Hak-Hak Istri atas Suami
Berikut ini adalah beberapa hak-hak isteri atas suami. Namun ketahuilah wahai para isteri yang shalihah, hendaknya engkau melupakan kekurangan suami dalam hal memenuhi hak-hak mereka. Kemudian hendaklah menutupi kekurangan suami tersebut dengan bersungguh-sungguh dalam mengabdikan diri untuk suami karena dengan demikian kehidupan rumah tangga yang harmonis akan dapat kekal dan abadi.
1 Suami harus memperlakukan istri dengan cara yang ma’ruf karena Allah Ta’ala telah berfirman,
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” [QS. An-Nisaa': 19]
Yaitu, dengan memberinya makan apabila ia juga makan dan memberinya pakaian apabila ia berpakaian. Mendidiknya jika takut ia akan durhaka dengan cara yang telah diperintahkan oleh Allah dalam mendidik istri, yaitu dengan cara menasihatinya dengan nasihat yang baik tanpa mencela dan menghina maupun menjelek-jelekannya. Apabila ia (istri) telah kembali taat, maka berhentilah, namun jika tidak, maka pisahlah ia di tempat tidur. Apabila ia masih tetap pada kedurhakaannya, maka pukullah ia pada selain muka dengan pukulan yang tidak melukai sebagaimana firman Allah:
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.” [QS. An-Nisaa': 34]
Dan juga berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tatkala ditanya apakah hak isteri atas suaminya? Beliau menjawab,
“Engkau memberinya makan jika engkau makan, engkau memberinya pakaian jika engkau berpakaian, janganlah memukul wajah dan janganlah menjelek-jelekkannya serta janganlah memisahkannya kecuali tetap dalam rumah.” [Shahih: Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1500), Sunan Abi Dawud (VI/180, no. 2128, Sunan Ibni Majah (I/593 no. 1850)]
Sesungguhnya sikap lemah lembut terhadap istri merupakan indikasi sempurnanya akhlak dan bertambahnya keimanan seorang mukmin, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam,
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling bagus akhlaknya dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.” [Hasan Shahih: Shahiih Sunan at-Tirmidzi (no. 928), Sunan at-Tirmidzi (II/315 no. 1172)]
2 Suami harus bersabar dari celaan isteri serta mau memaafkan kekhilafan yang dilakukannya karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Janganlah seorang mukmin membenci mukminah. Apabila ia membencinya karena ada satu perangai yang buruk, pastilah ada perangai baik yang ia sukai.” [Muttafaq 'alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/253 no. 5186), Shahiih Muslim (II/ 1091 no. 1468 (60)]
Sebagian ulama Salaf mengatakan, “Ketahuilah bahwasanya tidak disebut akhlak yang baik terhadap isteri hanya dengan menahan diri dari menyakitinya namun dengan bersabar dari celaan dan kemarahannya.”
3 Suami harus menjaga dan memelihara isteri dari segala sesuatu yang dapat merusak dan mencemarkan kehormatannya, yaitu dengan melarangnya dari bepergian jauh (kecuali dengan suami atau mahramnya). Melarangnya berhias (kecuali untuk suami) serta mencegahnya agar tidak berikhtilath (bercampur baur) dengan para lelaki yang bukan mahram.
Suami berkewajiban untuk menjaga dan memeliharanya dengan sepenuh hati. Ia tidak boleh membiarkan akhlak dan agama isteri rusak. Ia tidak boleh memberi kesempatan baginya untuk meninggalkan perintah-perintah Allah ataupun bermaksiat kepada-Nya karena ia adalah seorang pemimpin (dalam keluarga) yang akan dimintai pertanggungjawaban tentang isterinya, Ia adalah orang yang diberi kepercayaan untuk menjaga dan memeliharanya.
4 Suami harus mengajari isteri tentang perkara-perkara penting dalam masalah agama atau memberinya izin untuk menghadiri majelis-majelis taklim. Karena sesungguhnya kebutuhan dia untuk memperbaiki agama dan mensucikan jiwanya tidaklah lebih kecil dari kebutuhan makan dan minum yang juga harus diberikan kepadanya.
5 Suami harus memerintahkan isterinya untuk mendirikan agamanya serta menjaga shalatnya, berdasarkan firman Allah Ta’ala,
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” [QS. Thahaa: 132]
6 Suami mau mengizinkan isterinya keluar rumah untuk keperluannya, seperti jika ia ingin shalat berjama’ah di masjid atau ingin mengunjungi keluarga, namun dengan syarat menyuruhnya tetap memakai hijab busana muslimah dan melarangnya untuk tidak bertabarruj atau sufur. Sebagaimana ia juga harus melarang isteri agar tidak memakai wangi-wangian serta memperingatkannya agar tidak ikhtilath dan bersalam-salaman dengan laki-laki yang bukan mahram, melarangnya menonton telivisi dan mendengarkan musik serta nyanyian-nyanyian yang diharamkan.
7 Suami isteri tidak boleh menyebarkan rahasia dan menyebutkan kejelekan-kejelekan isteri di depan orang lain. Karena suami adalah orang yang dipercaya untuk menjaga isterinya dan dituntut untuk dapat memeliharanya. Di antara rahasia suami isteri adalah rahasia yang mereka lakukan di atas ranjang. Rasulullah shalalallahu ‘alaihi wasallam melarang keras agar tidak mengumbar rahasia tersebut di depan umum.
8 Suami mau bermusyawarah dengan isteri dalam setiap permasalahan, terlebih lagi dalam perkara-perkara yang berhubungan dengan mereka berdua, anak-anak, sebagaimana apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Beliau selalu bermusyawarah dengan para isterinya dan mau mengambil pendapat mereka.
9 Suami harus segera pulang ke ruamh isteri setelah shalat ‘Isya. Janganlah ia begadang di luar rumah sampai larut malam. Karena hal itu akan membuat hati isteri menjadi gelisah. Apabila hal itu berlangsung lama dan sering berlang-ulang, maka akan terlintas dalam benak isteri rasa waswas dan keraguan. Bahkan di antara hak isteri atas suami adalah untuk tidak begadang malam di dalam rumah namun jauh dari isteri walaupun untuk melakukan shalat sebelum dia menunaikan hak isterinya.
10 Suami harus dapat berlaku adil terhadap para isterinya jika ia mempunyai lebih dari satu isteri. Yaitu berbuat adil dalam hal makan, minum, dan pakaian, tempat tinggal dan dalam hal tidur seranjang. Ia tidak boleh sewenang-wenang atau berbuat zhalim karena sesungguhnya Allah Ta’ala melarang yang demikian.
Karena dengan demikian kehidupan rumah tangga yang harmonis akan dapat kekal dan abadi."Dan hak-hak istri atas suaminya adalah:
1 Suami harus memperlakukan istri dengan cara yang ma’ruf karena Allah Ta’ala telah berfirman,
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” [QS. An-Nisaa': 19]
Yaitu, dengan memberinya makan apabila ia juga makan dan memberinya pakaian apabila ia berpakaian. Mendidiknya jika takut ia akan durhaka dengan cara yang telah diperintahkan oleh Allah dalam mendidik istri, yaitu dengan cara menasihatinya dengan nasihat yang baik tanpa mencela dan menghina maupun menjelek-jelekannya. Apabila ia (istri) telah kembali taat, maka berhentilah, namun jika tidak, maka pisahlah ia di tempat tidur. Apabila ia masih tetap pada kedurhakaannya, maka pukullah ia pada selain muka dengan pukulan yang tidak melukai sebagaimana firman Allah:
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.” [QS. An-Nisaa': 34]
Dan juga berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tatkala ditanya apakah hak isteri atas suaminya? Beliau menjawab,
“Engkau memberinya makan jika engkau makan, engkau memberinya pakaian jika engkau berpakaian, janganlah memukul wajah dan janganlah menjelek-jelekkannya serta janganlah memisahkannya kecuali tetap dalam rumah.” [Shahih: Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1500), Sunan Abi Dawud (VI/180, no. 2128, Sunan Ibni Majah (I/593 no. 1850)]
Sesungguhnya sikap lemah lembut terhadap istri merupakan indikasi sempurnanya akhlak dan bertambahnya keimanan seorang mukmin, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam,
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling bagus akhlaknya dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.” [Hasan Shahih: Shahiih Sunan at-Tirmidzi (no. 928), Sunan at-Tirmidzi (II/315 no. 1172)]
2 Suami harus bersabar dari celaan isteri serta mau memaafkan kekhilafan yang dilakukannya karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Janganlah seorang mukmin membenci mukminah. Apabila ia membencinya karena ada satu perangai yang buruk, pastilah ada perangai baik yang ia sukai.” [Muttafaq 'alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/253 no. 5186), Shahiih Muslim (II/ 1091 no. 1468 (60)]
Sebagian ulama Salaf mengatakan, “Ketahuilah bahwasanya tidak disebut akhlak yang baik terhadap isteri hanya dengan menahan diri dari menyakitinya namun dengan bersabar dari celaan dan kemarahannya.”
3 Suami harus menjaga dan memelihara isteri dari segala sesuatu yang dapat merusak dan mencemarkan kehormatannya, yaitu dengan melarangnya dari bepergian jauh (kecuali dengan suami atau mahramnya). Melarangnya berhias (kecuali untuk suami) serta mencegahnya agar tidak berikhtilath (bercampur baur) dengan para lelaki yang bukan mahram.
Suami berkewajiban untuk menjaga dan memeliharanya dengan sepenuh hati. Ia tidak boleh membiarkan akhlak dan agama isteri rusak. Ia tidak boleh memberi kesempatan baginya untuk meninggalkan perintah-perintah Allah ataupun bermaksiat kepada-Nya karena ia adalah seorang pemimpin (dalam keluarga) yang akan dimintai pertanggungjawaban tentang isterinya, Ia adalah orang yang diberi kepercayaan untuk menjaga dan memeliharanya.
4 Suami harus mengajari isteri tentang perkara-perkara penting dalam masalah agama atau memberinya izin untuk menghadiri majelis-majelis taklim. Karena sesungguhnya kebutuhan dia untuk memperbaiki agama dan mensucikan jiwanya tidaklah lebih kecil dari kebutuhan makan dan minum yang juga harus diberikan kepadanya.
5 Suami harus memerintahkan isterinya untuk mendirikan agamanya serta menjaga shalatnya, berdasarkan firman Allah Ta’ala,
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” [QS. Thahaa: 132]
6 Suami mau mengizinkan isterinya keluar rumah untuk keperluannya, seperti jika ia ingin shalat berjama’ah di masjid atau ingin mengunjungi keluarga, namun dengan syarat menyuruhnya tetap memakai hijab busana muslimah dan melarangnya untuk tidak bertabarruj atau sufur. Sebagaimana ia juga harus melarang isteri agar tidak memakai wangi-wangian serta memperingatkannya agar tidak ikhtilath dan bersalam-salaman dengan laki-laki yang bukan mahram, melarangnya menonton telivisi dan mendengarkan musik serta nyanyian-nyanyian yang diharamkan.
7 Suami isteri tidak boleh menyebarkan rahasia dan menyebutkan kejelekan-kejelekan isteri di depan orang lain. Karena suami adalah orang yang dipercaya untuk menjaga isterinya dan dituntut untuk dapat memeliharanya. Di antara rahasia suami isteri adalah rahasia yang mereka lakukan di atas ranjang. Rasulullah shalalallahu ‘alaihi wasallam melarang keras agar tidak mengumbar rahasia tersebut di depan umum.
8 Suami mau bermusyawarah dengan isteri dalam setiap permasalahan, terlebih lagi dalam perkara-perkara yang berhubungan dengan mereka berdua, anak-anak, sebagaimana apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Beliau selalu bermusyawarah dengan para isterinya dan mau mengambil pendapat mereka.
9 Suami harus segera pulang ke ruamh isteri setelah shalat ‘Isya. Janganlah ia begadang di luar rumah sampai larut malam. Karena hal itu akan membuat hati isteri menjadi gelisah. Apabila hal itu berlangsung lama dan sering berlang-ulang, maka akan terlintas dalam benak isteri rasa waswas dan keraguan. Bahkan di antara hak isteri atas suami adalah untuk tidak begadang malam di dalam rumah namun jauh dari isteri walaupun untuk melakukan shalat sebelum dia menunaikan hak isterinya.
10 Suami harus dapat berlaku adil terhadap para isterinya jika ia mempunyai lebih dari satu isteri. Yaitu berbuat adil dalam hal makan, minum, dan pakaian, tempat tinggal dan dalam hal tidur seranjang. Ia tidak boleh sewenang-wenang atau berbuat zhalim karena sesungguhnya Allah Ta’ala melarang yang demikian.