Umar bin Khatab adalah seorang khalifah yang dengan tegas mengharuskan seluruh pejabat negara untuk menghitung aset kekayaan yang mereka miliki. Penghitungan dilakukan saat baru menjabat dan setelah selesai menjabat. Jika terdapat kelebihan kekayaan setelah dikurangi total gaji yang diperolehnya selama menjabat, Umar segera mengambilnya dan diserahkan ke Baitul Mal.
Umar pun menetapkan larangan bagi pejabat negara untuk melakukan bisnis atau perdagangan. Dia juga memerintahkan mereka untuk mencurahkan seluruh waktu dan perhatiannya melayani keperluan rakyat.
Umar selalu memerintahkan seluruh pejabat maupun pegawai negara agar membelanjakan pengeluaran negara secara efisien, terutama yang mereka gunakan untuk melayani kepentingan masyarakat.
Khuzaymah ibn Tsabit bertutur, ''Jika Umar menugasi seorang pejabat/pegawai untuk mengerjakan aktivitas tertentu, ia mencatatnya. Disyaratkan baginya agar tidak mengendarai kuda, tidak memakan makanan yang mewah, tidak mengenakan pakaian yang mahal, dan tidak menutup pintu rumahnya [dari masyarakat] tanpa ada alasan. Siapa saja yang melanggarnya, mereka dikenai sanksi.''
Tidak hanya itu, Khalifah Umar bin Khatab juga membentuk lembaga khusus yang bertugas memeriksa harta kekayaan pejabat dan pegawai negara. Sanksi terhadap pelanggar peraturan pada saat itu cukup tegas. Dengan demikian, pemerintahan kekhilafahan Islam tercatat telah berhasil menyusun sistem administrasi yang efisien, pemerintahan yang bersih dan berwibawa, serta ditaati oleh rakyatnya.
Apakah kondisi seperti ini masih bisa kita temui di zaman sekarang ini? Sayangnya yang ada saat ini justru seorang pemimpin yang memberikan contoh bagaimana menggunakan anggaran negara untuk hal-hal yang sesuai dengan keinginan pribadinya. Harta negara itu dibagi-bagi untuk rekan-rekan dekatnya. Para pejabat negara malahan menyembunyikan kekayaannya agar tidak diketahui masyarakat. Mereka tidak mau memberi contoh, mengembalikan harta ketika ada kelebihan.
Banyak pemimpin dan pejabat dewasa ini yang ke mana-mana sering pamer kemewahan, mulai dari pakaian, aksesori, maupun kendaraan. Seolah tidak peduli dengan nasib rakyat yang saat ini tengah hidup dalam napas keprihatinan, untuk tidak mengatakan napas kematian.