Tuesday, May 29, 2012

Dampak Kemenangan Pemilihan Presiden Mesir Terhadap Dunia Arab?

Jamaah Ikhwanul Muslimin Mesir adalah induk dari kelompok-kelompok pergerakan Islam di Timur Tengah. Organisasi itu didirikan oleh Hasan al-Banna di Ismailia pada tahun 1928. Sekarang , pengaruhnya menyebar di seluruh dunia Islam, dan telah memiliki 100 lebih cabang di seluruh dunia.

Tidak diragukan lagi Ikhwan memberikan sumbangan yang berharga bagi terjadinya revolusi Arab tahun 2011, dan mengakhiri rezim militer yang dipimpin Marsekal Hosni Mubarak, yang sudah berkuasa tiga dekade.

Jamaah Ikhwan sepanjang sejarah terlibat dalam perjuangan yang sangat inten. Tak pernah jeda sejak Jamaah itu didirikan tahun 1928. Para pemimpinnya terlibat sangat aktif, dan hidup di tengah-tengah masyarakat, dan mereka mencurahkan segala potensi  mereka secara total, khususnya dalam menegakkan cita-cita Islam. Tak aneh, jika sepanjang sejarahnya, Ikhwan selalu berhadap-hadapan dengn para tiran yang zalim, termasuk dengan Hosrni Mubarak.



Mereka berdakwah, mendidik rakyat dan umat secara terus-menerus, membantu orang-orang yang lemah, dan mereka berkorban bagi rakyat. Mereka berhasil mendidik dan menanamkan nilai-nilai Islam kepada masyarakat secara luas. Tak heran mereka begitu mendapatkan sambutan yang hangat rakyat Mesir, ketika kran kebebasan di buka, dan dilaksanakan pemilihan. Ini hanyalah buah dari perjuangan mereka yang begitu konstan sepanjang sejarah Mesir, sejak Ikhwan berdiri sebagai sebuah entitas gerakan Islam.

Hasan al-Banna bukan hanya berdakwah di  masjid-masjdi belaka. Saat masjid menjadi ajang pertakaian diantara para penganut madzab, maka Hasan  al-Banna berdakwah di tempat keramaian, seperti di warung-warung, dan kafe, serta pasar, mengajak masyarakat menerima Islam, dan mengamalkannya. Pendiri Ikhwan itu, seperti tak mengenal lelah, siang dan malam, waktunya hanya digunakan mengajak, mendidik, dan mengarahkan masyarakat menerima dan mengamalkan Islam.

Hasan al-Banna begitu perhatian terhadap nasib bangsanya, terutama ketika Mesir diduduki oleh penjajah Inggris, tokoh Ikhwan itu menyerukan pembebasan. Hasan al-Banna menyerukan pembebasan terusan Suez yang dikuasi penjajah Inggris. Sampai akhirnya, al-Banna harus berhadap-hadapan dengan Raja Farouk, yang menjadi kaki tangan Inggris.

Hasan al-Banna di tahun l949, menyerukan kepada para pengikutnya berjihad ke Palestina, yang sudah diduduki oleh Zionis-Israel. Ribuan anggota Ikhwan yang menjadi sukarelawan, berjihad membebaskan Palestina dari cengkeraman tangan Zionis, sampai hari ini. Waktu itu, perjuangan para mujahid hampir berhasil, karena pengkianatan para pemimpin Arab,  perjuangan itu akhirnya gagal.

Perjuangan Hasan al-Banna berujung dengan tewasnya tokoh itu, di tangan para  opsir militer Mesir. Saat penguburannya tak diizinkan masyarakat mengantarkannya. Kecuali ibu, ayah, dan seorang saudaranya yang ikut mengantarkan jenazahnya ke kuburan. Sungguh sangat tragis nasib pemimpin Ikhwan. Tetapi, itulah sebuah kemuliaan, dan buah perjuangan, serta buah dari sikap tulus seorang pejuang, yang benar-benar ingin menegakkan nilai-nilai yang diyakininya, al-Islam.

Sepanjang sejarahnya Ikhwan selalu behadap-hadapan dengan rezim-rezim yang berkuasa, karena Ikhwan selalu berselisih dengan para penguasa. Mulai dari Farouk, Jenderal Najib, Jenderal Gamal Abdul Nasser, Anwar Sadat, sampai Marsekal Hosni Mubarak. Tak pernah berbuat "tanazzul" (berkompromi) dengan para penguasa yang lalim. Semuanya dibayar dengan  mahal oleh para pemimpin dan pendiri Ikhwan. Dipenjara puluhan tahun, disiksa, digantung,  dan diasingkan.

Seperti pendiri Jamaah Ikhwan, Hasan al-Banna, tewas ditembak oleh para opsir militer di zamannya Raja Farouk. Penggantinya,  Hasan Hudaibi, Umar Tilmisani, Hamid Abu Nasr, Mustafa Masyhur, Makmun Hudaibi, Mahdi Akif, sampai Mursyid 'Aam yang terakhir Mohammad Badie, mereka mengalami nasib yang sama, pernah dipenjara rata-rata lebih dari 15 tahun. Mereka tak luput dari siksaan. Bahkan, diantara tokoh-tokoh Ikhwan lainnya, seperti  Sayyid Qutb, Ali  Audah, Ahmad Firghali dan lainnya dihukum gantung oleh rezim Gamal Abdul Nasser.

Sekarang, di episode sejarah modern ini, Ikhwan harus berhadapan dengan elemen-elemen  yang  menjadi kaki tangan  penguasa zalim, seperti Ahmed Shafiq, yang merupakan perpanjangan tangan dari Hosni Mubarak. Tak pernah berhenti perjuangan, meskipun dengan bentuk yang lain. Ikhwan akan berhadapan dengan sisa-sisa kekuatan lama, yang menjadi warisan dari rezim Hosni Mubarak. Marsekal Ahmed Shafiq yang menjadi perdana menteri terakhir, di era Mubarak, akan berhadapan dengan Mohamad Mursi dalam pemilihan presiden di putaran kedua, 16-17 Juni mendatang.

Dalam sebuah acara, bagaimana pria dan wanita duduk terpisah di depan sebuah panggung besar yang telah didirikan di sebidang tanah kosong, diantara bangunan bertingkat tinggi, atau apartemen. Suatu malam, relawan mengubah daerah itu, dan dengan menggunakan karpet di tanah, dan merangkai lentera menambah nuansa yang meriah, mereka bersama-sama mendengarkan uraian dari Mohamad Mursi, yang menjadi kandidat presiden, bagiamana rencana Ikhwan tentang masa depan Mesir.

"Muhammad Mursi adalah tokoh yang paling menonjol selama berlangsungnya pemilihan," kata seorang anggota Ikhwan, Mustafa, saya, yakin akan menang. "Akhirnya kita akan memiliki presiden yang sangat baik, yang akan membawa kebebasan dan keadilan bagi semua orang Mesir", ujarnya."Kami ingin mencoba ide-ide Islam," kata Hana Hassan. "Kami berpikir bahwa Muhammad Mursi adalah tokoh pilihan kali ini", tambahnya.

Seorang Muslimah, Widad,  menunjuk pada kekuatan organisasi Ikhwan sebagai alasan mendukung kampanyenya. "Apa yang akan membuat saya memilih Mursi?  Bukan Mursi sebagai pribadi, tapi proyek mereka sebagai gerakan yang ingin mengembalikan kejayaan Mesir," katanya.

Islam sudah mendominasi parlemen baru di Mesir. Sayap politik Ikhwan, Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP), mengontrol blok terbesar di parlemen. Ikhwan sebagai organisasi, yang dilarang selama enam dekade, saat ini sedang mengalami kebangkitan - bagi masa depan bangsa Mesir.

Di negara-negara Arab lain di mana telah terjadi revolusi, dan kelompok Ikhwan terlibat dalam perubahan. Di Tunisia, Maroko, Aljazair, Yaman, Jordania, Suriah, Lebanon, Palestina, Somalia, dan negara-negara Teluk, Jamaah Ikhwan memberikan sumbangannya bagi perubahan. Di Libya,  pemilihan majelis nasional diharapkan pada tanggal 19 Juni, Ikhwanul Muslimin  menjadi pemain politik utama. Di Suriah, Ikhwan menjadi kekuatan oposisi penting. Ikhwanul Muslimin di Mesir terus melangsungkan aktifias di berbagai kota-bagi pendukungnya, dan  Ikhwan menawarkan harapan bagi masa depan Islam.

Gerakan Ikhwan juga menginspirasi partai utama Islam Tunisia, An-Nahda (Renaissance), yang memimpin koalisi pemerintahan. "Saya yakin ini merupakan momen historis yang sangat penting. Untuk pertama kalinya, gerakan-gerakan Islam memiliki hak untuk berpartisipasi dalam politik," kata Fatima Abuzeid, yang bekerja di Derpertemen Hubungan Luar Negeri FJP itu.

"Mesir menjadi aktor yang sangat penting dalam perubahan, dan menjadi inspirasi  negara-negara lain. Revolusi yang terjadi di dunia Arab menjadi sangat penting," kata Abuzeid. "Kami mencoba membangun hubungan lebih dekat satu sama lain, dan membangun kerjasama sebagai kemitraan. Kami berusaha memiliki semacam koordinasi pada hubungan luar negeri, dan membangun semacam hubungan luar negeri yang efektif bagi negara-negara Arab.."

Ini perkembangan baru yang menghasilkan perubahan dramatis di dunia Arab. Sebagai blok Sunni Muslim yang kuat muncul di Afrika Utara, sudah mulai mengimbangi pengaruh Iran, yang merupakan blok Syiah yang besar di dunia Muslim.

Kemenangan Ikhwan akan mengubah seluruh konstalasi dan geo-politik di dunia Arab. Karena itu, Amerika Serikat, Israel, dan Iran berusaha keras ingin menggagalkan kemenangan kalangan pergerakan Islam, terutama Ikhwan. Mungkinkah dunia Islam akan mendapatkan harapan baru dengan perubahan di Mesir?

sumber ; voa-islam