Bismillahirrahmanirrahim...
Alhamdulillahirobbil'alamin...begitu banyak limpahan karunia yang Alloh curahkan untuk hamba-hambaNya, tiada kata lelah jika semua lillah (karena Alloh) dalam menjalani kehidupan ini.
Setiap hari yg dilalui merupakan tanda kasih-Nya. Selalu ada ibroh (hikmah) di balik segala sesuatu, baik itu berupa ujian maupun peringatan.
Menjadi seorang wanita bagiku adalah fitrah yang tidak bisa diganggu gugat kepada Sang Pemilik jiwa ini, karena sejatinya semua itu mengikuti jalur yang telah ditetapkanNya, manusia telah dibekali 'navigator' ter-valid yang pernah ada di muka bumi, itulah Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Menjalani kehidupan sebagai seorang wanita bukanlah perkara yang mudah. Namun fitrah ini begitu indah dilalui, jika sejalur dengan perintahNya.
Entah mengapa hal yang dirasa telah dilakukan, masih saja seringkali terganggu. Hijab yang dipakai untuk menjagaku dari yang bukan halal bagiku masih saja dianggap sebagai secarik kain tanpa makna. Pandangan merupakan anak panah Iblis! Peringatan berupa pernyataan yang sederhana namun terbukti kebenarannya.
Pandangan yang tertuju pada diri ini membuat ketidaknyamanan yang sangat, sehingga timbullah ingatan mengenai sindiran Alloh yang tersirat dalam hati 'huwa min indi anfusikum' (itu kesalahan dari dirimu sendiri).
Apakah ini merupakan kesalahan dari diriku? Apakah diri ini belum cukup/jauh dari kata 'cukup' untuk menjaga diri dari pandangan yang bukan mahramku? Dan perasaan bersalah selalu muncul jika teringat laki-laki yang halal bagiku kelak akan marah dan jengkel tentunya ketika pasangannya dipandangi dengan pandangan seperti itu.
Apakah mereka tidak ingat dengan kalimat yang tertuang pada surat cinta yang Dia turunkan?
"Katakanlah kepada orang-orang laki-laki yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, apa yang mereka perbuat'."
(QS. An-Nuur [24] : 30)
Tidak sadarkah mereka? Bahwa mereka telah merampas hak-hak orang lain, hak yang bukan miliknya? Hak yang seharusnya hanya diberikan kepada seseorang yang memang halal bagi mahromnya?
Diri ini pun berusaha untuk selalu menjaga pandangan dari bukan haknya, meski untuk berdialog ataupun dalam majelis ilmu, pandangan ini tertuju pada pembicara yang bukan mahrom, tapi Insya Alloh itu dilakukan untuk kepentingan mencari ilmu.
Tidakkah mereka mengerti bahwa memandangi seorang yang bukan mahromnya tanpa ada alasan yang syar'i merupakan salah satu dosa? Dan dosa tanpa adanya taubat semasa hidup di Dunia akan menjadi tabungan api Neraka di Akhirat nanti.
Diri ini hanya makhluk yang dhoif, yang ingin dihargai sejalur dengan fitrahnya, bukan dinilai sebagai wanita yang dapat disamakan dengan wanita lain yang menganggap wajar pandangan laki-laki bukan mahrom atas dirinya.
Simpanlah pandangan itu bagi mahrommu kelak sehingga pandangan itu bukan lagi sebagai anak panah Iblis, namun pandangan kasih berbuah pahala, menjadi titian yang dapat menghantarkan pada Surga yang kekal.
Bukankah lebih terasa indah ketika pandangan itu dijaga sampai waktunya tiba? Sampai seseorang yang tertulis di lauhl mahfudz itulah yang akan kita pandangi setiap harinya dengan penuh rasa kasih?
Hargailah kami sebagai wanita yang berusaha untuk selalu istiqomah di jalanNya, hanya itu yang kami perlukan. Semoga pemahaman terlahir dariNya melalui tulisan ini.
Jazakumulloh khoiron katsir.
Wallohu A'lam Bisshowab.
Oleh Nurul Al Akhfiya