beriman dan beramal salih”. (Surah A’raaf, ayat 42).
Bagaimanapun:
“Kami tidak memberatkan satu diri melainkan sekadar kuasanya”. (Surah A’raaf, ayat 42).
Tetapi seseorang memerlukan kesabaran yang kuat:
“Dan Allah beserta orang yang sabar”. (Surah Anfaal, ayat 66).
رَبَّنَا اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة

Tuesday, December 7, 2010

Shalawat Penebus Dosa

Dalam hadits Rasulullah SAW bersabda,

"Bacalah kamu sekalian shalawat kepadaku, maka sesengguhnya bacaan shalawat kepadaku itu menjadi penebus dosa dan pembersih bagi kamu sekalian dan barang siapa membaca shalawat kepadaku satu kali maka Allah memberi shalawat kepadanya sepuluh kali."
(HR.Ibnu Abi Ashim dari Anas bin Malik).

Shalawat Allah kepada Rasulullah SAW adalah berupa penambahan rahmat dan kemuliaan.
Sedangkan yang kepada selain Rasulullah akan mendapat berupa rahmat dan maghfiroh, kasih sayang dan ampunan.

Monday, December 6, 2010

Etika Makan Rasulullah SAW

Etika makan Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW memiliki kepribadian yang sempurna.
Hingga masalah makan pun Beliau memperhatikan etikanya.

Rasulullah SAW sering sekali mengganjalkan batu di perutnya karena merasa lapar, namun demikian tetap saja Rasulullah SAW nakan ketika lapar dan berhenti makan sebelum kenyang.

Dalam sejarah tercatat bahwa Rasulullah SAW tidak pernah makan sambil bersandar atau duduk di atas kursi.
Rasulullah SAW juga selalu makan buah terlebih dahulu sebelum makan nasi.
Selain itu Beliau juga tidur satu jam setelah makan tengah hari.

Nabi Muhammad SAW makan sambil duduk di atas tanah atau lantai dengan tidak bersandar.
Ketika awal makan mengucapkan Basmalah dan diakhiri dengan Alhamdulillah.
Beliau makan dengan tiga jarinya (ibu jari, telunjuk dan jari tengah).

Rasulullah SAW juga mendisiplinkan minum segelas air sejuk (bukan air es) setiap pagi hari.
Mujarabnya Insya Allah jauh dari penyakit atau susah mendapatkan penyakit.

Beliau enggan makan malam.
Dalam medis dijelaskan bahwa barangsiapa yang makan malam, pada usia tuanya dia rentang terserang kolesterol.

Sebelum dan sesudah makan, Beliau juga menganjurkan untuk membasuh tangan.
Nabi Muhammad SAW bersabda,
"Wudlu sebelum makan itu meniadakan kefakiran, dan wudlu sesudah makan itu meniadakan dosa kecil."
(HR.Ahmad).

Sunday, December 5, 2010

Kita Bodoh

Kita bodoh di hadapan Allah SWT.
Sesungguhnya semua kepandaian dan ilmu yang kita miliki adalah dari Allah SWT.
Semuanya tak sebanding dengan ilmu Allah SWT.

Janganlah orang yang mempunyai ilmu lebih sudah merasa hebat dan ia gunakan untuk mencari popularitas, menipu atau bahkan untuk membuat kekacauan.

Malaikat saja yang sangat hebat dan cerdas langsung tertunduk dan mengakui kebodohan mereka ketika berhadapan dengan ilmu Allah.

"Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami.
Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana."
(QS.Al-Baqarah:32).

Saturday, December 4, 2010

Kurma Ajwah Penangkal Sihir

Belum tahu persis kurma Ajwah ini.
Dari beberapa hadits yang aku baca, kurma Ajwah selain bermanfaat bagi kesehatan tubuh, ternyata kurma juga bisa untuk menangkal datangnya sihir atau ilmu hitam lainnya.

Kurma Ajwah namanya.
Rasulullah memakan buah kurma diantara waktu fajar dan senja hari.
"Barangsiapa memakan tujuh butir kurma diantara fajar dan senja hari, niscaya dia tidak akan terkena bahaya diantara waktu itu."

Rasulullah SAW memang lebih menyukai jenis kurma Ajwah ini karena kurma Ajwah merupakan salah satu dari buah surga.

Kurma Ajwah sendiri adalah sejenis kurma Madinah yang lebih besar daripada kurma As-Sihani, warnanya lebih gelap daripada kurma lainnya.

Friday, December 3, 2010

Ojo Sombong

Sifat sombong adalah sifat yang dilarang dan sangat dibenci oleh Allah SWT.
Akibat kesombongan manusia akan kehilangan cinta Allah SWT.

"Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri."
(QS.Luqman:18).




Rasulullah SAW juga telah mengingatkan bahwa kesombongan akan mengundang murka Allah SWT.
"Maukah kamu aku beritahu tentang penduduk neraka?
Mereka semua adalah orang-orang keras lagi kasar, tamak lagi rakus, dan takabbur (sombong)."
(HR.Turmudzi).

Makane watak sombong iki ora oleh diterpane nok alam ndunyo mungguhe wons Islam.
Yo...mugo-mugo ae awake dewe iki di adohne soko sifat olo iki.

Penjelasan Tentang Doa dan Puasa pada Awal Tahun Hijriyah

Kekeliruan dalam Menyambut Awal Tahun Hijriyah

Sebentar lagi kita akan memasuki tanggal 1 Muharram 1431 H. Seperti kita ketahui bahwa perhitungan awal tahun hijriyah dimulai dari hijrahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu bagaimanakah pandangan Islam mengenai awal tahun yang dimulai dengan bulan Muharram? Ketahuilah bulan Muharram adalah bulan yang teramat mulia, yang mungkin banyak di antara kita tidak mengetahuinya. Namun banyak di antara kaum muslimin yang salah kaprah dalam menyambut bulan Muharram atau awal tahun. Silakan simak pembahasan berikut.
Bulan Muharram Termasuk Bulan Haram
Dalam agama ini, bulan Muharram (dikenal oleh orang Jawa dengan bulan Suro), merupakan salah satu di antara empat bulan yang dinamakan bulan haram. Lihatlah firman Allah Ta’ala berikut.
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36)
Ibnu Rajab mengatakan, ”Allah Ta’ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan siang, keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun menciptakan matahari, bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan berputar pada orbitnya. Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan. Sejak itu, Allah menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal. Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perputaran dan munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli Kitab.”[1]
Lalu apa saja empat bulan suci tersebut? Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.”[2]
Jadi empat bulan suci yang dimaksud adalah (1) Dzulqo’dah; (2) Dzulhijjah; (3) Muharram; dan (4) Rajab.  Oleh karena itu bulan Muharram termasuk bulan haram.
Di Balik Bulan Haram
Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, ”Dinamakan bulan haram karena dua makna.
Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.
Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.”[3]
Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan haram. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, ”Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.”
Ibnu ’Abbas mengatakan, ”Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.”[4]
Bulan Muharram adalah Syahrullah (Bulan Allah)
Suri tauladan dan panutan kita, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ
Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada syahrullah (bulan Allah) yaitu Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.”[5]
Bulan Muharram betul-betul istimewa karena disebut syahrullah yaitu bulan Allah, dengan disandarkan pada lafazh jalalah Allah. Karena disandarkannya bulan ini pada lafazh jalalah Allah, inilah yang menunjukkan keagungan dan keistimewaannya.[6]
Perkataan yang sangat bagus dari As Zamakhsyari, kami nukil dari Faidhul Qodir (2/53), beliau rahimahullah mengatakan, ”Bulan Muharram ini disebut syahrullah (bulan Allah), disandarkan pada lafazh jalalah ’Allah’ untuk menunjukkan mulia dan agungnya bulan tersebut, sebagaimana pula kita menyebut ’Baitullah’ (rumah Allah) atau ’Alullah’ (keluarga Allah) ketika menyebut Quraisy. Penyandaran yang khusus di sini dan tidak kita temui pada bulan-bulan lainnya, ini menunjukkan adanya keutamaan pada bulan tersebut. Bulan Muharram inilah yang menggunakan nama Islami. Nama bulan ini sebelumnya adalah Shofar Al Awwal. Bulan lainnya masih menggunakan nama Jahiliyah, sedangkan bulan inilah yang memakai nama islami dan disebut Muharram. Bulan ini adalah seutama-utamanya bulan untuk berpuasa penuh setelah bulan Ramadhan. Adapun melakukan puasa tathowwu’ (puasa sunnah) pada sebagian bulan, maka itu masih lebih utama daripada melakukan puasa sunnah pada sebagian hari seperti pada hari Arofah dan 10 Dzulhijah. Inilah yang disebutkan oleh Ibnu Rojab. Bulan Muharram memiliki keistimewaan demikian karena bulan ini adalah bulan pertama dalam setahun dan pembuka tahun.”[7]
Al Hafizh Abul Fadhl Al ’Iroqiy mengatakan dalam Syarh Tirmidzi, ”Apa hikmah bulan Muharram disebut dengan syahrullah (bulan Allah), padahal semua bulan adalah milik Allah?”
Beliau rahimahullah menjawab, ”Disebut demikian karena di bulan Muharram ini diharamkan pembunuhan. Juga bulan Muharram adalah bulan pertama dalam setahun. Bulan ini disandarkan pada Allah (sehingga disebut syahrullah atau bulan Allah, pen) untuk menunjukkan istimewanya bulan ini. Dan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sendiri tidak pernah menyandarkan bulan lain pada Allah Ta’ala kecuali bulan Allah (yaitu Muharram).[8]
Dengan melihat penjelasan Az Zamakhsyari dan Abul Fadhl Al ’Iroqiy di atas, jelaslah bahwa bulan Muharram adalah bulan yang sangat utama dan istimewa.
Menyambut Tahun Baru Hijriyah
Dalam menghadapi tahun baru hijriyah atau bulan Muharram, sebagian kaum muslimin salah dalam menyikapinya. Bila tahun baru Masehi disambut begitu megah dan meriah, maka mengapa kita selaku umat Islam tidak menyambut tahun baru Islam semeriah tahun baru masehi dengan perayaan atau pun amalan?
Satu hal yang mesti diingat bahwa sudah semestinya kita mencukupkan diri dengan ajaran Nabi dan para sahabatnya. Jika mereka tidak melakukan amalan tertentu dalam menyambut tahun baru Hijriyah, maka sudah seharusnya kita pun mengikuti mereka dalam hal ini. Bukankah para ulama Ahlus Sunnah seringkali menguatarakan sebuah kalimat,
لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ
Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita melakukannya.”[9] Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka menggolongkan perbuatan semacam ini sebagai bid’ah. Karena para sahabat tidaklah melihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya.[10]
Sejauh yang kami tahu, tidak ada amalan tertentu yang dikhususkan untuk menyambut tahun baru hijriyah. Dan kadang amalan yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin dalam menyambut tahun baru Hijriyah adalah amalan yang tidak ada tuntunannya karena sama sekali tidak berdasarkan dalil atau jika ada dalil, dalilnya pun lemah.
Amalan Keliru dalam Menyambut Awal Tahun Hijriyah
Amalan Pertama: Do’a awal dan akhir tahun
Amalan seperti ini sebenarnya tidak ada tuntunannya sama sekali. Amalan ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, tabi’in dan ulama-ulama besar lainnya. Amalan ini juga tidak kita temui pada kitab-kitab hadits atau musnad. Bahkan amalan do’a ini hanyalah karangan para ahli ibadah yang tidak mengerti hadits.
Yang lebih parah lagi, fadhilah atau keutamaan do’a ini sebenarnya tidak berasal dari wahyu sama sekali, bahkan yang membuat-buat hadits tersebut telah berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya.
Jadi mana mungkin amalan seperti ini diamalkan.[11]
Amalan kedua: Puasa awal dan akhir tahun
Sebagian orang ada yang mengkhsuskan puasa dalam di akhir bulan Dzulhijah dan awal tahun Hijriyah. Inilah puasa yang dikenal dengan puasa awal dan akhir tahun. Dalil yang digunakan adalah berikut ini.
مَنْ صَامَ آخِرَ يَوْمٍ مِنْ ذِي الحِجَّةِ ، وَأَوَّلِ يَوْمٍ مِنَ المُحَرَّمِ فَقَدْ خَتَمَ السَّنَةَ المَاضِيَةَ بِصَوْمٍ ، وَافْتَتَحَ السَّنَةُ المُسْتَقْبِلَةُ بِصَوْمٍ ، جَعَلَ اللهُ لَهُ كَفَارَةٌ خَمْسِيْنَ سَنَةً
“Barang siapa yang berpuasa sehari pada akhir dari bulan Dzuhijjah dan puasa sehari pada awal dari bulan Muharrom, maka ia sungguh-sungguh telah menutup tahun yang lalu dengan puasa dan membuka tahun yang akan datang dengan puasa. Dan Allah ta'ala menjadikan kaffarot/tertutup dosanya selama 50 tahun.”
Lalu bagaimana penilaian ulama pakar hadits mengenai riwayat di atas:
  1. Adz Dzahabi dalam Tartib Al Mawdhu’at (181)  mengatakan bahwa Al Juwaibari dan gurunya –Wahb bin Wahb- yang meriwayatkan hadits ini termasuk pemalsu hadits.
  2. Asy Syaukani dalam Al Fawa-id Al Majmu’ah (96) mengatan bahwa ada dua perowi yang pendusta yang meriwayatkan hadits ini.
  3. Ibnul Jauzi dalam Mawdhu’at (2/566) mengatakan bahwa Al Juwaibari dan Wahb yang meriwayatkan hadits ini adalah seorang pendusta dan pemalsu hadits.[12]
Kesimpulannya hadits yang menceritakan keutamaan puasa awal dan akhir tahun adalah hadits yang lemah yang tidak bisa dijadikan dalil dalam amalan. Sehingga tidak perlu mengkhususkan puasa pada awal dan akhir tahun karena haditsnya jelas-jelas lemah.
Amalan Ketiga: Memeriahkan Tahun Baru Hijriyah
Merayakan tahun baru hijriyah dengan pesta kembang api, mengkhususkan dzikir jama’i, mengkhususkan shalat tasbih, mengkhususkan pengajian tertentu dalam rangka memperingati tahun baru hijriyah, menyalakan lilin, atau  membuat pesta makan, jelas adalah sesuatu yang tidak ada tuntunannya. Karena penyambutan tahun hijriyah semacam ini tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, para sahabat lainnya, para tabi’in dan para ulama sesudahnya. Yang memeriahkan tahun baru hijriyah sebenarnya hanya ingin menandingi tahun baru masehi yang dirayakan oleh Nashrani. Padahal perbuatan semacam ini jelas-jelas telah menyerupai mereka (orang kafir). Secara gamblang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”[13]
Penutup
Menyambut tahun baru hijriyah bukanlah dengan memperingatinya dan memeriahkannya. Namun yang harus kita ingat adalah dengan bertambahnya waktu, maka semakin dekat pula kematian.
Sungguh hidup di dunia hanyalah sesaat dan semakin bertambahnya waktu kematian pun semakin dekat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا لِى وَمَا لِلدُّنْيَا مَا أَنَا فِى الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
Aku tidaklah mencintai dunia dan tidak pula mengharap-harap darinya. Adapun aku tinggal di dunia tidak lain seperti pengendara yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu meninggalkannya.[14]
Hasan Al Bashri mengatakan, “Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanya memiliki beberapa hari. Tatkala satu hari hilang, akan hilang pula sebagian darimu.”[15]
Semoga Allah memberi kekuatan di tengah keterasingan. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal, ST
Artikel http://rumaysho.com

Thursday, December 2, 2010

Hukum Mengkonsumsi Makanan Berbau Tajam (Bawang, Jengkol, Petai DLL)

Makanan Penyebab Bau Mulut
 Oleh : Al Ustadz Abu Hamzah Bandung

Tanya: Assalamu’alaikum warohmatulohhi wabarokatuh. Semoga Allah wata’ala merahmati ustadz, saya ingin menayakan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan larangan bagi orang yang memakan bawang merah dan bawang putih serta sejenisnya yang menimbulkan bebauan. Yaitu sehubungan dengan hadits dari Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia berkhutbah pada hari Jum’at kemudian berkata dalam khutbahnya: “Kemudian kalian, wahai manusia memakan dua pohon yang aku tidak melihat keduanya kecuali busuk : bawang merah dan bawang putih. Sungguh aku melihat Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila mendapati bau busuk kedua pohon tersebut dari seseorang dari seseorang di dalam masjid maka beliau memerintahkan agar orang tersebut dikeluarkan ke baqi’, karena itu barangsiapa memakan kedua pohon tersebut hendaklah dia menghilangkan (bau) kedua pohon tersebut dengan memasaknya (diriwayatkan oleh Muslim, Nasai, dan Ibnu Majah dan hadits ini dishohihkan Al Albani dalam shohih targhib wa tarhib 1/205).
Bagaimana dengan makanan lain yang baunya sama atau lebih busuk dari bawang putih dan bawang merah, seperti petai dan jengkol yang walaupun sudah dimasak kadangkala baunya masih tetap tercium? Apakah dibolehkan kita datang ke masjid setelah baunya dapat dihilangkan dengan menggosok gigi atau larutan penyegar mulut? Kemudian bagaimana dengan bau mulut seseorang perokok, apakah larangan ini juga berlaku bagi para perokok? Wassalamu ‘alaikum wa rohmatullahi wa barokatuh ( M Rizal, Jatinangor )


Jawab: Wa’alaikum salam warohmatullahi wabarokatuh, saudara penanya semoga Allah juga merahmatimu, mengenai jawabannya, ada permasalahan yang perlu saudara ketahui, masalah pertama: bahwa memakan bawang merah, bawang putih atau yang sejenisnya adalah boleh dengan kesepakatan ahlil ilmi, hanya sedikit dari kalangan ahli dhohir yang menganggapnya haram dan sahabat Umar menganggapnya makruh bila tidak dimasak terlebih dahulu, tentu saja yang benar adalah boleh berdasarkan hadits Jabir bin Abdillah ketika disodorkan pada para sahabat Rosulullah, sayur-sayuran / lalab dari jenis buquul dan mereka enggan untuk memakannya karena menimbulkan bau yang tidak sedap, maka Rosulullah mengatakan, “Makanlah (atau yang semakna dengan ini).” (HR Bukhori dan Muslim).
Untuk lebih mudahnya silakan lihat dalam “Umdatul Ahkam” hadits nomor 123. Masalah kedua: berkenaan dengan hadits yang saudara kemukakan serta hadits-hadits lain yang ada kaitannya, perlu ada perincian sebagai berikut:
pertama, jika memakan bawang merah atau bawang putih dengan maksud meninggalkan sholat jama’ah di masjid maka ini diharamkan.
Kedua, jika memakannya sekedar karena ingin menikmatinya atau karena menyukainya, ini tidaklah diharamkan (Lihatlah Syarhul Mumthi ala Zaadil Mustaqna: 4/454).
Ketiga, bagi yang memakannya diharamkan untuk masuk masjid bila masih tersisa baunya, ini pendapatnya Al Hanabilah, ibnu Jarir, dan yang lainnya, berkata Imam Nawawi dalam Syarh Shohih Muslim: “Berkata para Ulama: di dalam hadits tersebut dalil akan terlarangnya bagi yang memakan bawang putih dan sejenisnya dari masuk masjid, walaupun masjid dalam keadaan kosong
Keempat, terlarangnya masuk masjid bagi yang memakannya bukan karena keringanan untuk tidak ikut sholat jama’ah, akan tetapi mencegah agar tidak menimbulkan gangguan, sebab malaikat akan terganggu demikian pula halnya dengan sesama bani Adam, seperti dalam hadits Jabir riwayat Muslim. Masalah ketiga, larangan masuk masjid bagi yang memakan bawang merah atau bawang putih, ini juga meliputi makanan lain yang menimbulkan bau, seperti yang Saudara sebutkan dalam pertanyaan.
Berkata ibnu Rojab, “Ini menyangkut dengan memakan makanan yang menimbulkan bau.” (Silahkan lihat juga perkataan ibnu Daqiqil ‘Ied dalam Al Ihkam). Demikian pula halnya dengan bau mulut dari perokok (Lihat Syarhul Mumthi’: 4/456). Masalah keempat, tidak dibolehkan bagi mereka yang memakannya untuk masuk masjid bila masih tercium baunya yang dapat mengganggu kecuali bila sudah tidak tercium baunya maka boleh, dengan dalil hadits Umar yang Saudara kemukakan pada pertanyaan. Wal ilmu indallah.

 Diambil Dari Buletin Al Wala’ wal Bara’ Bandung

Sumber : http://muwahiid.wordpress.com/2007/06/04/hukum-makan-bawangjengkolpete/

Makrifat

Makrifat adalah mengenal Allah SWT.
Contoh nyata ahli makrifat adalah para wali, sebab para wali itulah yang memiliki tataran makrifat.
Ia kasyf, yaitu tersingkapnya penglihtatan batin terhadap hal-hal gaib, rahasia dan semua misteri terlihat secara nyata, senyata penglihatan mata di kepala manusia.

Lalu apa tanda-tanda ahli makrifat..

Pertama.
Adalah siddiq.
Jujur tidak pernah bohong.

Kejujuran.
Ya itulah ciri makrifat yang pertama.
Seorang wali tidak akan pernah berdusta.
Bila berdusta, maka sama halnya dia menipu dirinya sendiri.

Jika menipu dirinya sendiri, berarti menipu Allah SWT.
Allah berfirman,
"Ia bersamamu di mana pun kamu berada."
Oleh karena itu Dia tahu jika kalian menipu atau tidak.
Karena itu jika orang yang mengaku makrifat tapi dia berdusta, maka dia bukanlah ahli makrifat atau wali.

Kedua.
Mampu melihat malaikat.
Paling tidak, ia mampu mendengar puji-pujian para malaikat kepada Allah SWT.

Ya ini merupakan tanda kewalian seseorang berikutnya.
Ia mampu melihat malaikat.
Dalam istilah tasawuf, makrifat artinya pengetahuan yang jelas dan pasti tentang Tuhan yang diperoleh melalui sanubari.

Orang yang memiliki kemampuan seperti itu berarti menduduki tingkatan teman Allah.
Yaitu derajat waliyullah.
Orang yang demikian, nafasnya adalah keramat.
Mengandung kekuatan penyembuhan.

Bila ada seseorang yang mengatakan bahwa si FULAN itu waliyullah, maka yang perlu dipertanyakan kepadanya apakah ia mendengarkan pujian-pujian para malaikat atau tidak.
Jika tidak, mana mungkin dia itu makrifatullah.

Kita bernafas 24.000 kali setiap harinya.
Setiap nafas adalah perbuatan baik atau jelek.
Sudahkah kita menghitung dan memeriksa apa yang telah kita lakukan tiap nafas.
Sulit dan sulit tentunya.
Tapi pari Wali melakukan hal itu.
Tiap nafas yang ditiup dan dihembuskan merupakan amalan kebaikan.

Dalam tiap tarikan nafas mereka berkata,
"Ya Allah, ampuni saya."
Astaghfirullaahal Adzim....

Thanks to...
P.P. LRBY KDR..

Wednesday, December 1, 2010

Fatawa Seputar Perayaan Tahun Baru (Masehi dan Muharram)

Perlu diketahui bahwa pengkhususan hari-hari tertentu, atau bulan-bulan tertentu, atau tahun-tahun tertentu sebagai hari besar/hari raya (id) adalah kembalinya kepada penentuan dari syari’at, bukan kepada adat kebiasaan dan kesepakatan manusia. Oleh karena itu ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam datang datang ke Madinah, dalam keadaan penduduk Madinah memiliki dua hari besar yang mereka bergembira padanya, maka beliau bertanya, “Apakah dua hari ini?” maka mereka menjawab, “(Hari besar) yang kami biasa bergembira padanya pada masa jahiliyyah. Maka Rasulullâh shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menggantikan dua hari tersebut dengan hari raya yang lebih baik, yaitu ‘Idul Adh-ha dan ‘Idul Fitri.“ Haditsnya akan datang Kalau seandainya hari-hari besar dalam Islam itu mengikuti adat kebiasaan, maka manusia akan seenaknya menjadikan setiap kejadian penting sebagai hari raya, dan hari raya syar’i tidak akan ada gunanya. Demikian keterangan dari Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin –rahimahullah dalam Majmû Fatâwâ wa Rasâ`il pertanyaan no. 8131
Karenanya perayaan tahun baru ini tidak pernah ada pada zaman Nabi -alaihishshalatu wassalam-, para sahabatnya bahkan sampai empat abad setelahnya. Perayaan ini termasuk perayaan yang dimunculkan oleh khilafah Al-Fathimiyyun pada abad ke-4 hijriah atau tepatnya tahun 362 H.
Taqiyyuddin Al-Maqrizi -rahimahullah- berkata dalam Al-Mawa’izh wal I’tibar bi Dzikril Khuthoth wal Atsar (1/490) di bawah judul ‘Penyebutan Hari-Hari yang Dijadikan Sebagai Hari Raya oleh Khilafah Al-Fathimiyyun…’, “Khilafah Al-Fathimiyyun sepanjang tahun memiliki beberapa hari raya dan hari peringatan, yaitu: Perayaan akhir tahun, perayaan awal tahun (tahun baru), hari Asyura`, perayaan maulid (hari lahir) Nabi -Shallallahu alaihi wa ala alihi wasallam-, maulid Ali, maulid Al-Hasan, maulid Al-Husain, maulid Fathimah , perayaan maulid (ulang tahun) khalifah saat itu, perayaan malam pertama dan pertengahan bulan Rajab, malam pertama serta pertengahan dari bulan Sya’ban, …”.

Untuk lebih memperjelas masalah, berikut kami sebutkan beberapa pemikiran bathiniyah beserta nukilkan beberapa komentar ulama tentang kebejatan mereka terhadap Islam dan kaum muslimin: 1.    Mereka meyakini bahwa Ali bin Abi Tholib adalah sembahan selain Allah Ta’ala.
2.    Mereka melakukan tahrif ma’nawy (penyelewengan makna) terhadap ayat-ayat Allah Ta’ala (memalingkan makna ayat dari makna sebenarnya yang zhahir kepada makna yang tidak masuk akal, yang mereka anggap sebagai batin ayat tersebut). Ini merupakan sejelek-jelek tahrif. Contohnya mereka menafsirkan ayat:
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa”. (QS. Al-Lahab : 1)
Mereka menafsirkan ‘dua tangan’ yaitu Abu Bakar dan Umar -radhiallahu anhuma-.
3.    Mereka berkeyakinan bahwa semua syari’at dan aturan dalam Islam memiliki zhahir dan batin. Yang zhahir -menurut mereka- adalah kaifiyat/cara yang diamalkan oleh kaum muslimin pada umumnya. Sedangkan yang batin adalah suatu cara yang hanya diketahui oleh kalangan mereka sendiri dan hanya boleh diamalkan oleh orang-orang khusus yaitu mereka. Contohnya shalat lima waktu, zhahirnya adalah dengan mengerjakan shalat, sedangkan batinnya -dan hanya ini yang mereka amalkan- adalah mengetahui rahasia-rahasia mazhab mereka. Jadi, siapa yang telah mengetahui rahasia-rahasia tersebut, maka dia sudah dianggap melaksanakan shalat walaupun tidak melakukan gerakan-gerakan shalat. Puasa batinnya adalah menyembunyikankan rahasia-rahasia kelompok mereka. Batinnya ibadah haji -menurut mereka- adalah menziarahi kuburan guru-guru mereka, dan seterusnya. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, maka apakah masih ada ajaran agama yang tersisa dengan keyakinan mereka ini ?!.
4.    Ibnu Katsir -rahimahullah- menyebutkan dalam Al-Bidayah wan Nihayah (11/286-287) bahwa pada tahun 402 H, sejumlah ulama, para hakim, orang-orang terpandang, orang-orang yang adil, orang-orang Saleh, dan para ahli fiqh, mereka semua telah menulis sebuah tulisan yang berisi pencacatan dan celaan pada nasab keturunan Al-Fathimiyyun Al-Ubaidiyyun. Mereka menyebutkan dalam tulisan tersebut beberapa pemikiran sesat mereka, di antaranya: Mereka telah menelantarkan aturan-aturan, menghalalkan kemaluan (zina), menghalalkan khomer, menumpahkan darah, mencerca para nabi, melaknat Salaf (para sahabat Rasulullah -Shallallahu alaihi wa ala alihi wasallam- dan pengikutnya) serta mereka mengaku bahwa guru-guru mereka memiliki sifat-sifat ketuhanan.
5.    Syaikhul Islam Ibnu Taimiah -rahimahullah- pernah ditanya tentang mereka. Beliau menjawab bahwa mereka adalah termasuk manusia yang paling fasik dan yang paling kafir, dan bahwa siapa saja yang mempersaksikan keimanan dan ketakwaan bagi mereka serta (mempersaksikan) benarnya nasab keturunan mereka (kepada Ali bin Abi Tholib) maka sungguh dia telah mempersaksikan untuk mereka dengan perkara-perkara yang dia sendiri tidak mengetahuinya. Padahal Allah Ta’ala telah berfirman:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya”. (QS. Al-Isra` : 36)
Dan Allah Ta’ala berfirman:
إِلَّا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“… Kecuali orang-orang yang bersaksi dalam keadaan mereka mengetahui (apa yang mereka persaksikan)”. (QS. Az-Zukhruf : 86). Lihat Majmu’ Al-Fatawa (22/120)

Adapun hukum merayakannya maka:
Al-Imam Abdul Aziz Ibnu Baz -rahimahullah- telah berkata dalam At-Tahdzir min Al-Bida’ hal. 47-48 tatkala beliau ditanya tentang sebagian perayaan, seperti maulid Nabi, Isra` Mi’raj, dan Tahun Baru Hijriah.
Maka setelah beliau menjelaskan bahwa Allah telah menyempurnakan agama Islam ini dan Dia telah melarang dari berbuat bid’ah di dalamnya, beliau berkata, “Perayaan-perayaan ini -yang disebutkan dalam pertanyaan- tidak pernah dikerjakan oleh Rasul -Shallallahu alaihi wa ala alihi wasallam-. Padahal  beliau adalah manusia yang paling fasih, paling tahu tentang syari’at Allah, paling bersemangat dalam memberikan hidayah kepada ummat dan memberikan tuntunan kepada mereka menuju perkara yang mendatangkan manfaat bagi mereka dan yang diridhai oleh Maula (Penolong) mereka (yakni Allah  ). Hal ini juga tidak pernah dikerjakan oleh para sahabat beliau , padahal mereka adalah manusia yang terbaik, paling berilmu setelah para nabi, dan yang paling bersemangat dalam (mengerjakan) kebaikan. Hal itu juga tidak pernah dilakukan olah para imam yang berada di atas hidayah di zaman-zaman keutamaan. Bid’ah ini tidaklah diada-adakan kecuali oleh sebagian orang-orang belakangan berlandaskan ijtihad dan sangkaan baik, tanpa dalil. Kebanyakan mereka berlandaskan taqlid kepada orang-orang yang telah mendahului mereka dalam perayaan ini. Yang wajib atas seluruh kaum muslimin adalah hendaknya mereka berjalan di atas jalan yang dipijak oleh Rasul -Shallallahu alaihi wa ala alihi wasallam- dan para sahabat beliau  serta harus waspada terhadap perkara-perkara yang diada-adakan oleh manusia dalam agama Allah sepeninggal mereka, inilah jalan yang lurus dan manhaj yang kokoh”.
Dan Asy-Syaikh Muqbil -rahimahullah- juga berkata dalam Ijabah As-Sail pada pertanyaan no. 167 ketika beliau ditanya tentang perayaan maulid, Isra` Mi’raj, dan tahun baru, maka beliau menjawab:
“(Semuanya adalah) bid’ah sedangkan Rasul -Shallallahu alaihi wa ala alihi wasallam- telah bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa saja yang mengada-adakan dalam urusan (agama) kami sesuatu yang tidak ada di dalamnya, maka itu tertolak”.
Hendaknya orang yang hadir menyampaikan kepada orang yang tidak hadir bahwa perayaan ini adalah bid’ah, tidak tsabit (shahih) dari Nabi -Shallallahu alaihi wa ala alihi wasallam-, tidak pula dari para sahabat dan para tabi’in.
Kemudian beliau berkata, Rasul -Shallallahu alaihi wa ala alihi wasallam- telah bersabda:
قَدِمْتُ عَلَيْكُمْ وَلَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُوْنَ فِيْهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ, وَقَدْ أَبْدَلَكُمُ اللهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمَ النَّحْرِ وَيَوْمَ الْفِطْرِ
“Saya terutus kepada kalian sedang kalian (dulunya) mempunyai dua hari raya yang kalian bermain di dalamnya pada masa jahiliyah, dan sungguh Allah telah mengganti keduanya untuk kalian dengan yang lebih baik dari keduanya, (yaitu) hari Nahr (idul Adh-ha) dan hari Fithr (idul Fithri)”.
Hari raya selainnya merupakan hari-hari raya jahiliyah yang kami berlepas diri darinya. Maka kaum muslimin, wajib atas mereka untuk mengikuti Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah -Shallallahu alaihi wa ala alihi wasallam-. Inipun kalau perayaan maulid itu selamat dari ikhtilath (percamburbauran antara lelaki dan perempuan), pelaksanaan perbuatan fahisy (keji), dan selamat dari bentuk-bentuk kesyirikan, dan selainnya. Semua ini adalah kebatilan-kebatilan yang tidak akan hilang kecuali dengan menyebarkan sunnah Rasulullah -Shallallahu alaihi wa ala alihi wasallam-”.
Juga Asy-Syaikh Saleh bin Abdil Aziz Alu Asy-Syaikh berkata tatkala beliau menyebutkan beberapa bid’ah dan larangan yang berkenaan dengan tauhid:
“Mengadakan perayaan-perayaan yang beraneka ragam dengan maksud taqarrub kepada Allah dengannya.
Seperti perayaan maulid nabawi, perayaan hijrah (Nabi), perayaan tahun baru hijriah, perayaan Isra` dan Mi’raj, dan yang semisalnya.
Perayaan-perayaan ini adalah bid’ah, karena dia adalah ajang berkumpulnya (manusia) pada amalan-amalan yang dimaksudkan sebagai taqarrub kepada Allah. Sedangkan tidak boleh bertaqarrub kepada Allah kecuali dengan apa yang Dia syari’atkan, dan Allah tidaklah boleh disembah kecuali dengan apa yang Dia syari’atkan. Maka semua perkara yang baru dalam agama adalah bid’ah dan semua bid’ah terlarang untuk mengerjakannya”. Lihat Al-Minzhor fii Bayani Katsirin minal Akhtho` Asy-Sya`i’ah hal. 17
Adapun hukum menghadiri perayaan tahun baru (masehi dan hijriah) maka:
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi -rahimahullah- ditanya sebagai berikut:
Apakah boleh menghadiri perayaan-perayaan mereka (orang-orang kafir), misalnya hari-hari ulang tahun dan selainnya?
Jawab: “Tidak boleh! Allah Ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ
“Dan orang-orang yang tidak menyaksikan kedustaan”. (QS. Al-Furqan : 72)
Bahkan walaupun kaum muslimin sendiri,  jika mereka mengadakan maulid atau merayakan malam 27 Rajab atau malam nishfusy sya’ban (pertengahan Sya’ban) atau hari raya Hijrah (Tahun Baru) atau hari kemerdekaan atau hari ibu atau hari pepohonan dan selainnya dari hari-hari raya jahiliyah, maka semua ini tidak boleh dihadiri”.
(Tuhfatul Mujib karya Syaikh Muqbil -rahimahullah- no. pertanyaan 42)
Adapun mengucapkan selamat tahun baru dan menjawabnya, maka berikut fatwa Asy-Syaikh Saleh bin Al-Utsaimin -rahimahullah-:
“Jika ada seseorang yang mengucapkan selamat (tahun baru) kepadamu maka jawablah, akan tetapi jangan kamu yang memulai memberikan ucapan selamat kepada orang lain. Inilah pandangan yang tepat dalam permasalahan ini. Jadi jika ada seseorang yang berkata kepadamu -misalnya-, ”Kami mengucapkan selamat tahun baru kepadamu,” maka kamu bisa menjawab, “Semoga Allah memberikan kebaikan kepadamu dan semoga Allah menjadikan tahun ini sebagai tahun yang mendatangkan kebaikan dan keberkahan kepadamu.” Hanya saja jangan kamu yang mulai memberikan ucapan selamat kepada orang-orang, karena saya tidak mengetahui adanya keterangan dari para ulama salaf bahwa mereka mengucapkan selamat tahun baru, bahkan ketahuilah bahwa mereka (para ulama salaf) tidak pernah menganggap kalau 1 muharram itu adalah awal tahun baru sampai pada zaman Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu.”
[Diterjemahkan ulang dari program Mausuah Al-Liqa` Asy-Syahri wa Al-Bab Al-Maftuh keluaran pertama via http://salafyitb.wordpress.com/2007/01/19/hukum-mengucapkan-selamat-tahun-baru-islam/ ]
Kami katakan: Sekedar mengingatkan bahwa lahiriah fatwa Asy-Syaikh di atas hanya menunjukkan pembolehan menjawab kalau itu merupakan ucapan selamat tahun baru hijriah. Adapun jika itu adalah ucapan selamat tahun baru masehi maka -wallahu a’lam- sebaiknya seorang muslim tidak menjawabnya karena tahun baru masehi murni berasal dari orang kafir, wallahu a’lam bishshawab.

Penulis: Abu Muawiah / www.al-atsariyyah.com

Monday, November 29, 2010

Ciri Istri Salehah

Ciri istri salehah adalah dilihat dari cara berpakaian, berhias dan bergaul.
Islam mengajarkan seorang istri untuk berpakaian muslimah dan bergaul dengan baik, terutama dalam keimanan kepada Allah SWT.

Lalu bagaimana dengan para artis yang beragama Islam di Indonesia ini.
Kayaknya masih banyak yang jauh akan kesalehan ini.
Wallohu A'lam.


Sunday, November 28, 2010

Puasa dan Al Qur'an Memberi Syafaat

Rasulullah SAW bersabda,
Puasa dan Al-Qur'an itu akan memberikan syafaat kepada seorang hamba pada hari kiamat nanti.

Puasa akan berkata,
Wahai Tuhanku, saya telah menahannya dari makan dan nafsu syahwat, karenaya perkenankan aku untuk memberikan syafaat kepadanya.

Dan Al-Qur'an juga berkata,
Saya telah melarangnya dari tidur pada malam hari, karenanya perkenankan aku utntuk memberi syafaat kepadanya.

Beliau bersabda,
Maka syafaat keduanya diperkenankan.
(HR.Ahmad, Hakim, Thabrani).

Saturday, November 27, 2010

Hari Terbaik

Nabi Muhammad SAW bersabda,
"Hari terbaik yang terbit padanya matahari adalah hari Jum'at.
Sebab pada hari itu Allah SWT menciptakan Adam as.
Dia memasukkan Adam ke surga, pada hari itu pula ia diturunkan ke bumi dan pada hari itu terjadi kiamat serta pada hari itu terdapat satu masa dimana tidak seorangpun berdoa kecuali Dia akan mengabulkan doa itu."
(HR.Muslim).

Nah ternyata hari yang terbaik adalah hari Jum'at.
Karena hari Jum'at adalah hari terbaik, alangkah baiknya kita semakin tekun beribadah pada hari alias luangkan waktu lebih di hari itu.

Friday, November 26, 2010

Melaknat Seorang Mukmin

Melaknat anak sendiri termasuk dosa besar.Islam sangat melarang melaknat saudara muslim lainnya.
Yang benar tentunya adalah saling nasehat menasehati itu akan lebih baik.
Demikian juga melaknat orang lain yang tidak berhak di laknat.

Diriwayatkan dengan shahih dari Nabi,
"Melaknat seorang mukmin, sama dengan membunuhnya."


Rasulullah juga bersabda,
"Mencaci seorang mukmin adalah kefasikan dan memeranginya adalah kekufuran."


Dalam riwayat lain Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya orang yang suka melaknat tidak akan pernah menjadi syahid atau penyampai syafaat di hari kiamat nanti."

Thursday, November 25, 2010

Mati Khusnul Khatimah

Khusnul khatimah itu artinya mengakhiri kehidupan dengan amalan-amalan kebaikan.
Seperti meninggal ketika shalat atau pun sedang menjalankan ibadah lainnya.

Jemaah haji yang meninggalpun termasuk dalam khusnul khatimah ini karena ia mati ketika sedang menunaikan kewajibannya kepada Allah SWT.

Lalu apakah dosanya orang yang meninggal dalam keadaan khusnul khatimah ini akan diampuni.
Tiada seorangpun yang tahu.
Tapi yang jelas orang yang meninggal khusnul khatimah ini dalam keadaan baik.

Untuk urusan dosa itu diampuni atau tidak itu adalah hak Allah dan hanya Allah saja yang tahu.

Wednesday, November 24, 2010

Waktu Tengah Malam

Rasulullah SAW bersabda,
Keadaan yang paling dekat antara Tuhan dan hambanya adalah di waktu tengah malam akhir.
Jika kamu mampu menjadi bagian yang berdzikir kepada Allah, maka kerjakanlah pada waktu itu.

Rasulullah SAW bersabda,
Sesungguhnya bagian dari malam ada waktu yang apabila seorang hamba muslim meminta kebaikan kepada Allah dan sesuai dengan waktu itu, pasti Allah mengabulkannya.

HR.Imam Ahmad.

Tuesday, November 23, 2010

Allah Melaknat Pencuri

Dalam dunia Islam, Allah SWT melaknat pencuri.
Serakah merupakan penyakit jiwa yang dapat merusak pahala manusia.
Serakah dalam mengambil hak orang lain merupakan tindakan yang di larang Islam.

Allah SWT mengingatkan manusia agar tidak serakah dalam harta.
Dalam Al-Qur'an di surat Al-Maidah ayat 120,
"...kepunyaan Allah lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu."

Ayat ini menjelaskan bahwa harta benda kita sebenarnya adalah milik Allah, dan manusia hanya dititipi oleh Allah untuk menjaganya.

Rasulullah Muhammad SAW bersabda,
"Allah melaknat seorang puncuri yang mencuri telur lalu dipotong tangannya dan dia mencuri tali lalu dipotong tangannya."
(HR.Bukhari).

Sunday, November 21, 2010

Doa Minta Sehat

Islam menganjurkan kita untuk selalu berdoa.
Di bawah ini adalah doa untuk meminta sehat.

Ya Alloh berilah kesehatan pada badan saya.
Ya Alloh berilah kesehatan pada pendengaran saya.
Ya Alloh berilah kesehatan pada penglihatan saya.

Ya Alloh sesungguhnya saya berlindung kepadaMu dari kekafiran dan kefakiran.
Ya Alloh sesungguhnya saya berlindung kepadaMu dari siksa kubur, tiada Tuhan yang wajib disembah selain Engkau.

Mari berdoa..

Friday, November 19, 2010

Bumi dan Langit Berlapis Tujuh

Allahlah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi.
Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengerti bahwasanya Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.
(Ath-Thalaq:12).

Barang siapa mengambil sejengkal tanah (orang lain) secara zalim, maka kelak Allah himpitkan kepadanya pada hari kiamat (dengan) tujuh lapis bumi.
(HR.Bukhari dan Muslim).

Wednesday, November 17, 2010

Ilmu Akan Tetap Bermanfaat

Berbagai ilmu yang bermanfaat akan terus memberi mudharat walaupun pemiliknya telah meninggal.

Berbeda dengan harta, yang menjadi bagian bagi ahli warisnya.

Rasulullah SAW,
"Apabila anak Adam telah meninggal, maka amalnya akan terputus melainkan tiga hal, sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak yang selalu mendoakannya."
(HR.Muslim).

Mudah Ke Surga

Nabi Muhammad SAW bersabda,
"Barang siapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah memudahkan bagi orang itu jalan menuju surga."
(HR.Muslim).

Kalau aku perhatikan dari hadits di atas, menuntut ilmu yang di maksud adalah menuntut ilmu agama Islam sesuai yang telah diwariskan para Nabi dan Rasul.

Ulama

Ulama adalah pewaris para Nabi.
Sesungguhnya para Nabi itu tidak mewariskan dinar dan dirham tetapi mereka mewariskan ilmu.

Barang siapa yang mengambil warisan para Nabi maka ia telah mengambil bagian yang sangat besar.

Itulah hadits riwayat Tirmidzi yang terkenal.

Allah Meninggikan Orang Beriman

Ulama mempunyai kedudukan yang baik di sisi Allah SWT.
Dia akan mendapat kebahagiaan di dunia dan di akhira ketika Allah memudahkannya dalam mempelajari agama Allah.

Allah SWT berfirman,
"Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
(QS.Mujadilah:11).

Jadi kalau kita dekat dengan orang-orang yang beriman, tinggi ilmu agamanya Insya Alloh kita juga akan terkena imbasnya.

Semoga Mabrur

Pada pertengahan bulan ini yang tepatnya tanggal 9 dan 10 Dzulhijjah 1431 Hijriah, umat Islam di seluruh dunia berkonsentrasi untuk melaksanakan puasa Arafah dan shalat Idul Adha.

Setelah itu dilanjutkan dengan ritual penyembelihan hewan kurban yang merupakan sunnah muakad dari Rasulullah SAW.

Sementara itu, di tempat terpisah para jamaah haji di Arab Saudi sedang berkonsentrasi di Arafah untuk melakukan wukuf dan ritual haji lainnya.
Puncak haji dan ujian yang paling berat bagi jamaah haji ini ya pada waktu wukuf di Arafah.

Apapun yang terjadi menjelang puncak haji wukuf di Arafah adalah ujian dari Allah SWT untuk mengukur sejauh mana tingkat kesabaran dan ketakwaan jamaah haji.

Kita yang ada di tanah air cukup mendoakan agar sodara-sodara kita yang sedang melaksanakan ibadah haji selalu di beri kekuatan fisik dan mental untuk menyelesaikan semua rukun haji.

Mudah-mudahan para jamaah haji Indonesia diberi keselamatan dan menjadi haji yang mabrur.
Amiin.

Sunday, November 14, 2010

Berhari Raya Bersama Muslimin dan Pemerintah [ Penentuan Ramadhan, Syawwal, Haji dan Lain-Lain Merupakan Tanggungjawab Penguasa ]

Berhari Raya Bersama Muslimin dan Pemerintah [ Penentuan Ramadhan, Syawwal, Haji dan Lain-Lain Merupakan Tanggungjawab Penguasa ]
 
 
Hukum asal penentuan awal bulan Syawwal (Hari Raya 'Iedlul Fithri) adalah dengan ru'yatul hilal (melihat bulan sabit) berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar رضي الله عنهما bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:


Janganlah kalian berpuasa hingga kalian melihat hilal, dan janganlah kalian ber-iedlul Fithri hingga kalian melihatnya. Jika kalian terhalang untuk melihatnya, maka kalian perkirakanlah. (HR. Bukhari Muslim dari Ibnu Umar رضي الله عنهما)
 
لاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلاَلَ وَلاَ تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ. (رواه البخاري ومسلم عن ابن عمر رضي الله عنهما)
 
"Memperkirakan" ketika hilal terhalang oleh awan atau lainnya adalah dengan menggenapkan bilangan bulan sebelumnya menjadi 30 hari. Sebagaimana disebutkan dalam hadits lain sebagai berikut:

Berpuasalah kalian jika kalian melihatnya (hilal) dan ber'iedlul Fithrilah kalian jika kalian melihatnya. Jika kalian terhalang untuk melihatnya, maka sempurnakanlah bilangan Sya'ban tiga puluh hari. (HR. Bukhari Muslim dari Abu Hurairah رضي الله عنه)
 
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ. (رواه البخاري ومسلم عن أبي هريرة رضي الله عنه)
 
Maka jika yang terhalang adalah hilal
Syawwal, genapkanlah bulan Ramadlan 30 hari.

Penentuan Ramadlan, Syawwal, Haji dan lain-lain adalah tanggung jawab penguasa

Hari Raya adalah suatu amalan yang
bersifat jama'i (dilakukan secara berjama'ah), maka penguasalah yang berkewajiban untuk ru'yatul hilal atau orang-orang khusus yang mereka tugaskan, atau merekalah yang menerima berita-berita dari orang yang melihat hilal dan menentukan sah atau tidak sahnya. Oleh karena itu kita tidak bisa melaksanakan hari raya sendiri-sendiri dengan melihat hilal sendiri-sendiri.

Kewajiban rakyat -kaum muslimin - adalah mentaati penguasanya pada hasil keputusan mereka, hingga terjadilah kebersamaan yang dikehendaki oleh syariat Islam.

Berkata Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani رحمه الله dalam Tamamul Minnah: "Sesungguhnya untuk melihat hilal atau mencari berita tentang hilal dari negeri-negeri lain pada hari ini adalah perkara yang mudah, sebagaimana sudah dimaklumi. Namun yang demikian perlu perhatian serius dari para penguasa negara-negara Islam hingga (persatuan) akan terwujud menjadi kenyataan insya Allah tabaraka wa ta'ala". (Tamamul Minnah, hal. 398)

Perintah untuk mentaati penguasa tersebut adalah terus berlangsung walaupun penguasa tersebut dhalim atau fasik.

Berkata Imam ash-Shabuni رحمه الله dalam Aqidatus Salaf hal. 102: "Ahlul hadits berpendapat untuk menegakkan shalat Jum'at dan dua hari raya dan lain-lain dari shalat-shalat jama'ah di belakang setiap penguasa muslim yang baik atau pun yang jahat. Dan berpendapat untuk berjihad memerangi orang-orang kafir bersama mereka, walaupun penguasa tersebut dhalim dan jahat".

Berkata Imam al-Barbahari رحمه الله: "Ketahuilah bahwa kejahatan penguasa tidak mengurangi kewajiban yang Allah wajibkan melalui lisan nabi-Nya صلى الله عليه وسلم. Kejahatannya untuk diri mereka sendiri, sedangkan ketaatan dan kebaikanmu bersamanya tetap sempurna -Insya Allah. Yakni kebaikan berupa shalat jama'ah, Jum'at dan jihad bersama mereka dan segala sesuatu dari ketaatan yang dikerjakan bersama mereka, maka pahalamu sesuai dengan niatmu". (Syarhus Sunnah, al-Barbahari, hal. 116)

Berkata Abu Ja'far ath-Thahawi رحمه الله: "Haji dan jihad terus berlangsung bersama penguasa kaum muslimin, yang baik atau yang jahat, sampai hari kiamat; tidak terbatalkan dan tidak gugur (dengan kefasikan mereka). (Al-Aqidah ath-Thahawiyah, dengan syarh Ibnu Abil 'Izz, hal. 287)


Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله: "Dan mereka (ahlus sunnah wal jama'ah) memerintahkan kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar sesuai dengan apa yang diwajibkan oleh syari'at. Mereka berpendapat untuk menegakkan haji, shalat jum'at, dan hari raya bersama para penguasa, apakah mereka orang-orang baik ataukah orang-orang jelek. Dan berpendapat untuk menegakkan shalat jama'ah, jihad dan menegakkan nasehat untuk umat". (Aqidah Wasithiyah, Ibnu Taimiyah, hal. 257)


Berkata Syaikh Shalih al-Fauzan رحمه الله ketika menjelaskan ucapan Ibnu Taimiyah di atas sebagai berikut: "Yang demikian karena tujuan kaum muslimin adalah menyatukan kalimat dan menghindari perpecahan dan perselisihan. Karena penguasa yang fasik tidak lepas dari kedudukannya sebagai penguasa yang harus ditaati dan tidak boleh ditentang, apalagi jika sampai berakibat menelantarkan kewajiban-kewajiban dan menumpahkan darah". (Syarh Aqidah al-Washithiyah, Syaikh Shalih Fauzan, hal. 216)


Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin رحمه الله ketika menjelaskan ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di atas sebagai berikut: "Mereka (ahlus sunnah wal jama'ah) berpendapat untuk menegakkan haji bersama para penguasa walaupun mereka fasik. Bahkan walaupun merekaeminum khamr ketika haji. Mereka tidak berkata: "Ini adalah imam faajir, kami tidak mau terima kepemimpinannya". Karena mereka berpendapat bahwa mentaati penguasa adalah wajib walaupun mereka fasik, selama kefasikannya tidak membawa pada kekafiran yang jelas yang di sisi Allah kita punya bukti…". (Syarh al-Aqidah al-Washithiyah, Syaikh Utsaimin, juz ke-2, hal. 337)

Beliau berkata pula: "Demikian pula menegakkan hari raya-hari raya bersama para penguasa yang mengimami shalat mereka. Apakah ia orang baik ataukah orang jelek. Dengan jalan yang damai ini, jelaslah bahwa agama Islam ini merupakan jalan tengah di antara orang yang berlebih-lebihan dan orang-orang yang melalaikan". (sumber yang sama hal. 336)

Berkata Ibnu Abil 'Izz al-Hanafi رحمه الله: "Telah ditunjukkan oleh dalil-dalil dari kitab dan sunnah serta ijma' para salaful ummah bahwa para penguasa, pemimpin shalat, hakim, panglima perang dan pengurus zakat ditaati dalam perkara-perkara ijtihad. Dan tidaklah mereka mentaati anak buahnya dalam perkara ijtihad, tetapi rakyatlah yang harus mentaatinya dalam masalah-masalah tersebut. Dan hendaklah mereka menyerahkan pendapatnya kepada penguasa tersebut, karena kepentingan umum dan persatuan serta bahayanya perpecahan dan pertikaian adalah lebih diperhatikan daripada masalah-masalah pribadi atau kelompok." (Syarh al-Aqidah ath-Thahawiyah, hal. 376)


Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin رحمه الله: "Jika ada yang bertanya: "Mengapa kita mesti shalat di belakang mereka dan mengikuti mereka dalam haji, jihad, Jum'at dan hari raya?" Kita katakan bahwa mereka adalah penguasa kita yang kita beragama dengan mentaati mereka, karena perintah Allah سبحانه وتعالى:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي اْلأَمْرِ مِنْكُمْ... (النساء: 59)
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah
Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kalian…" (an-Nisaa': 59)

Dan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم:

إِنَّهَا سَتَكُونُ بَعْدِي أَثَرَةٌ وَأُمُورٌ تُنْكِرُونَهَا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ تَأْمُرُ مَنْ أَدْرَكَ مِنَّا ذَلِكَ قَالَ تُؤَدُّونَ الْحَقَّ الَّذِي عَلَيْكُمْ وَتَسْأَلُونَ اللَّهَ الَّذِي لَكُمْ . (رواه مسلم)
Sesungguhnya akan terjadi setelahku kedhaliman-kedhaliman dan perkara-perkara yang kalian ingkari. Mereka bertanya: "Wahai Rasulullah, apa yang engkau perintahkan kepada orang yang mengalami masa tersebut dari kami?" Beliau menjawab: "Tunaikanlah hak-hak mereka atas kalian, dan mintalah kepada Allah hak-hak kalian. (HR. Muslim)

Yang dimaksud "hak-hak mereka (para penguasa)" adalah ketaatan kepada mereka pada selain kemaksiatan. (Syarh al-Aqidah al-Washithiyah, Syaikh Utsaimin, juz ke-2, hal. 339)

Dengan kita mengikuti ucapan-ucapan para ulama di atas, niscaya akan terwujud kebersamaan yang disebutkan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم dalam hadits yang sudah kita sebutkan pada edisi ke-80, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:


Puasa itu adalah hari ketika kalian seluruhnya berpuasa, Iedlul Fithri adalah hari di mana seluruh kalian berbuka (yakni tidak berpuasa lagi –pent.) dan Iedlul Adha adalah hari ketika kalian seluruhnya menyembelih kurban. (HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah رضي الله عنه, dengan Tuhfatul Ahwadzi, 2/37)
الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُوْمُوْنَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُوْنَ وَاْلأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّوْنَ. (رواه الترمذي وقال: حديث غريب حسن )
Adapun cara para penguasa menentukan hari raya tersebut, apakah dengan ru'yah atau dengan hisab, maka merekalah yang bertanggung jawab di hadapan Allah سبحانه وتعالى.

Hadits di atas di samping merupakan dalil untuk berpuasa bersama kaum muslimin, juga merupakan dalil berhari raya bersama mereka.


Berkata ash-Shan'ani dalam Subulus Salam 2/72: "Pada hadits ini ada dalil bahwa yang teranggap dalam menetapkan hari raya adalah kebersamaan manusia. Dan bahwasanya seorang yang menyendiri dalam mengetahui masuknya hari raya dengan melihat hilal (bulan sabit) tetap wajib mengikuti kebanyakan manusia. Hukum ini harus dia ikuti, apakah dalam waktu shalat, ber'iedlul Fithri atau pun berkurban".


Disamping itu ada pula hadits mauquf yang semakna dengan ini dari Aisyah رضي الله عنها dikeluarkan oleh al-Baihaqi dari jalan Abu Hanifah, Ia berkata: Menyampaikan kepadaku Ali bin Aqmar, dari Masruq, bahwa ia mendatangi rumah Aisyah pada hari Arafah (dalam keadaan tidak berpuasa –pent.). Aisyah رضي الله عنها berkata: "Berilah Masruq minuman dan perbanyaklah halwa untuknya!" Masruq berkata: "Tidaklah menghalangiku untuk berpuasa pada hari ini, kecuali aku khawatir hari ini adalah hari raya nahr (iedlul Adha). Maka Aisyah pun berkata:


Hari raya Nahr adalah hari manusia menyembelih, dan iedlul Fithri adalah hari ketika manusia berbuka (yakni tidak lagi berpuasa).
(Lihat Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah, Syaikh Muhammad Nashiruddin alAlbani, hal. 442)

النَّحْرُ يَوْمَ يَنْحَرُ النَّاسُ، وَالْفِطْرُ يَوْمَ يُفْطِرُ النَّاسُ. (رواه البيهقي)
Disebutkan pula ucapan senada oleh Ibnul Qayyim رحمه الله dalam Tahdzibu as-Sunan, 3/214: "Dikatakan bahwa pada hadits ini terdapat bantahan atas orang yang berkata: "Sesungguhnya barangsiapa yang melihat munculnya bulan Sabit dengan mengukur hisabnya atau menghitung tempat-tempat terbitnya, boleh baginya berpuasa dan beriedlul Fithri sendiri, tidak seperti orang yang tidak mengetahuinya". Dikatakan bahwa seorang yang melihat munculnya bulan sabit sendirian, tetapi hakim tidak menerima persaksiannya, maka dia tidak boleh berpuasa sebagaimana manusia pun belum berpuasa". (Lihat Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani)

Demikian pula tentunya siapa yang melihat hilal Syawwal sendirian, namun penguasa tidak menerima persaksiannya, maka dia tidak boleh berhari raya sendirian.


Berkata Abul Hasan as-Sindi dalam catatan kakinya terhadap Sunan Ibnu Majah, setelah menyebutkan hadits Abu Hurairah dalam riwayat di atas sebagai berikut: "Tampaknya makna hadits ini adalah bahwa perkara-perkara tersebut bukan haknya pribadi-pribadi seseorang tertentu. Dan tidak boleh seseorang menyendiri dalam masalah tersebut, tetapi urusan ini dikembalikan kepada imam dan jama'ah kaum muslimin seluruhnya. Wajib bagi setiap pribadi mengikuti kebanyakan manusia dan penguasanya. Dengan demikian jika seseorang melihat hilal, tetapi penguasa menolaknya, maka semestinya dia tidak tidak menetapkan perkara-perkara tadi pada dirinya sendirian, sebaliknya wajib baginya mengikuti kebanyakan manusia". (Lihat Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani)


Maka nasehat kita kepada para penguasa adalah: tentukanlah awal bulan Ramadlan, Syawwal dan lain-lain dengan ru'yatul hilal di mana pun hilal itu terlihat, walaupun di negara-negara lain.


Dan nasehat kita kepada kaum muslimin adalah: taatilah penguasa; berpuasa dan ber'iedhul Fithrilah bersama mereka, dan janganlah berpecah-belah.


[Risalah Dakwah MANHAJ SALAF, Insya Allah terbit setiap hari Jum’at. Ongkos cetak dll Rp. 200,-/exp. tambah ongkos kirim. Pesanan min 50 exp. bayar 4 edisi di muka. Diterbitkan oleh Yayasan Dhiya’us Sunnah, Jl. Dukuh Semar Gg. Putat RT 06 RW 03, Cirebon. telp. (0231) 222185. Penanggung Jawab & Pimpinan Redaksi: Ustadz Muhammad Umar As-Sewed; Sekretaris: Ahmad Fauzan/Abu Urwah, HP 081564634143; Sirkulasi/pemasaran: Arief Subekti HP 081564690956. Untuk memperdalam ilmu dan informasi dakwah baca: majalah Asy-Syari'ah & An-Nasihah atau klik www.asysyariah.com dan www.salafy.or.id.]


(Dikutip dari bulletin Manhaj Salaf, Edisi: 84/Th. II, tanggal 24 Ramadlan 1426 H/28 Oktober 2005 M, judul asli Berhari Raya Bersama Kaum Muslimin dan Penguasanya, penulis asli Al Ustadz Muhammad Umar As Sewed) 
 
www.salafy.or.id

Berpenampilan Indah di Hari Raya Ied

Berpenampilan Indah di Hari Raya Ied
 
 
Dari Ibnu Umar Radhliallahu 'anhuma ia berkata : Umar mengambil sebuah jubah dari sutera tebal yang dijual di pasar, lalu ia datang kepada Rasulullah dan berkata (Yang artinya) : “ Ya Rasulullah, belilah jubah ini agar engkau dapat berdandan dengannya pada hari raya dan saat menerima utusan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Umar :'Ini adalah pakaiannya orang yang tidak mendapat bahagian (di akhirat-pent)'. Maka Umar tinggal sepanjang waktu yang Allah inginkan. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengirimkan kepadanya jubah sutera. Umar menerimanya lalu mendatangi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ia berkata : 'Ya Rasulullah, engkau pernah mengatakan : 'Ini adalah pakaiannya orang yang tidak mendapat bahagian', dan engkau telah mengirimkan padaku jubah ini'. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Umar :'Juallah jubah ini atau engkau penuhi kebutuhanmu dengannya". [Hadits Riwayat Bukhari 886,948,2104,2169, 3045, 5841,5891 dan 6081. Muslim 2068, Abu Daud 1076. An-Nasaa'i 3/196 dan 198. Ahmad 2/20,39 dan 49]

Berkata Al-Allamah As-Sindi.
"Dari hadits ini diketahui bahwa berdandan (membaguskan penampilan) pada hari raya merupakan kebiasaan yang ditetapkan di antara mereka, dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengingkarinya, maka diketahui tetapnya kebiasaan ini". [Hasyiyah As Sindi 'alan Nasa'i 3/181].

Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata.

"Ibnu Abi Dunya dan Al-Baihaqi telah meriwayatkan dengan isnad yang shahih yang sampai kepada Ibnu Umar bahwa Ibnu Umar biasa memakai pakaiannya yang paling bagus pada hari Idul Fithri dan Idul Adha".[Fathul Bari 2/439]

Beliau juga menyatakan :

"Sisi pendalilan dengan hadist ini adalah takrir-nya (penetapan) Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Umar berdasarkan asal memperbagus penampilan itu adalah untuk hari Jum'at. Yang beliau ingkari hanyalah pemakaian perhiasan semisal itu karena ia terbuat dari sutera". [Fathul Bari 2/434].

Dalam 'Al-Mughni' (2/228) Ibnu Qudamah menyatakan :

"Ini menunjukkan bahwa membaguskan penampilan di kalangan mereka pada saat-saat itu adalah masyhur".

Malik berkata :

"Aku mendengar ulama menganggap sunnah untuk memakai wangi-wangian dan perhiasan pada setiap hari raya".

Berkata Ibnul Qayyim dalam "Zadul Ma'ad" (1/441).

"Nabi memakai pakaiannya yang paling bagus untuk keluar (melaksanakan shalat) pada hari Idul Fithri dan Idul Adha. Beliau memiliki perhiasan yang biasa dipakai pada dua hari raya itu dan pada hari Jum'at. Sekali waktu beliau memakai dua burdah (kain bergaris yang diselimutkan pada badan) yang berwarna hijau, dan terkadang mengenakan burdah berwarna merah (Lihat "Silsilah As-Shahihah 1279), namun bukan merah murni sebagaimana yang disangka sebagian manusia, karena jika demikian bukan lagi namanya burdah. Tapi yang beliau kenakan adalah kain yang ada garis-garis merah seperti kain bergaris dari Yaman.

(Dikutip dari Ahkaamu Al' Iidaini Fii Al-Sunnah Al-Muthahharah, edisi Indonesia Hari Raya Bersama Rasulullah, oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari, Pustaka Al-Haura', penerjemah Ummu Ishaq Zulfa Hussein) 
---------------------------------------------------------------------------------------------------------

Diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhliallahu 'anhuma ia berkata : Umar mengambil sebuah jubah dari sutera tebal yang dijual di pasar, lalu ia datang kepada Rasulullah dan berkata : (yang artinya) : "Ya Rasulullah, belilah jubah ini agar engkau dapat berdandan dengannya pada hari raya dan saat menerima utusan yang menghadap engkau. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Umar :'Ini adalah pakaiannya orang yang tidak memiliki keimanan / pakaian orang-orang kafir'. Setelah itu Umar tidak menampakkan diri beberapa hari yang dikehendaki Allah. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengirimkan kepadanya jubah sutera. Umar menerimanya lalu mendatangi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ia berkata : 'Ya Rasulullah, engkau pernah mengatakan : 'Ini adalah pakaiannya orang kafir dan engkau telah mengirimkan padaku jubah ini'. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Umar :'Juallah jubah ini atau engkau penuhi kebutuhanmu dengannya". [Hadits Riwayat Bukhari 886,948,2104,2169, 3045, 5841,5891 dan 6081. Muslim 2068, Abu Daud 1076. An-Nasaa'i 3/196 dan 198. Ahmad 2/20,39 dan 49]

Berkata Al-Allamah As-Sindi : "Dari hadits ini diketahui bahwa berdandan (membaguskan penampilan) pada hari raya merupakan kebiasaan yang ditetapkan di antara mereka, dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengingkarinya, maka diketahui tetapnya kebiasaan ini". [Hasyiyah As Sindi 'alan Nasa'i 3/181].


Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata : "Ibnu Abi Dunya dan Al-Baihaqi telah meriwayatkan dengan isnad yang shahih yang sampai kepada Ibnu Umar bahwa ia biasa memakai pakaiannya yang paling bagus pada hari Idul Fithri dan Idul Adha".[Fathul Bari 2/439]


Beliau juga menyatakan : "Sisi pendalilan dengan hadist ini adalah takrir-nya (penetapan) Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Umar berdasarkan asal memperbagus penampilan itu adalah untuk hari Jum'at. Yang beliau ingkari hanyalah pemakaian perhiasan semisal itu karena ia terbuat dari sutera". [Fathul Bari 2/434].


Dalam 'Al-Mughni' (2/228) Ibnu Qudamah menyatakan : "Ini menunjukkan bahwa membaguskan penampilan di kalangan mereka pada saat-saat itu adalah masyhur".


Malik berkata : "Aku mendengar ulama menganggap sunnah untuk memakai wangi-wangian dan perhiasan pada setiap hari raya".


Berkata Ibnul Qayyim dalam "Zadul Ma'ad" (1/441) : "Nabi memakai pakaiannya yang paling bagus untuk keluar (melaksanakan shalat) pada hari Idul Fithri dan Idul Adha. Beliau memiliki perhiasan yang biasa dipakai pada dua hari raya itu dan pada hari Jum'at. Sekali waktu beliau memakai dua burdah (kain bergaris yang diselimutkan pada badan) yang berwarna hijau, dan terkadang mengenakan burdah berwarna merah[ ], namun bukan merah murni sebagaimana yang disangka sebagian manusia, karena jika demikian bukan lagi namanya burdah. Tapi yang beliau kenakan adalah kain yang ada garis-garis merah seperti kain bergaris dari Yaman.


(Dinukil dari Ahkaamu Al' Iidaini Fii Al-Sunnah Al-Muthahharah, Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari dan Syaikh Salim Al Hilali, edisi Tuntunan Ibadah Ramadhan dan Hari Raya, terbitan Maktabah Salafy Press, penerjemah ustadz Hannan Husein Bahannan) 
 
www.salafy.or.id