Tuesday, October 19, 2010

SYUBHAT PENGINGKARAN ADZAB KUBUR

Syubhat Pengingkaran Adzab Kubur



Oleh
Ustadz Agus Hasan Bashori


Diantara syubhat yang dilontarkan para pengingkar adzab kubur yang perlu ditanggapi ialah sebagai berikut.

1. Ada ayat-ayat yang menunjukkan bahwa tidak ada adzab sebelum hari Kiamat. Misalnya: QS Yasin : 52, An Naziat : 46, Ash Shafat : 20, Yunus : 45, Ar Rum : 55, Al Ahqaf : 35 [Lihat Masalah-masalah Khilafiyah Diantara Gerakan Islam, 197-198]

Jawab:
Pertama. Seluruh ayat Al Qur’an adalah haq. Satu dengan lainnya tidak ada yang kontradiktif, tetapi saling melengkapi dan menafsiri. Jika ayat-ayat ini tidak berbicara tentang adzab kubur, maka ayat-ayat yang lain telah membahasnya. Diantara perkara yang menyeret Ahli Bid’ah menuju kesesatan, yaitu selalu mengkonfrontasikan antar ayat, lebih mengutamakan satu ayat dengan mengesampingkan ayat lain, sebagaimana Qadariyah yang hanya mengimani ayat-ayat yang menunjukkan manusia mempunyai kehendak, atau kaum Jabriyah yang hanya mengimani ayat-ayat taqdir, atau juga para filosof-filosof muslim yang mengimani makhsyar ruhani dan mengingkari makhsyar jasadi.

Kedua. Perasaan orang yang mendapat adzab di akhirat, ketika dibangkitkan dari kuburnya, seolah-olah mereka bangun dari tidur, dan tidak tinggal di dunia melainkan sesaat. Ini karena dahsyatnya hari Kiamat, yang tidak dapat dibandingkan dengan adzab kubur. Sehingga, kehidupan dunia dan barzakh terasa sangat pendek. Dan mereka mengaku baru bangkit dari tidur, karena dalam sebagian hadits disebutkan, bahwa ahli kubur diberi raqdah (tidur sesaat). Yaitu sebelum tiupan kebangkitan. (Taisir Karimurrahman, 4/230). Ibn Abbas dan Qatadah menyatakan, apabila sangkakala telah ditiup, maka adzab kubur diberhentikan atas penghuni kubur, lalu mereka tidur hingga tiupan kebangkitan. Jarak antara dua tiupan itu ialah 40 tahun. Ahli ilmu Ma’ani mengatakan: “Apabila orang-orang kafir telah menyaksikan Jahannam beserta siksanya, maka siksa yang mereka rasakan di alam kubur, bila dibanding dengan Jahannam adalah bagaikan tidur”. (Tafsir Al Qurthubi, 15/ 41-42).

2. Ada ayat-ayat yang menunjukkan bahwa tidak ada adzab, kecuali setelah adanya hisab. Seperti QS Al Israa’: 14, Ar Ra’d : 18, Az Zumaar : 10, Al Mukmin : 17 [Masalah-masalah Khilafiyah, hlm. 199].

Jawab: 
Ayat-ayat ini menunjukkan, bahwa nanti pasti ada hisab. Dan setelah hisab ada adzab neraka dan balasan surga. Ayat-ayat ini tidak membicarakan alam barzakh dan tidak menolaknya. Ayat-ayat lainlah yang menjabarkan hal tersebut. Jadi tidak ada kontradiksi dengan pertanyaan kubur dan siksa kubur.

3. Ayat 46 surat Al Mukmin dan ayat 27 surat Ibrahim, keduanya adalah surat Makkiyah. Berarti Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengetahui adanya siksa kubur sebelum hijrah. Akan tetapi dalam hadits Aisyah disebutkan, bahwasanya Nabi n tidak mengetahui siksa kubur, kecuali ketika di Madinah dan pada saat terakhir. Bahkan Nabi berkata: “Orang Yahudi berdusta. Tidak ada siksa sebelum Kiamat”. [Lihat Absahkah Berdalil Dengan Hadits Ahad Dalam Masalah Aqidah dan Siksa Kubur, hlm. 59].

Jawab:
Masalah ini telah dipecahkan oleh Ibn Katsir. Beliau berkata: “Ayat ini menunjukkan, bahwa arwah di hadapkan pada api neraka pada waktu pagi dan sore di alam barzakh. Ayat ini, sama sekali tidak menunjukkan kaitan pedihnya adzab itu dengan jasad yang ada di alam kuburnya. Karena bisa jadi, hal itu khusus bagi ruh. Adapun terjadinya hal itu pada jasad di dalam barzakh dan rasa sakit yang disebabkan olenya, maka tidak ditunjukkan kecuali oleh hadits-hadits yang diridhai berikut ini”.

Bisa saja dikatakan, bahwa ayat ini hanya menunjukkan pada adzab kubur bagi orang-orang kafir dalam barzakh. Dan tidak ada kelaziman bila orang mukmin akan mendapat adzab di kuburnya karena dosa. Hal ini ditunjukkan oleh hadits Aisyah yang terdapat pada Muslim, no. 584. Juga riwayat Imam Ahmad, bahwa Nabi n menjawab: “Sesungguhnya orang Yahudi yang dikenai fitnah kubur,” lalu setelah beberapa malam barulah Rasul n bersabda: “Sesungguhnya kalian diuji di dalam kubur,” …[Tafsir Ibn Katsir, 4/ 104-105].

Imam Ibnu Hajar ikut memberikan jawaban dengan menyatakan: “Sesungguhnya dari ayat pertama (Ibrahim:27) dapat diambil secara mafhum (implisit), bahwa adzab kubur itu untuk orang yang tidak beriman. Begitu pula pada ayat yang lain (Al Mukmin:46) secara manthuq (eksplisit) menyebutkan, adzab kubur itu untuk kelompok Fir’aun, meskipun juga ditimpakan kepada golongan orang-orang kafir yang sama dengan mereka. Sedangkan yang diingkari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu terjadinya siksa kubur atas orang-orang yang bertauhid. Kemudian diberitahukan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa yang demikian itu bisa terjadi pada orang yang dikehendaki oleh Allah dari mereka. Maka Beliau memastikannya dan memperingatkan daripadanya, agar ummatnya bersungguh-sungguh dalam memohon perlindungan daripadanya, (ini) sebagai pengajaran dan petunjuk bagi umatnya. Dengan demikian, hilanglah kontradiksi ini dengan pujian kepada Allah (Fat-hul Bari, 3/ 236).

Adapun ucapan Nabi dalam hadits Aisyah : “Berdusta orang Yahudi. Tidak ada siksa sebelum hari Kiamat” merupakan riwayat Imam Ahmad yang berbeda dengan redaksi hadits Aisyah lain yang terdapat pada Bukhari (1.372), Muslim (584 dan 586), dan yang ada pada Ahmad sendiri (6/139-140). Karena itu, disamping dijawab dengan metode jam’ (kompromi) seperti di atas, juga dimungkinkan disanggah dengan metode tarjih (pemilihan yang lebih kuat rajih), meskipun al jam’u lebih utama, dan memang telah mencukupi.


BEBERAPA MASALAH AQIDAH YANG SAH BERLANDASAKAN KHABAR AHAD

Oleh
Ustadz Zainal Abidin bin Syamsuddin, Lc


Kami hadirkan kepada Anda masalah-masalah aqidah yang sampai kepada kami melalui hadits-hadits ahad. Yaitu meliputi :

1. Kenabian Adam.
2. Sepuluh orang yang dijamin masuk surga.
3. Keutamaan kenabian Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam atas seluruh nabi dan rasul. Itu ditetapkan melalui hadits ahad.
4. Kekhususan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, misalnya seperti masuk surga, melihat penghuninya dan apa yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa di dalamnya, dan masuknya qarinnya dari bangsa jin ke agama Islam.
5. Beriman bahwa Allah mengharamkan atas bumi untuk memakan jasad para nabi.
6. Beriman kepada pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir dalam kubur.
7. Syafa’at Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang terbesar di padang Mahsyar.
8. Syafa’at Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk para pelaku dosa besar dari umatnya.
9. Beriman bahwa para pelaku dosa besar tidak kekal di dalam neraka.
10. Beriman bahwa ruh orang-orang yang mati syahid berada di dalam bulu burung hijau yang beristirahat di Surga.
11. Banyak mu’jizat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam selain mu’jizat Al Qur’an.
12. Turunnya Isa Alaihissallam.
13. Banyaknya kriteria tentang Surga dan Neraka, serta rincian berita hari kiamat.
14. Hadits yang mengatakan bahwa Hajar Aswad adalah dari Surga, ditetapkan melalui riwayat ahad.
15. Beriman kepada siksa kubur, penyempitan liangnya, timbangan yang memiliki dua telapak dan dua lisan, Makhsyar dan kebangkitan pada hari kiamat yang tidak disebutkan dalam Al Qur’an. 
16. Beriman kepada Ash Shirath, Haudh Nabi, dan orang yang meminumnya sekali teguk, tidak akan haus setelahnya.
17. Masuknya tujuh puluh ribu dari umatnya ke Surga tanpa hisab.
18. Beriman kepada Qadha’ dan Qadar, baik buruknya, dan Allah menulis atas setiap manusia kebahagiaan dan kesengsaraannya, rizki dan ajalnya.
19. Beriman kepada Qalam, Lauh dan Allah menulis segala sesuatu di dalamnya.
20. Beriman bahwa Allah mempunyai malaikat yang berkeliling di bumi, mereka menyampaikan salam umat ini kepada Nabi mereka.

Al Hafizh Ibnu Abdil Barr, dia berkata : ”Menurut pendapat kami, hadits ahad membuahkan amal, bukan membuahkan ilmu. (Misalnya), seperti kesaksian dua orang dan kesaksian empat orang adalah sama. Kebanyakan Ahli Ilmu dan Ahli Hadits, juga berpendapat seperti itu. Dan semuanya berpegang kepada riwayat satu orang yang adil dalam aqidah, membela dan mempertahankannya, menjadikannya syari’at dan agama. Seperti itu pula pendapat jama’ah ahli sunnah”.[1]

Meskipun dia merajihkan bahwa hadits tersebut membuahkan amal bukan membuahkan ilmu, akan tetapi Ijma’ mengharuskan mengambil hadits ahad yang adil dalam aqidah. Dan kami sependapat dengannya, bahwa hadits ahad tidak membuahkan ilmu secara qath’i, sebab hadits ahad dapat membuahkan ilmu bila adanya qarinah yang menguatkannya, sebagaimana yang telah ditegaskan oleh para ulama, seperti Al Hafizh Ibnu Hajar dalam An Nukat (1/371-374) dan Syarah Nukhbatul Fikr (halaman 9). Demikian itu pula perkataan Al Karabisi dan Imam Malik yang telah dinukil oleh Ibnu Khuwaiz Mindad.

Beliau juga berkata dalam kitab Jami’ Bayanil Ilmi (2/96), “Semua masalah aqidah tentang sifat Allah dan asmaNya harus datang dan tertulis dalam Kitab Allah, atau ada riwayat shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, atau umat telah menyepakatinya, dan hadits-hadits yang datang tentang itu semua atau sejenisnya diterima tanpa dibantah”. 

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi Khusus/Tahun VIII/1425H/2004M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-7574821]
_______
Footnote
[1]. At Tamhid (1/8), Hizbut Tahrir Munaqasyah Ilmiyah Li Ahammil Mabadi'il Hizb, Abdurrahman Dimasyqiyah


almanhaj.or.id