Bukti Kesesatan NII (Negara Islam Indonesia)
Oleh: Al-Ustadz Hartono Ahmad Jaiz
NII – Pesantren Al-Zaytun (1)
Bukti-bukti Kesesatan NII KW IX Abu Toto
Sepak terjang NII KW IX (Negara Islam Indonesia Komandan Wilayah IX), dalam kurun waktu di bawah kepemimpinan Haji Abdul Karim dan kemudian Haji Muhammad Ra’is dari tahun 1984 s/d 1992 maupun di bawah kepemimpinan Abu Toto Asy-Syaikh AS Panji Gumilang (gelar kebesarannya saat ini) sejak dari tahun 1992 hingga tahun 2001 telah menimbulkan banyak korban. Secara nyata yang lebih banyak dirugikan baik moril maupun material oleh KW IX sejak masa Haji Karim sampai Abu Toto adalah umat islam pada umumnya, dan secara khusus kalangan NII atau DI (Darul Islam).
Kerugian yang diderita ummat Islam secara moril adalah telah tercemarinya pemikiran dan pemahaman mereka tentang Islam, sehingga mereka sama sekali tidak menyadari dan tanpa terasa telah terjerumus pada suatu keyakinan yang menjungkir-balikkan prinsip-prinsip keimanan (aqidah) yang untuk selanjutnya berdampak pada pelecehan terhadap syari’at serta bermuara pada kemerosotan akhlak.
Suatu tindakan pemurtadan sekaligus penindasan dan pemiskinan telah berlangsung terhadap umat Islam Indonesia yang dilakukan oleh KW IX di Indramayu Jawa Barat, Gerakan sesat yang mengatasnamakan NII di balik pesantren mewah Al-Zaytun. Suatu tindak kejahatan politik, sosial dan pelanggaran HAM yang sangat serius yang mungkin belum pernah dilakukan oleh kelompok sempalan maupun yang ada dalam masyarakat dan bangsa Indonesia.
Penyimpangan ‘Aqidah
Kezhaliman yang paling dahsyat yang dilancarkan oleh KW IX baik pada masa kepemimpinan Haji Abdul Karim, Haji Ra’is maupun kepemimpinan Abu Toto adalah menciptakan syirik. Berdasarkan data-data yang telah tertuang di atas dan beberapa kesaksian dan laporan para mantan peagikut Abu Toto, maka syirik yang diciptakan NII KW IX dalam kurun 1984-5 s/d 2001 sekarang adalah menyusun sistematika tauhid secara serampangan, dengan membaginya ke dalam 3 substansi tauhid, yaitu: Tauhid Rububiyah, Tauhid Mulkiyyah dan Tauhid Uluhiyyah tanpa dasar disiplin ilmu sedikit pun.
Pertama, mereka mengumpamakan Tauhid Rububiyah dengan akar kayu, Mulkiyyah adalah batang kayu, Uluhiyyah adalah buahnya. Selain itu mereka juga menafsirkan Rububiyah dengan undang-undang, Mulkiyyah adalah negara, dan Uluhiyah adalah ummatnya. (2)
Tafsiran semacam itu sungguh sangat menyesatkan, karena telah merendahkan, menghina Allah, dan telah menyamakan Allah dengan makhluk-Nya.
Kedua, mereka juga meyakini kerasulan dan kenabian itu tidak akan berakhir selama masih ada orang yang menyampaikan da’wah Islam kepada manusia. Kesimpulan mereka, bahwa setiap orang yang menyampaikan da’wah Islam pada hakikatnya adalah Rasul Allah.
Ketiga, menciptakan ajaran dan keyakinan tentang adanya otoritas nubuwwah pada diri dan kelompok mereka dalam menerima, memahami dan menjelaskan serta melaksanakan maupun dalam memperjuangkan AI-Qur’an dan Sunnah Rasulullah hingga tegaknya syari’ah dan kekhalifahan di muka bumi. Dengan menetapkan doktrin tentang Al-Qur’an dan As-Sunnah secara serampangan serta sangat menyesatkan antara lain:
- Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu’alaihi wa Sallam untuk menata dunia secara baik dan benar menurut yang dikehendaki dan ditetapkan Allah. Dengan demikian Al-Qur’an juga sebagai Undang-undang, Hukum dan Tuntunan yang harus diterima dan dilaksanakan manusia. Namun dalam prakteknya bagaimana mereka mensikapi, memperlakukan ataupun dalam memahami AI-Qur’an maka itu terserah manusia, yakni bebas melakukan ta’wil maupun tafsir baik terhadap ayat yang muhkamat maupun yang mutasyabihat. (3)
- As-Sunnah adalah perilaku Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa Sallam dalam melaksanakan Al-Qur’an yang ternyata mengikuti milah (ajaran) dan tata cara pengabdian Nabi lbrahim Alaihissalam. Selain itu Nabi Muhammad juga diyakini sebagai kader Nabi Isa bin Maryam yang dididik dan dibina oleh kaum Hawariy yang nota bene pengikut setia Nabi Isa Alaihissalam atau hasil transformasi ajaran Nabi Isa Alaihissalam. (4)
Keempat, Menggunakan nama-nama Nabi untuk hirarki kepangkatan (jabatan struktural dan fungsional), sehingga menimbulkan kesan bahwa Nabi yang satu bisa diperintah oleh Nabi lainnya yang berada pada struktur lebih tinggi.
Kelima, Melakukan tipu daya kepada pengikutnya dengan memberikan iming-iming pangkat maupun jabatan serta futuh (kemenangan) terhadap penguasa Rl, dan meyakinkan melalui doktrin bahwa secara diam-diam sekitar 50% dan kekuatan TNI-PoIri (ABRI) telah berpihak kepada NII sehingga pasti menang, yang dalam istilah mereka menunjuk kepada sebuah ayat yang berbunyi: Nashrun minallahi wa fathum qariib.
Penyimpangan Syari’ah
Merubah Syari’at Zakat Fithri dan Syari’at Qurban
Dalam majalah bulanan Al-Zaytun terbitan Ma’had Al-Zaytun dinyatakan,
” Pada kesempatan ‘led Al Fithri kali yang pertama di awal Januari tahun 2000, Ma’had AI Zaytun, telah mengawali langkah yang tepat sekaligus berani, untuk mengelola sumber dana dalam Islam, yakni dengan mengaktualkan nilai zakat fithrah, ini dilakukan bukan untuk mencari sensasi, tapi semata-mata untuk meningkatkan kualitas ummat. Zakat fithrah tidak lagi dihargai dengan 3,5 liter beras. Karena dosa setahun sudah tidak wajar lagi dibersihkan dengan 3,5 liter beras, dan sangat ironis jika hanya dengan 3,5 liter beras kita bercita-cita untuk mensejahterakan ummat. (5)
“Alhamdulillah, seluruh civitas Ma’had Al Zaytun menyambut langkah ini dengan antusias, termasuk para santri, dan wali santri pun menyambut dengan baik dan penuh kefahaman. Sehingga pada kesempatan ‘led itu, dari santri saja terkumpul dana zakat fithrah hampir mencapai 100 juta rupiah (hanya dari 1235 muzakki, kalau dibuat rata-rata masing-masing santri membayar zakat fithrah, kurang lebih sebesar 75 ribu rupiah) untuk itu kita layak berdo’a: “Taqabbalallahu minna waminkum”
“Pada pertengahan Maret tahun 2000 ini kita bertemu dengan ‘led al Adha, dimana ummat Islam diperintahkan untuk berqurban. Kalau pada ‘led Al Fithri kita bisa melakukan suatu harakah yang bermutu, maka pada ‘led Al adlha inipun kita harus melakukan hal yang sama, bahkan harus lebih hebat lagi.
“Pada ‘led Al Fithri (hari kembali fithrahnya manusia) itu telah mengajak Ummat untuk berzakat fithrah dengan harakat ramadhan-nya. Maka pada ‘led Al Adha (hari berqurbannya manusia) tata mengajak ummat untuk berqurban, mengurbankan sesuatu yang dicintainya dan mendekatkan diri kepada Allah. “
Pengertian Berqurban (menurut Al-Zaytun)
“Menurut bahasa (lughawi) kata qurban berasal dari kata qarraba yang berarti “dekat”, sedangkan dalam kamus AI-Munjid hal 617 kata qurban diartikan sebagai berikut : “apa-apa yang bisa mendekatkan diri kepada Allah dengan cara menyembelih atau dengan yang lainnya.”
Jadi, namanya berqurban itu tidak selamanya dengan menyembelih hewan, menyembelih hewan hanyalah sekedar lambang dari pengorbanan.
Manfaat zakat dan qurban ditinjau dari aspek sosial adalah untuk memberi makan fakir dan miskin. Memberi makan dalam arti luas adalah bukan hanya memberi makan pada jasmani (perut) tetapi termasuk juga di dalamnya memberi makan kepada rohani (akal dan bashirah). Makaman otak manusia, bukanlah daging kambing, tapi makanan otak manusia adalah ilmu.
Ilmu secara formal bisa didapat lewat pendidikan, maka jika qurban dikeluarkan dalam bentuk uang (misalnya) dan uang yang terkumpul digunakan untuk membangun sarana pendidikan, gedung pembelajaran, asrama, masjid perpustakaan, laboratorium dan kelengkapan lain yang menunjang pendidikan, itu berarti qurban yang kita keluarkan akan lebih abadi (pahala/manfaatnya) bagi Islam dan ummatnya.
Dengan pendidikan kita bisa mendapatkan generasi Islam yang berotak jernih (brilian) dan sekaligus memiliki bashiroh yang tajam. Dengan cara ini qurban jadi lebih, aktual, efektif dan efisien…dst
Yang kemudian pada akhir tulisan tersebut antara lain:
“…Inilah arti berqurban secara luas (arti yang sebenarnya) bukan arti secara sempit, yang hanya mengandalakan berkorban dengan menyembelih hewan saja, hanya berorientasi kepada kebutuhan jasmani (perut) saja. Inilah paradigma berqurban yang optimis dan berwawasan masa depan, bukan pandangan berkorban secara sempit yang hanya memikirkan gegembiraan fakir miskin di hari raya saja, tetapi pandangan jauh ke depan memikirkan nasib ummat seratus bahkan seribu tahun yang akan datang.“ (6)
Sikap dan pandangan serta praktek zakat fithrah yang menyimpang sebagaimana diatas yang diterapkan pada para santri Al-Zaytun, toh tetap berjalan dan bahkan malah semakin parah pada Ramadhan tahun 2000 ini. Sebagaimana yang dilansir media antara lain,
“Sumber dana lain yang bakal dipergunakan untuk pengembangan pesantren antara lain zakat fithrah. Zakat yang lazim ditunaikan ummat Islam menjelang ‘ledul Fithri. Selain itu, pimpinan Ma’had Al-Zaytun sempat mengumumkan kepada 3200 santri tentang jumlah pembayar zakat fithrah terbesar yang dilakukan seorang santri dari Nusa Tenggara Timur sebesar Rp. 1 juta, pembayar zakat fithrah terbesar kedua diraih oleh santri asal Gorontalo senilai Rp 500 ribu, demikianj juga diumumkan pembayar zakat fithrah terkecill sebesar Rp 10 ribu “. (7)
Sedangkan menurut pemberitaan majalah Al Zaytun sendiri malah menggambarkan keberhasilan yang fantastis dari gerakan Ramadhan yang mampu menghasilkan pemasukan uang sebanyak 5 miliar rupiah lebih. (8)
Eksploitasi (pemerasan) maupun eksplorasi (penggalian dana) dan program pemiskiinan ummat Islam (korban jeratan rekruitmen) dengan mengatas-namakan Zakat Tazkiyah Baitiyah, Shadaqah Tathawwu’, Infaq Sabilillah, Khijanah tajwidiyah, Qiradl, Shadaqah (Ja-uka dan isti’dzan, Nikah, tahkim, Musyahadah dan Tartib) maupun Kaffarat dan lain sebagainya telah mencerminkan adanya motif manipulasi/penipuan yang sangat merugikan dan meresahkan umat serta merusak ajaran Islam.
Diantara para korban, ada yang terkena jerat program Qiradh dan lddikhar (tabungan), sampai sebanyak 250 gram emas, bahkan salah seorang pejabat Bank Indonesia (sekarang mantan) sampai rela menyerahkan 2,5 kg emas. Dan dua orang putranya pun, sempat pula menjadi perampok, yang untuk itu mereka harus merelakan tulang iganya putus lantaran demi untuk menyelamatkan diri dari kejaran masa, hanya kareana mengejar target setoran yang harus di bayarkan kepada jama’ah – Negara!
Pemerasan
Kalkulasi di bawah berdasarkan perkiraan jumlah minimal yang konstan dan aktif sebagai anggota NII KW IX dari tahun 1993 s/d tahun 2000 sebanyak 60.000 orang, sekalipun banyak keterangan dari mantan NII KW IX yang menyatakan bahwa jumlah anggotanya sekarang lebih dari 100.000 orang, namun diperkirakan terjadi banyak pula yang keluar ataupun yang masuk.
Dana umat yang disedot oleh NII struktural adalah (Satu Triliyun Empat Ratus Satu Milyar Dua Ratus Juta Rupiah) yang kemudian diwujudkan dalam bentuk bangunan mewah Ma’had Al Zaytun, yang konon biayanya menelan angka sampai hitungan sekitar 4 trilyun rupiah. Maka kekurangan dari jumlah keseluruhan yang dibutuhkan oleh Al-Zaytun masih banyak.
Menurut penuturan salah seorang mantan pengikut Abu Toto yang sempat dipercayakan memegang posisi Majelis Hai’ah (semacam departemen keuangan), Pak Andreas (Ismail Subardja), dana abadi yang berhasil dikumpulkan oleh KW IX hingga akhir tahun 1996 saja sudah mencapai 40 miliar rupiah. Dan seluruh dana yang ada dalam KW IX dimasukkan dalam rekening Bank ClC atas nama Abu Ma’ariq alias Abu Toto Abdus Salam (AS Panji Gumilang) dan keluarganya. (9)
~ Disalin secara utuh dari buku ” Aliran dan Paham Sesat di Indonesia “ dari hal. 45-50. Oleh: Al-Ustadz Hartono Ahmad Jaiz. Penerbit: Pustaka Al-Kautsar ~
Artikel: Moslemsunnah.Wordpress.com
Footnote:
(1). Diambil dari LPPI, tulisan Umar Abduh dengan sedikit perubahan
(2). Majalah Al-Zaytun no.11 Th.2000 hlm. 31
(3). Mabadiuts Tsalatsah, karya Abdul Karim Hasan (Buku Pedoman NII)
(4). Wawancara dengan Imam Shalahuddin (Mantan NII KW IX), tgl 22 Desember 2000. Baca juga MBM Al-Zaytun 6-7 Th. 2000 hlm. 99
(5). Ditulis oleh Guru MAZ dalam MB Al-Zaytun, edisi III Maret Th.2000 hal. 10-11
(6). Ibid
(7). Pos Kota, edisi 23 Desember 2000 hal.8 dan sebagaimana yang dimuat dalam MB Al-Zaytun, edisi 12-2000
(8). MB Al-Zaytun, edisi 12-2000 hal.13
(9). Wawancara UA dengan Bpk. Andreas, 10 Desember 2000.
(2). Majalah Al-Zaytun no.11 Th.2000 hlm. 31
(3). Mabadiuts Tsalatsah, karya Abdul Karim Hasan (Buku Pedoman NII)
(4). Wawancara dengan Imam Shalahuddin (Mantan NII KW IX), tgl 22 Desember 2000. Baca juga MBM Al-Zaytun 6-7 Th. 2000 hlm. 99
(5). Ditulis oleh Guru MAZ dalam MB Al-Zaytun, edisi III Maret Th.2000 hal. 10-11
(6). Ibid
(7). Pos Kota, edisi 23 Desember 2000 hal.8 dan sebagaimana yang dimuat dalam MB Al-Zaytun, edisi 12-2000
(8). MB Al-Zaytun, edisi 12-2000 hal.13
(9). Wawancara UA dengan Bpk. Andreas, 10 Desember 2000.
Sumber : Dipublikasi ulang dari http://moslemsunnah.wordpress.com/
http://abufahmiabdullah.wordpress.com/2011/05/02/bukti-kesesatan-nii-negara-islam-indonesia/