Orang-orang yang tertambat hatinya kepada kuburan berusaha membela dirinya dengan mencari berbagai alasan (syubhat) untuk membenarkan pendirian mereka. Berikut ini adalah beberapa syubhat mereka beserta jawabannya secara ilmiyyah :
Syubhat I.
Mereka berdalil dengan ayat dalam surat Kahfi لنتخذن عليهم مسجدا “ Sesungguhnya kami akan membangun rumah peribadatan diatas (kuburan)nya “. (QS Al Kahfi : 21).
Jawaban :
Pertama : bahwa ayat itu menceritakan tentang perbuatan para raja yang berkuasa waktu itu, sebagaimana disebutkan dalam ayat itu sendiri, dimana sebelumnya berbunyi :” Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata :” sesungguhnya kami akan membangun rumah peribadatan diatas (kuburan)nya “. Bukan orang-orang berimannya.
Ibnu Rajab rahimahullah berkata setelah menyebutkan hadits yang melaknat Yahudi dan Nashrany karena mengambil kuburan sebagai masjid :” Al qur’an pun menunjukkan kepada hadits tersebut yaitu firmanNya mengenai kisah ashabul kahfi :” Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata :” sesungguhnya kami akan membangun rumah peribadatan diatas (kuburan)nya “. Allah menyatakan Bahwa mengambil kuburan sebagai masjid adalah perbua tan para penguasa, hal itu menunjukkan bahwa sebabnya adalah kekuasaan, kecongkakan dan mengikuti hawa nafsu, dan perbuatan tersebut bukan perbuatan ahli ilmu yang membela petunjuk yang Allah turunkan kepada rosulNya “. (fathul bary 65/280 karya Ibnu Rajab).
Kedua : bahwa ayat itu menceritakan tentang perbuatan kaum yang hidup sebelum datangnya Nabi Muhammad Sallallahu’alaihi wasallam, sedangkan syari’at mereka telah dihapus oleh syari’at islam yang melaknat orang yang mengambil kuburan sebagai masjid.
Syubhat II
Bahwa kuburan Nabi Sallallahu’alaihi wasallam berada di dalam masjid Nabawy.
Jawaban :
Jika kita menilik sejarah, kita dapati bahwa Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam dikuburkan dirumah ‘Aisyah bukan dimasjid, kemudian pada zaman Walid bin Abdul Malik tahun 88H, terjadi perluasan masjid sehingga masuklah kuburan Nabi kedalamnya, pada waktu Para sahabat semuanya telah meninggal, Imam Ibnu ‘Abdil Hadi dalam kitabnya Ash Sharimul mankiy (hal. 136-137) berkata :” sesungguhnya kamar aisyah dimasukkan kedalam masjid pada masa khalifah Al Walid bin Abdul Malik setelah meninggalnya seluruh sahabat yang berada di madinah…”.
Maka setelah kita mengetahui hakikat tersebut, tidak boleh beralasan dengan perbuatan yang dilakukan setelah zaman sahabat, karena hal tersebut sangat bertentangan dengan hadits-hadits sahih yang melarangnya, juga bertentangan dengan perbuatan para sahabat ketika Umar bin Khaththab dan Utsman bin ‘Affan memperluas masjid kesebelah timur sehingga tidak memasukkan kuburan kedalam masjid.
Syubhat III
Bahwa Nabi Sallallahu’alaihi wasallam pernah shalat dimasjid Khaif, sedangkan masjid khaif disebutkan dalam hadits terdapat di dalamnya kuburan 70 nabi.
Jawaban.
Pertama : hadits yang menyebutkan bahwa dalam Masjid khaif ada 70 kuburan nabi adalah hadits yang tidak sah, karena di dalam sanadnya terdapat rawi yang suka meriwayatkan riwayat-riwayat aneh seperti Isa bin Syadzan dan Ibrahim bin Thahman.
Justru yang masyhur dari hadits tersebut adalah bahwa masjid Khaif telah shalat di dalamnya 70 nabi sebagaimana yang diriwayatkan oleh At Thabrany dalam al ausath dengan sanad yang hasan, maka dari itu lafadz dikuburkan didalamnya 70 nabi adalah lafadz yang dlaif (lemah). (Syeikh Al bany).
Kedua : kalaupun misalnya dikatakan bahwa hadistnya sah, tapi tidak disebutkan bahwa kuburan tersebut tampak di dalam masjid khaif, padahal syari’at kita dibangun diatas sesuatu yang tampak (zahir), sehingga karena kuburan tersebut sudah tidak tampak dan hilang tanda-tandanya, maka tidak mengapa shalat di dalamnya. Tapi sudah kita ketahui tadi bahwa haditsnya tidak sah.
Syubhat IV
Bahwa kuburan Nabi Ismail berada di hijir dari masjidil haram.
Jawaban.
Jawabannya tidak berbeda dengan sebelumnya yaitu pertama : bahwa hadits tersebut tidak dijumpai dalam buku-buku hadits, dan ini adalah salah satu tanda bahwa hadits tersebut lemah bahkan palsu menurut ibnul jauzy.
Yang ada adalah atsar-atsar yang terputus (mu’dlal) dengan sanad-sanad yang sangat lemah lagi mauquf yang dikeluarkan oleh Al Azraqy dalam akhbar makkah.
Kedua : kalaupun hadits itu dikatakan sah tapi kuburan tersebut tidak tampak dan tanda-tandanya sudah hilang, maka keadaan seperti ini tidak bisa dijadikan dalil.
Syubhat V.
Kisah Abu Jandal radliyallahu’anhu yang membangun masjid diatas kuburan Abu Bashir radliyallahu’anhu.
Jawaban
Pertama, syeikh Al Bany berkata :” kisah tersebut adalah kisah yang mungkar karena sanadnya mu’dlal, imam Bukhary sendiri menyebutkan kisah Abu Jandal dalam sahihnya, tapi tidak me nyebutkan bahwa Abu Jandal membangun masjid diatas kuburannya “.
Kedua : kalaupun dikatakan bahwa haditsnya sah, tapi itu adalah perbuatan sahabat yang bertentangan dengan hadits nabi Sallalahu’alaihi wasallam, maka tidak bisa dijadikan dalil.
Syubhat VI.
Bahwa alasan pelarangan hadits tersebut adalah takut terfitnah dengan kuburan, dan alasan tersebut telah hilang karena keimanan telah kuat dalam hati kaum muslimin.
Jawaban.
Pertama, bahwa alasan yang dikemukakan tadi bukanlah satu-satunya alasan pelarangan, diantara ulama menyatakan bahwa alasannya juga adalah agar tidak menyerupai Yahudi dan Nashrany sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadits. Maka membatasi alasan pelarangan hanya kepada itu saja adalah perkara yang batil.
Kedua, perkataan :”dan alasan tersebut telah hilang….dst “. Adalah batil karena nabi Sallallahu‘alaihi wasallam melarang perbuatan tersebut diakhir hayat beliau ketika telah dekat ajalnya, maka kapan alasan tersebut hilang ? setelah nabi meninggal atau sebelum nabi meninggal ?
jika jawabannya setelah nabi meninggal maka ini jelas batil karena beberapa sebab :
a. bahwa keimanan para sahabat telah kokoh sebelum dan sesudah Nabi Sallalahu ‘alaihi wasallam meninggal, tapi Nabi tetap melarang mereka untuk mengambil kuburan sebagai masjid.
b. para sahabat sepeninggal Nabi tetap melarang umat ini untuk mengambil kuburan sebagai masjid, padahal mereka adalah generasi yang paling kokoh imannya. Sebagaimana yang dinukil dari Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Abu Musa radliyallahu ‘anhum semuanya melarang mengambil kuburan atau peninggalan nabi sebagai masjid dan tempat ibadah.
Ini merupakan bukti yag sangat kuat bahwa pelarangan untuk mengambil kuburan sebagai masjid sifatnya terus menerus sampai hari kiamat, tidak dibatasi dengan masa tertentu. Mungkinkah pada zaman sahabat dilarang kemudian zaman sekarang diperbolehkan ?!!
c. kenyataan membuktikan banyak kaum muslimin pada zaman sekarang ini yang terfitnah dengan kuburan, kita lihat diantara mereka ada yang menyembelih untuk kuburan, tawaf disekitarnya, berdo’a kepadanya dan ibadah lainnya.
Jika jawabannya sebelum nabi meninggal, maka tidak perlu ada lagi alasan untuk membolehkanya, karena sebelum nabi meninggal, para sahabat telah kokoh imannya, tapi beliau tetap melarang mereka mengambil kuburan sebagai masjid ketika ajal beliau menjelang.
Maka pikirkanlah wahai orang yang masih membolehkan mengambil kuburan sebagai masjid, apakah iman anda lebih kokoh dari sahabat ?!!
Penutup.
Jelas sudah kepada kita bahwa mengambil kuburan sebagai masjid adalah dosa besar yang dilaknat pelakunya, maka ketahuilah pembaca budiman bahwa pelarangan mengambil kuburan sebagai masjid mempunyai konskwensi haramnya shalat di masjid yang ada kuburannya kecuali masjid Nabawi, karena masjid nabawi mempunyai Keutamaan yang tidak dimiliki oleh masjid lainnya kecuali masjidil haram, dan masjidil aqsha.
Rosulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
صلاة في مسجدي هذا خير من ألف صلاة فيما سواه إلا المسجد الحرام فإنه أفضل
“ Shalat dimasjidku ini seribu kali lebih baik dari masjid lainnya kecuali masjidil haram”. (muttafaq ‘alaih). Dan sabdanya :
ما بين بيتي و منبري روضة من رياض الجنة
“ antara rumahku dan mimbar terdapat taman dari taman-taman syurga “. (Muttafaq ‘alaih).
Syeikhul islam Ibnu Taimiyah berkata :” shalat dimasjid yang ada kuburannya adalah terlarang secara mutlak, kecuali masjid nabawi, karena shalat di dalamnya 1000 kali lebih baik dari shalat dimasjid lain…”.
Wallahu a’lam
Tulisan ini bagian dari artikel: Masjid VS Kuburan
Sumber:
http://abuyahyabadrusalam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=15%3Amasjid-vs-kuburan&catid=10%3Afiqih-dan-hadits&Itemid=22&limitstart=5