Friday, January 20, 2012

Syiah Tidak Sesat?

Syiah tidak sesat?
Para pembaca rahimakumullah, akhir-akhir ini banyak orang membicarakan tentang Syi’ah, banyak juga pernyataan dari sebagian tokoh yang menganggap bahwa Syi’ah itu tidak sesat dan bahkan menganggap sebagai salah satu madzhab yang diakui dalam Islam. Apakah memang demikian?
Berbicara tentang kelompok Syi’ah tidak lepas dari sosok pendiri pertamanya yaitu Abdullah bin Saba’ atau dikenal juga dengan Ibnu Sauda’. Abdullah bin Saba’ pada asalnya adalah seorang Yahudi berasal dari Shan’a, ibukota Yaman. Ia berpura-pura masuk Islam pada akhir-akhir pemerintahan Khalifah Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu. Abdullah bin Saba’ juga dikenal dengan sebutan Ibnu Sauda’ (anak seorang wanita hitam) karena ibunya berkulit hitam, berasal dari Ethiopia.

Al-Imam ‘Izzuddin Ibnul Atsir dalam al-Kamil fit Tarikh (2/526) memaparkan bahwa setelah Ibnu Sauda’ berpura-pura masuk Islam, lalu ia pergi berkeliling ke negeri-negeri kaum muslimin seperti Hijaz (Mekkah dan Madinah), Bashrah, Kufah, dan Syam guna mengampanyekan keyakinan-keyakinan sesatnya. Namun dia tidak sanggup melakukan makarnya tersebut hingga akhirnya harus diusir dari Syam secara terhina.

Kemudian Abdullah bin Saba’ pindah ke Mesir dan menetap di sana. Disebabkan jauhnya penduduk Mesir dari ilmu ketika itu, maka sedikit demi sedikit Abdullah bin Saba’ berhasil menyusupkan akidah sesatnya kepada masyarakat Mesir.

Dalam al-Bidayah wan Nihayah (7/188) juga diceritakan bahwa Abdullah bin Saba’ menghasut masyarakat Mesir untuk memberontak kepada Khalifah Utsman bin Affan. Dalam orasinya dia menyatakan, “Bukankah telah tetap bahwa Isa bin Maryam akan kembali ke dunia? Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih mulia darinya, maka atas dasar apa engkau mengingkari bahwa Muhammad akan kembali lagi ke dunia?! Dan adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan (kepemimpinan) kepada Ali bin Abi Thalib. Muhammad penutup para nabi sedangkan Ali penutup para penerima wasiat, tentu ia lebih berhak atas kepemimpinan ini daripada Utsman, dan Utsman telah melampaui batas dalam kepemimpinan yang bukan miliknya.”
Banyak dari masyarakat Mesir yang terprovokasi, mereka mengirimkan surat kepada kabilah-kabilah awam di Kufah dan Bashrah berisi kritikan-kritikan terhadap kebijakan-kebijakan Utsman dan mengajak kudeta sehingga akhirnya mereka pun melakukan pemberontakan yang berujung dengan terbunuhnya Khalifah Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu.

Pembaca rahimakumullah, setelah terbunuhnya Utsman bin ‘Affan dan digantikan oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, Abdullah bin Saba’ kembali berulah dengan menyebarkan keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah titisan tuhan, ia juga menyebarkan keyakinan bahwa Ali adalah Pencipta, Pemberi rejeki, dan Pengatur alam semesta.” (Lihat Fathul Bari 12/270)

Dia juga mencela, menghina, dan mengafirkan Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhuma. (Ar-Risalah fir Raddi ‘ala ar-Rafidhah)

Demikianlah keadaan Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi yang berpura-pura masuk Islam dan bertujuan untuk menghancurkan Islam dari dalam, sebagaimana Baulus seorang Yahudi yang berpura-pura masuk agama Nasrani dan memunculkan keyakinan Lahutsiyah (adanya sifat ketuhanan pada diri Isa).

Awal-Mula Syi’ah

Perlu diketahui bahwa madzhab Syi’ah tidak pernah ada di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan Umar radhiyallahu ‘anhuma, karena ia baru muncul di akhir-akhir kepemimpinan Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu.

Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim rahimahullah menyatakan, “Paham Syi’ah Rafidhah dibuat oleh Ibnu Saba’ yang zindiq. Dia menampakkan sikap ekstrim mendukung Ali dengan propaganda bahwa Ali yang berhak atas kepemimpinan dan adanya wasiat (khusus) bagi Ali.” (Al-Fatawa 4/435)
Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah dari Madzhab Syafi’i juga berkata, “Abdullah bin Saba’ termasuk zindiq yang ekstrim. Dia memiliki pengikut yang disebut As-Sabaiyah yang meyakini adanya sifat ketuhanan pada diri Ali bin Abi Thalib.” (Lisanul Mizan 3/360)


Slogan “Mencintai Ahlul Bait” Jembatan Menyebarkan Paham Syi’ah

Setelah berlalu masa Abdullah bin Saba’ dan para pengikutnya menyebar di berbagai negara, kaum Syi’ah tidak ingin dikenal sepanjang masa sebagai produk seorang Yahudi. Agar madzhab dan keyakinan mereka diterima masyarakat umum, mereka melancarkan propraganda bahwa mereka adalah satu-satunya kelompok yang mencintai ahlul bait dan membela mereka.
Dengan berkedok mencintai ahlul bait maka dengan leluasa kaum Syi’ah menyebarkan keyakinan-keyakinan sesat yang telah diwarisi dari para pendahulunya; mulai dari mencela, menghina, dan mengafirkan para sahabat, kawin mut’ah, tuduhan ‘Aisyah berzina, taqiyyah, ber-thawaf di kuburan, sampai tingkatan merubah tata cara wudhu’, adzan, dan shalat, serta berbagai keyakinan yang bertentangan dengan ajaran ahlul bait.

Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Janganlah kalian mencela para sahabatku. Jika salah seorang dari kalian berinfak emas sebesar gunung Uhud maka tidak akan menyamai infak salah seorang dari mereka yang hanya satu mud, dan tidak pula menyamai separuhnya.” Muttafaq ‘alaih

Berbagai macam tuduhan dan hinaan mereka layangkan kepada pembawa panji Islam, para sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sekaligus ulama muslimin. Semua itu mereka lakukan dengan berlindung di balik slogan pembelaan terhadap ahlul bait (keluarga Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam).


Antara Syi’ah dan Ahlul Bait

Sebagian masyarakat atau pelajar yang tidak mengetahui hakekat sebenarnya paham Syi’ah akan tertipu dengan slogan mereka. Padahal jika ditelusuri ternyata Syi’ah sangat berbeda dengan ahlul bait. Berikut ini beberapa buktinya.

Seperti diketahui bahwa kaum Syi’ah sangat membenci bahkan mengafirkan Abu Bakar, Umar, juga Utsman. Berbeda dengan ahlul bait, dalam hal ini Ali bin Abi Thalib, sikapnya terhadap Abu Bakar dan Umar adalah seperti yang dikisahkan oleh Abu Ishaq al-Fazari dengan sanadnya sampai kepada Zaid bin Wahb, bahwa Suwaid bin Ghaflah masuk menemui Ali di masa kepemimpinannya. Lantas dia berkata, “Aku melewati sekelompok orang yang menyebut-nyebut Abu Bakar dan Umar (dengan kejelekan). Mereka menganggap bahwa engkau juga menyembunyikan perasaan seperti itu terhadap mereka berdua. Di antara mereka adalah Abdullah bin Saba’ dan dia lah orang pertama yang menampakkan hal itu.”    Lantas Ali menjawab, “Aku berlindung kepada Allah dari menyembunyikan sesuatu terhadap mereka berdua kecuali dengan kebaikan.” (Ar-Risalah fir Raddi ‘ala ar-Rafidhah)
Bahkan, pendirian Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu di atas juga dinukilkan dalam kitab mereka berjudul Biharul Anwar (32/324), “Ibnu Tharif dari Ibnu ‘Ulwan dari Ja’far dari bapaknya bahwa Ali ‘alaihis salaam pernah berkata tentang orang-orang yang memeranginya, “Sesungguhnya kami tidak memerangi mereka (‘Aisyah dan Mu’awiyah beserta pasukan keduanya) karena mengafirkan mereka, bukan pula karena mereka mengafirkan kami. Namun, karena kami yakin bahwa kami di atas al-haq dan mereka juga yakin bahwa mereka di atas al-haq.”

Berikutnya, termasuk kebiasaan kaum Syi’ah ialah membangun kuburan seperti istana kemudian berthawaf mengelilinginya. Adapun madzhab ahlul bait adalah sebagaimana wasiat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, “Janganlah kamu biarkan satu patung pun melainkan harus kamu hancurkan, jangan pula kuburan yang ditinggikan melainkan harus kamu ratakan.“ HR Muslim

Bukti lainnya adalah tentang kawin mut’ah, kaum Syi’ah seperti yang telah diketahui menghalalkan kawin mut’ah. Adapun madzhab ahlul bait adalah seperti yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, “Bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pada perang Khaibar telah melarang melakukan mut’ah kepada wanita.” Muttafaq ‘alaih

Ucapan Ulama Ahlus Sunnah tentang Syi’ah

‘Alqamah bin Qais an-Nakha’i rahimahullah (62 H), “Sungguh Syi’ah telah berlebihan terhadap Ali sebagaimana Nashara berlebihan terhadap ‘Isa bin Maryam.” (As-Sunnah, 2/548)

‘Amir Asy-Sya’bi rahimahullah (105 H), “Saya peringatkan kalian dari hawa nafsu yang menyesatkan dan dari kejelekan Syi’ah Rafidhah, karena di antara mereka ada seorang yahudi yang berpura-pura masuk Islam untuk menyebarkan kesesatan mereka sebagaimana Baulus bin Syamil (atau disebut juga dengan Paulus-pen) seorang raja Yahudi yang berpura-pura masuk agama nashara untuk menyebarkan kesesatan mereka.” (Lihat Syarh Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah al-Lalika`i, 8/1461)

Al-Imam Malik bin Anas rahimahullah (179 H), ketika ditanya tentang seorang yang berpemikiran Syi’ah Rafidhah beliau menjawab, “Jangan kamu berbicara dengan mereka dan jangan pula meriwayatkan hadits dari mereka karena mereka adalah pendusta.” (Minhajus Sunnah, 1/61)

‘Abdurrahman bin Mahdi rahimahullah (198 H) berkata, “Keduanya adalah agama lain, yaitu: “Jahmiyah dan Syi’ah Rafidhah.” (Khalqu Af’alil ‘Ibad)
Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah (204 H): “Aku tidak pernah melihat dari para pengikut hawa nafsu yang lebih dusta di dalam ucapan, dan bersaksi dengan saksi palsu dari Syi’ah Rafidhah.” (Al-Ibanah al-Kubra, 2/545)

Al-Khallal rahimahullah meriwayatkan dari Abu Bakar al-Marwazi, “Aku bertanya kepada Abu Abdillah (yakni Imam Ahmad) tentang orang yang mencela Abu Bakar, Umar, dan ‘Aisyah. Beliau menjawab, “Aku tidak memandangnya dalam Islam.” (As Sunnah karya al-Khallal, 3/493)


Penutup

Demikianlah pembahasan ringkas tentang Syi’ah. Sampai detik ini, masihkah kita menilai bahwa Syi’ah tidak sesat atau hanya berbeda dalam masalah fiqih?

Para pembaca rahimakumullah, walaupun kita telah meyakini kesesatan Syi’ah akan tetapi dalam menyikapinya tetap kita harus mengikuti tuntunan syariat yaitu dengan menjauhi tindakan-tindakan anarkis. Kembalikan urusan mereka kepada pemerintah.
Wallahu a’lamu bish shawab.

Penulis: Al-Ustadz Abdurrahman Rauf hafizhahullah..

Sumber: http://www.buletin-alilmu.com/syiah-tidak-sesat