Wednesday, March 31, 2010

Cara AS Membungkam Mohammed Omer




Konsulat AS di Belanda menghalang-halangi rencana kunjungan Mohammed Omer, wartawan dan fotografer muda asal Palestina, ke Chicago untuk memberikan ceramah tentang kondisi di Palestina. Omer harus sudah tiba di Chicago pada tanggal 5 April, tapi pihak Konsulat AS di Belanda menyatakan memperpanjang pencekalan pemberian visa terhadap Omer.
Pada tahun 2008, Omer menjadi wartawan termuda yang menerima penghargaan bergengsi bidang jurnalistik Martha Gellhom Prize atas reportasenya tentang kehidupan warga Gaza dibawah blokade rezim Zionis Israel. "Setiap hari, ia melaporkan dari zona perang, dimana ia juga menjadi tawanan. Omer adalah saksi hidup atas sebuah ketidakadilan yang luar biasa yang terjadi pada masa kini. Ia ada suara dari orang yang tidak punya ruang untuk bersuara ... bekerja sendiri dalam kondisi yang sangat sulit dan kadang berbahaya, ia melaporkan kebenaran-kebenaran yang pahit, yang didukung fakta-fakta yang kuat," demikian kutipan pernyataan atas penghargaan yang diberikan pada Omer.
Setelah menerima penghargaan itu di London, Inggris, Omer kembali ke Jalur Gaza. Tapi ia ditangkap oleh agen intelejen Israel, Shin Bet sebelum sampai di Gaza. Oleh agen-agen Shin Bet, Omar diinterogasi selama lebih dari 12 jam dan mengalami penganiayaan hingga harus dirawat di rumah sakit, karena tulang iganya patah dan ia sulit bernapas.
Setelah insiden itu, Omer terpaksa tinggal di Belanda dan melanjutkan pengobatan atas efek dari penganiayaan itu, di Negeri Kincir Angin. Ketika mengajukan permohonan visa untuk menghadiri acara di Chicago, kantor konsulat AS di Belanda menolak mengabulkan permohonan visa Omer dalam jangka waktu tak tertentu tanpa alasan yang jelas. Akibatnya Omer terancam gagal berangkat ke Chicago pekan ini.
Beberapa tahun belakangan ini, pemerintah AS menolak permohonan visa sejumlah pakar dan cendikiawan yang akan memberikan ceramah atau mengajar di AS. Organisasi hak asasi manusia di AS, ACLU (American Civil Liberties Union) menyebut mengecam tindakan AS yang dianggap telah melanggar amandemen pertama konsitusi Negeri Paman Sam itu.
Selain Omer, tokoh-tokoh negara lain yang pernah ditolak visanya oleh AS antara lain Dr. Adam Habib, cendikiawan asal Afrika Selatan yang vokal mengkritik perang AS di Irak; Riyad Lafta, seorang dokter asal Irak yang membantah jumlah korban invasi AS di Irak yang dimuat sebuah jurnal kesehatan di Inggris "The Lancet"; dan Profesor Tariq Ramadan. Tapi baru-baru ini, AS mengabulkan permohonan visa Ramadan setelah hampir lima tahun tertahan dan ditolak.
Dahr JamaiL, yang juga menerima penghargaan Gellhom tidak percaya negara AS menolak permohonan visa koleganya itu. "Kenapa pemerintah AS harus menahan permohonan visa Mohammed Omer atau wartawan lainnya yang ingin datang ke AS untuk memberikan ceramah tentang apa yang diberitakannya? Sementara kami beranggapan bahwa kami memiliki 'kebebasan berbicara' di negara ini," tukas Jamail.
Omer dijadwalkan akan memberikan ceramahnya di Houston, Santa Fe dan Chicago atas undangan penerbit Haymarket Books yang sedang menggelar acara "Reflection on Life and War in Gaza". Di ketiga tempat itu, Omer juga akan bertemu dengan komunitas lintas agama serta para politisi. (ln/TMO) eramuslim