Wednesday, May 23, 2012

Ratusan Juta Manuskript Islam Tersimpan di Berbagai Negara, Bukti Ilmiah Beradaban Islam


Maha karya penulisan kitab Islam generasi Salaf teramat banyak diciptakan. Imam Suyuthi misalnya, menulis tak kurang 600 kitab. Demikian juga Imam Nawawi di Kitab-kitab itu hanya berupa tulisan tangan dan untuk membacanya butuh keahlian khusus. Jadi, tak semua orang mampu membacanya. Itulah yang disebut manuskrip atau naskah kuno (mahthuthat)

Kabanyakan manuskrip (mahthutha) ditulis oleh penulisnya sendiri. Contohnya kitab Al Majmu’ah Al Fatawa, ditulis oleh Ibnu Taimiyah. Tapi ada juga yang ditulis oleh para murid dan sahabatnya, seperti kitab Al Umm. Kitab ini sejatinya bukan tulisan Imam Syafi’i, akan tetapi hasil dikte Imam Syafi’i kepada beberapa muridnya. Mereka adalah Al Muzani, Rabi’ bin Sulaiman Al Buwaiti. 

Manuskrip adalah bukti atas eksistensi pengetahuan sebuah umat dan dalil atas sebuah peradaban. Tentu, jika manuskrip umat Islam tidak terjaga dengan baik, apalagi musnah atau pindah ke tangan pihak lain, bagaimana hendak menyatakan bahwa umat ini pernah memiliki peradaban cemerlang?” (Hamud bin Abdullah, Direktur Urusan Mahthuthat, Kementrian Urusan Mahthutat dan Pengetahuan Oman)


“ Ilmu itu meliputi tafsir, Hadits, fikih, sejarah Islam, dan bahasa. Bahkan umat ini tidak akan benar-benar menjadi umat tanpa “kekayaan itu”,” demikian menurut Bahkan ia berpendapat, menjaga manuskrip adalah fardhu kifayah. Jika tidak ada yang melakukan, maka semua umat Islam berdosa. Buku-buku (Islam) yang sudah dicetak saat ini, amat sedikit jumlahnya jika dibandingkan dengan jumlah manuskrip yang tersimpan di perpustakaan-perpustakaan yang tersebar di pelbagai negara. (Syaikh Abdul Aziz Rajhi, Ketua Divisi Kajian Manuskrip di Universitas Umar bin Abdul Aziz Saudi). 

Doktor Hisam ‘Afanah dari Universitas Al Quds telah mendata jumlah manuskrip yang ia lakukan hingga tahun 1948. Hasilnya, ada 262 juta jilid manuskrip yang masih menumpuk di pelbagai perpustakaan. Belakangan, tersiar kabar bahwa jumlah sesungguhnya mencapai ratusan juta jilid.

Kadang, buku-buku yang telah dicetak pun terdapat banyak kesalahan, hingga perlu merujuk manuskrip untuk mengoreksinya. Kasus ini sering terjadi, dimana buku-buku hasil cetak beredar luas tanpa tahqiq atau si muhaqiq (orang yang men-tahqiq) tidak memiliki kemampuan cukup. Hasilnya, buku tersebut beda dengan manuskrip aslinya. 

Seperti kasus kitab Siyar A’alam An Nubala, karya Imam Dzahabi, terbitan Dar al Ma’arif Mesir tahun 1953. Menurut Syeikh Shu’aib al Arna’uth, di dalam kitab ini terdapat lebih dari seratus kesalahan. Juga terjadi pada buku Al Adzkar karya Imam Nawawi yang diterbitkan Dar Huda, Riyadh, tahun 1984. Syaik Abdul Qadir Al ‘Arnau’uth, muhaqiq kitab tersebut menjumpai kesalahan fatal setelah kitab itu beredar. Ada perubahan judul dan hilangnya beberapa teks. Hingga akhirnya buku tersebut ditarik dari pasar. Demikian juga kitab Dhafar Al Amani, karya Imam Laknawi yang diterbitkan oleh Dar Al Buhuts Emirat, tahun 1995. Menurut Syeikh Abdul Fatah Abu Ghuddah, di dalam kitab ini ditemukan lebih dari 678 kesalahan. 

Itulah fungsi manuskript sebagai alat acuan penulisan kitab sat ini untuk menghindari penyimpangan/bias kesalahan dari aslinya. Manuskrip pula yang menjadi bukti betapa tingginya peradaban Islam masa lampau. Ia ibarat saksi bisu dari kejayaan Islam.