Wednesday, March 31, 2010

Malaysia Mulai Longgarkan Sensor Film



Malaysia lebih melonggarkan batasan sensor. Namun tetap saja lebih ketat dari Indonesia. Tak ada ciuman, makian atau kata kasar

Hidayatullah.com--Malaysia melonggarkan batasan sensor filmnya setelah beberapa dekade sebelumnya negara itu menerapkan sensor ketat terhadap konten yang berbau seksual dan agama.

Meski begitu, mereka masih harus berhati-hati terhadap konten yang masih menampilkan bikini, ciuman dan bersetubuh dalam dunia perfilman.

Peraturan yang diterbitkan oleh Kementerian Dalam Negeri itu sebagai bentuk perhatian pemerintah untuk tidak memasung kreatifitas para pekerja seni dan tidak membiarkan beberapa unsur-unsur negatif dikonsumsi masyarakat umum, kata Sekjen Kementerian Dalam Negeri Mahmood Adam yang dikutip AP,Selasa (30/3).

Badan Sensor Film Malaysia telah banyak menuai kritikan terkait konten film yang dianggap berbau SARA dan mereka telah banyak mencekal peredaran sejumlah film. Beberapa film Hollywood telah banyak dicekal Malaysia seperti film Bruno yang dibintangi Sacha Baron Cohen, badan sensor negeri itu menilai film tersebut bermuatan homoseksual.

Dalam peraturan baru itu, otoritas setempat memperbolehkan kepada seseorang yang telah dewasa untuk memilih materi film apapun, sepanjang materi tersebut masih dalam koridor hukum dan tidak berpotensi pada kerusakan.

Sebelumnya, semua bentuk ciuman akan disensor tanpa melihat apapun konteksnya, namun aturan baru ini hanya memotong adegan ciuman yang terlalu vulgar, seperti adegan telanjang.

Peraturan baru itu mungkin akan meloloskan sejumlah adegan yang sebelumnya dilarang, karena sudah tidak ada lagi yang perlu dilarang. Dalam kasus lain misalnya, kata-kata makian, jika merunut pada hukum yang lama, jelas akan disensor, tapi dengan peraturan baru ini, sejumlah makian di dalam film akan dilihat terlebih dahulu konteksnya.

Perubahan lainnya adalah, jika mengacu pada peraturan sebelumnya, seorang Muslim tidak boleh digambarkan meminum alkohol dan bermain judi dalam sebuah tayangan film, namun dengan aturan baru ini, adegan itu akan diperbolehkan jika dalam konteks transformasi kesadaran seorang muslim dari yang bejat menjadi baik dan akhirnya bertobat.

Tayangan mengenai peran seorang Muslim yang memeluk agama lain harus tidak digambarkan secara positif dan harus menyuguhkan konsekuensi buruk atas tindakan itu.

Sejumlah adegan seks, termasuk perilaku homoseksual dan seks yang tidak normal harus dihindarkan, bahkan suara sensual dan mencium bagian tubuh yang dapat membangkitkan gairah seperti mencium leher, paha dan kuping juga akan disensor. Dalam peraturan baru itu masih melarang pemeran perempuan memakai bikini yang terlalu ketat dan pendek.

Pelukan mesra antara laki-laki dan perempuan atau gay juga tidak dianjurkan. Pekerja film harus menjaga tayangan yang memberikan pendidikan mengenai nilai-nilai positif seperti iman kepada Tuhan, kejujuran, etos kerja dan perlindungan lingkungan, tulis peraturan yang baru saja diterbitkan otoritas setempat setelah menanggapi keberatan para pekerja yang bergerak di industri film dan media massa. Peraturan baru itu mengganti peraturan yang sebelumnya diberlakukan mulain tahun 1993. [pel/www.hidayatullah.com]