Hak Allah adalah hak yang paling besar dan paling wajib untuk ditunaikan oleh setiap hamba.
Karena Dialah yang menciptakan alam semesta dan mengatur semua urusan.
Dialah Allah yang memberikan semua kenikmatan yang kita peroleh semenjak kita berada di perut ibu ketika tidak ada seorang makhluk pun yang mampu mengantarkan makanan untuk kehidupannya.
Dialah Allah yang terus menerus memberikan kita kenikmatan, pendengaran, penglihatan dan hati.
Allah SWT berfirman,
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur."
(QS. An Nahl: 78).
"Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah lah datangnya."
(QS. An Nahl: 53).
Bukankah sudah semestinya hak Allah harus kita tunaikan.
Dan pokok-pokok hak Allah ada pada rukun Islam.
Perhatikanlah amalan-amalan yang ada dalam agama Islam, kita akan mendapati bahwa itu adalah amalan yang mudah dan berpahala besar.
Jika kita melaksanakannya, niscaya kita akan bahagia duni dan akhirat, kita akan selamat dari neraka dan akan masuk ke dalam surganya.
Wednesday, March 30, 2011
Hak
Allah SWT telah menjadikan Islam sebagai agama yang indah lagi adil.
Allah pun memerintahkan kita untuk berbuat adil dan berbuat baik.
Dengan keadilan inilah para Rasul diutus dan diturunkan kitab-kitab suci.
Dunia akhirat pun akan tegak dengan keadilan.
Keadilan adalah penunaian hak kepada siapa saja yang memiliki hak, serta mendudukkan segala sesuatu pada kedudukannya yang tepat.
Dan hal itu tidak akan sempurna kecuali dengan mengetahui berbagai hak yang ada, sehingga hak-hak itu bisa ditunaikan kepada yang berhak.
Allah pun memerintahkan kita untuk berbuat adil dan berbuat baik.
Dengan keadilan inilah para Rasul diutus dan diturunkan kitab-kitab suci.
Dunia akhirat pun akan tegak dengan keadilan.
Keadilan adalah penunaian hak kepada siapa saja yang memiliki hak, serta mendudukkan segala sesuatu pada kedudukannya yang tepat.
Dan hal itu tidak akan sempurna kecuali dengan mengetahui berbagai hak yang ada, sehingga hak-hak itu bisa ditunaikan kepada yang berhak.
Merenungi Kejadian Onta
Onta adalah hewan yang disebutkan dalam Al Qur'an.
Renungkan firman Allah SWT yang artinya,
"Mengapa mereka tidak memperhatikan onta bagaimana ia diciptakan?"
(QS. Al Ghasyiyah: 17).
Onta adalah sejenis hewan yang mempunyai keistimewaan tersendiri.
Tidak ada binatang yang kehebatannya setara dengan onta, dia memiliki tubuh besar dan kekuatan yang sangat luar biasa.
Kesabaran yang sangat mengagumkan pula, karena tahan lapar dan haus.
Onta adalah binatang yang gigih dan sanggup melintas padang pasir sejauh mata memandang, tanpa merasakan keletihan dan karena itulah dia mendapat gelar "Kapal Padang Pasir."
Renungkan firman Allah SWT yang artinya,
"Mengapa mereka tidak memperhatikan onta bagaimana ia diciptakan?"
(QS. Al Ghasyiyah: 17).
Onta adalah sejenis hewan yang mempunyai keistimewaan tersendiri.
Tidak ada binatang yang kehebatannya setara dengan onta, dia memiliki tubuh besar dan kekuatan yang sangat luar biasa.
Kesabaran yang sangat mengagumkan pula, karena tahan lapar dan haus.
Onta adalah binatang yang gigih dan sanggup melintas padang pasir sejauh mata memandang, tanpa merasakan keletihan dan karena itulah dia mendapat gelar "Kapal Padang Pasir."
Tuesday, March 29, 2011
Wanita Penghuni Surga
Maukah aku beritahukan kepada kalian.
Istri-istri kalian yang menjadi penghuni surga yaitu istri yang penuh kasih sanyang, banyak anak dan selalu kembali kepada suaminya.
Dimana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata,
"Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha."
(HR. An Nasai).
Istri-istri kalian yang menjadi penghuni surga yaitu istri yang penuh kasih sanyang, banyak anak dan selalu kembali kepada suaminya.
Dimana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata,
"Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha."
(HR. An Nasai).
Keutamaan Ilmu
Menuntut ilmu lebih utama daripada shalat sunnah.
Ilmu itu lebih baik daripada harta.
Ilmu menjaga engkau dan engkau menjaga harta.
Ilmu itu penghukum atau hakim dan harta adalah terhukum.
Harta itu kurang apabila dibelanjakan.
Tapi ilmu bertambah bila dibelanjakan.
(Suffan As Thauri).
Ilmu itu lebih baik daripada harta.
Ilmu menjaga engkau dan engkau menjaga harta.
Ilmu itu penghukum atau hakim dan harta adalah terhukum.
Harta itu kurang apabila dibelanjakan.
Tapi ilmu bertambah bila dibelanjakan.
(Suffan As Thauri).
Keluar Keringat di Dahi Saat Wafat
Salah satu ciri meninggal Khusnul Khatimah adalah dengan mengalirnya keringat di dahi.
Hal ini berdasarkan pada hadits Buraidah bin al-Hashib.
Bahwasanya dia pernah berada di Khurasan, lalu dia menjenguk salah seorang saudaranya yang tengah sakit dan dia mendapatkannya telah meninggal dunia.
Ternyata dia mendapatkannya keluar keringat di dahinya.
maka ia berkata,
Allah Maha Besar, aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,
"Kematian orang mukmin itu ditandai dengan keringat di dahi."
(HR. Ahmada).
Hal ini berdasarkan pada hadits Buraidah bin al-Hashib.
Bahwasanya dia pernah berada di Khurasan, lalu dia menjenguk salah seorang saudaranya yang tengah sakit dan dia mendapatkannya telah meninggal dunia.
Ternyata dia mendapatkannya keluar keringat di dahinya.
maka ia berkata,
Allah Maha Besar, aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,
"Kematian orang mukmin itu ditandai dengan keringat di dahi."
(HR. Ahmada).
Monday, March 28, 2011
Empat Macam Hati Manusia
Rasulullah SAW membagi hati manusia menjadi empat macam.
1. Hati yang di dalamnya ada cahaya yang bersinar.
Yakni hatinya orang-orang mukmin.
2. Hati yang tertutup dan diikat pada penutupnya.
Yakni hatinya orang-orang kafir.
3. Hati yang terjungkir.
Yakni hatinya orang-orang munafik.
4. Hati yang lapang.
Yakni hati yang di dalamnya ada keimanan sekaligus ada kemunafikan.
1. Hati yang di dalamnya ada cahaya yang bersinar.
Yakni hatinya orang-orang mukmin.
2. Hati yang tertutup dan diikat pada penutupnya.
Yakni hatinya orang-orang kafir.
3. Hati yang terjungkir.
Yakni hatinya orang-orang munafik.
4. Hati yang lapang.
Yakni hati yang di dalamnya ada keimanan sekaligus ada kemunafikan.
Harus Shalat Meski Sakit
Apapun keadaan kita, tetap wajib shalat lima waktu meskipun kita dalam keadaan sakit sekalipun.
Tapi caranya pasti berbeda antara shalatnya orang sehat dan orang yang sedang sakit.
Sesungguhnya Islam itu tidak pernah mempersulit kita dalam hal ibadah.
Allah SWT berfirman,
"Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan."
(QS.22: 78).
Dalam ayat lain dalam Al Qur'an dijelaskan,
"Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu."
(QS.2:185).
Tapi caranya pasti berbeda antara shalatnya orang sehat dan orang yang sedang sakit.
Sesungguhnya Islam itu tidak pernah mempersulit kita dalam hal ibadah.
Allah SWT berfirman,
"Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan."
(QS.22: 78).
Dalam ayat lain dalam Al Qur'an dijelaskan,
"Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu."
(QS.2:185).
Sunday, March 27, 2011
Tanda Kebesaran Allah SWT
Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya, dan siang apabila menampakkannya, dan malam apabila menutupinya, dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta hamparannya.
(QS. Asy-Syams: 1-6).
Sungguh telah kita saksikan betapa banyak makhluk ciptaan Allah SWT yang berada di alam dunia ini, baik yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa.
Allah Ta'ala menjadikan itu semua untuk sebuah hikmah dan manfaat yang sangat berharga, yang sebagiannya telah kita ketahui dan sebagiannya belum atau tidak kita ketahui.
(QS. Asy-Syams: 1-6).
Sungguh telah kita saksikan betapa banyak makhluk ciptaan Allah SWT yang berada di alam dunia ini, baik yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa.
Allah Ta'ala menjadikan itu semua untuk sebuah hikmah dan manfaat yang sangat berharga, yang sebagiannya telah kita ketahui dan sebagiannya belum atau tidak kita ketahui.
Keagungan Matahari dan Bulan
Matahari dan bulan termasuk tanda-tanda kebesaran Allah SWT.
Di pagi hari terbitlah matahari dan petang hari muncullah bulan.
Renungkanlah firman Allah SWT dalam surat Yasin ayat 38-40.
Di pagi hari terbitlah matahari dan petang hari muncullah bulan.
Renungkanlah firman Allah SWT dalam surat Yasin ayat 38-40.
Keagungan Siang dan Malam
Sudah menjadi sunnatulloh adanya malam dan siang.
Allah menciptakan keduanya sebagai rasa sayang pada hambaNya.
Tak akan ada seorangpun yang mampu mengubahnya.
Allah SWT berfirman,
"Dan karena rahmatNya, Dia jadikan untukmu malam dan siang supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebagian dari karuniaNya pada siang hari dan agar kamu bersyukur kepadaNya."
(QS. Al-Qashash: 73).
Allah menciptakan keduanya sebagai rasa sayang pada hambaNya.
Tak akan ada seorangpun yang mampu mengubahnya.
Allah SWT berfirman,
"Dan karena rahmatNya, Dia jadikan untukmu malam dan siang supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebagian dari karuniaNya pada siang hari dan agar kamu bersyukur kepadaNya."
(QS. Al-Qashash: 73).
Doa Minta Ridha Allah
Doa Minta Ridha Allah
Allahummaghfirlanaa warhamnaa wardla 'anna wa taqabbal minnaa wa adkhilnal jantana wanajjinaa minannaari waashlih lanaa sya'nanaa kullahu.
"Ya Allah, ampunilah dosa kami, kasihanilah kami, ridlalah Engkau kepada kami, terimalah amal perbuatan kami, masukkanlah kami ke dalam surga dan selamatkanlah kami dari siksa api neraka serta baguskanlah keadaan kami seluruhnya."
Allahummaghfirlanaa warhamnaa wardla 'anna wa taqabbal minnaa wa adkhilnal jantana wanajjinaa minannaari waashlih lanaa sya'nanaa kullahu.
"Ya Allah, ampunilah dosa kami, kasihanilah kami, ridlalah Engkau kepada kami, terimalah amal perbuatan kami, masukkanlah kami ke dalam surga dan selamatkanlah kami dari siksa api neraka serta baguskanlah keadaan kami seluruhnya."
Thursday, March 24, 2011
Malaikat, Manusia dan Jin Tidak Dapat Mengetahui yang Ghaib
Istilah “penampakan” sudah akrab di telinga masyarakat kita akhir-akhir ini. Bagaimana pandangan syariat menyoroti hal ini? Bagaimana pula dengan keyakinan bahwa sebagian manusia bisa mengetahui hal-hal ghaib?
Simak bahasan berikut!
Mempercayai hal-hal yang ghaib merupakan salah satu syarat dari benarnya keimanan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya):
“Kitab (Al-Qur`an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa. (Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib,… ” (Al-Baqarah: 2-3)
Ghaib adalah segala sesuatu yang tersembunyi dan tidak terlihat oleh manusia, seperti surga, neraka dan apa yang ada di dalamnya, alam malaikat, hari akhir, alam langit dan yang lainnya yang tidak bisa diketahui manusia kecuali bila ada pemberitaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Lihat Tafsirul Qur`anil ‘Azhim, 1/53).
Alam jin dan wujud jin dalam bentuk asli seperti yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala ciptakan adalah ghaib bagi kita. Namun golongan jin dapat berubah-ubah bentuk –dengan kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala – dan amat mungkin bagi mereka melakukan penampakan, sehingga kita dapat melihatnya dalam wujud yang bukan aslinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya):
“Sesungguhnya ia (setan) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.” (Al-A’raf: 27)
Dari Abu As-Sa`ib, maula Hisyam bin Zuhrah, beliau bercerita bahwa dirinya pernah berkunjung ke rumah Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, katanya: “Aku mendapatinya tengah mengerjakan shalat, akupun duduk menunggunya hingga beliau selesai. Tiba-tiba aku mendengar adanya gerakan pada bejana tempat minum yang ada di pojok rumah. Aku menoleh ke arahnya dan ternyata ada seekor ular. Aku segera meloncat untuk membunuhnya, namun Abu Sa’id memberi isyarat kepadaku agar aku duduk. Ketika ia selesai dari shalatnya, ia menunjuk ke sebuah rumah yang ada di kampung itu sambil berkata: ‘Apakah engkau lihat rumah itu?’ ‘Ya,’ jawabku. Ia kemudian menuturkan, ‘Dahulu yang tinggal di rumah itu adalah seorang pemuda yang baru saja menjadi pengantin. Kala itu kami berangkat bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ke Khandaq dan pemuda itu pun ikut bersama kami. Saat tengah hari, pemuda itu meminta izin kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam untuk pulang menemui istrinya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mengizinkannya sambil berpesan: ‘Bawalah senjatamu karena aku khawatir engkau bertemu dengan orang-orang dari Bani Quraidhah.’ Pemuda itu mengambil senjatanya, kemudian pulang menemui istrinya. Setibanya di rumah, ternyata istrinya sedang berdiri di antara dua daun pintu. Ia mengarahkan tombaknya kepada istrinya untuk melukainya karena merasa cemburu karena istrinya berada di luar rumah. Istrinya berkata kepadanya: “Tahan dulu tombakmu, dan masuklah ke dalam rumah sehingga engkau akan tahu apa yang menyebabkan aku sampai keluar rumah!”
Pemuda itu masuk, dan ternyata terdapat seekor ular besar yang melingkar di atas tempat tidur. Pemuda itu lantas menghunuskan tombaknya dan menusukkannya pada ular tersebut. Setelah itu, ia keluar dan menancapkan tombaknya di dinding rumah. Ular itu (yang belum mati, red.) menyerangnya dan terjadilah pergumulan dengan ular tersebut. Tidak diketahui secara pasti mana di antara keduanya yang lebih dahulu mati, ular atau pemuda itu.’
Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu melanjutkan ceritanya: ‘Kami menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan melaporkan kejadian itu kepadanya dan kami sampaikan kepada beliau: ‘Mohonlah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menghidupkannya demi kebahagiaan kami.’ Beliau menjawab: ‘Mohonlah ampun untuk shahabat kalian itu!’
Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu melanjutkan ceritanya: ‘Kami menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan melaporkan kejadian itu kepadanya dan kami sampaikan kepada beliau: ‘Mohonlah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menghidupkannya demi kebahagiaan kami.’ Beliau menjawab: ‘Mohonlah ampun untuk shahabat kalian itu!’
Selanjutnya beliau bersabda: ‘Sesungguhnya di Madinah terdapat golongan jin yang telah masuk Islam, maka jika kalian melihat sebagian mereka –dalam wujud ular– berilah peringatan tiga hari. Dan apabila masih terlihat olehmu setelah itu, bunuhlah ia, karena sebenarnya dia adalah setan.” (HR. Muslim no. 2236 dan 139 dari Abu Sa`ib, maula Hisyam bin Zuhrah)
Para Rasul Tidak Mengetahui yang Ghaib
Telah disebutkan bahwa sekumpulan jin datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, kemudian mendengarkan bacaan Al-Qur`an. Ketika itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak mengetahui kehadiran mereka kecuali setelah sebuah pohon memberitahunya –dan Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Kuasa untuk menjadikan pohon dapat berbicara– seperti yang disebutkan Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya dari shahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Ini menunjukkan bahwa beliau tidak mengetahui perkara ghaib kecuali yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala kabarkan. (Nashihati li Ahlis Sunnah Minal Jin). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Katakanlah: ‘Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak pula aku mengetahui yang ghaib dan tidak pula aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengetahui kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.’ Katakanlah: ‘Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?’ Maka apakah kamu tidak memikirkannya?” (Al-An’am: 50). Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
“Katakanlah: ‘Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak pula menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman’.” (Al-A’raf: 188)
Para Malaikat Tidak Mengetahui yang Ghaib
Kendatipun para malaikat adalah mahluk yang dekat di sisi Subhanahu wa Ta’ala, namun untuk urusan ghaib ternyata mereka pun tidak mengetahuinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman saat pertama kali hendak menciptakan manusia (artinya):
“Dan ingatlah ketika Rabbmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka (para malaikat) berkata: ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan berbuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Allah berfirman: ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.’ Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!’ Mereka menjawab: ‘Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkau lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana’.” (Al-Baqarah: 30-32)
Kaum Jin Tidak Mengetahui yang Ghaib
Banyak sekali orang yang tertipu dan keliru kemudian mengira jika bangsa jin mengetahui yang ghaib, terutama bagi mereka yang terjun dalam kancah sihir dan perdukunan. Akibatnya, kepercayaan dan ketergantungan mereka terhadap jin sangatlah besar sehingga menggiring mereka kepada kekufuran.
Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan tegas telah mementahkan anggapan ini dalam firman-Nya:
“Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan.” (Saba`: 14)
“Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan.” (Saba`: 14)
Manusia Tidak Dapat Mengetahui Alam Ghaib
Jika para rasul yang merupakan utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam menyampaikan syariat-Nya kepada manusia tidak mengetahui hal yang ghaib sedikitpun, maka sudah tentu manusia secara umum tidak ada yang dapat mengetahui alam ghaib atau menjangkau batasan-batasannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya memerintahkan agar mengimani perkara yang ghaib dengan keimanan yang benar.
Keyakinan seperti ini agaknya sudah mulai membias. Apalagi saat ini banyak sekali orang yang menampilkan dirinya sebagai narasumber untuk urusan-urusan yang ghaib, mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait dengan masa depan seseorang, dari mulai jodoh, karir, bisnis, atau yang lainnya.
Kata ‘dukun’ barangkali sekarang ini jarang didengar dan bahkan serta merta mereka akan menolak bila dikatakan dukun. Dalihnya, apalagi kalau bukan seputar “Kami tidak meminta syarat-syarat apapun kepada anda”, “Kami tidak menyuruh memotong ayam putih”, dan sebagainya. Padahal praktek seperti itu adalah praktek dukun juga. Bedanya, dukun sekarang ini berpendidikan sehingga bahasa yang digunakannya pun bahasa-bahasa kekinian, sehingga mereka jelas enggan disebut dukun. Tak ada seorang pun yang dapat melihat dan mengetahui perkara ghaib, menentukan ini dan itu terhadap sesuatu yang belum dan akan terjadi di masa datang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan sesungguhnya Iblis telah dapat membuktikan kebenaran sangkaannya terhadap mereka lalu mereka mengikutinya, kecuali sebahagian orang-orang yang beriman. Dan tidak adalah kekuasaan Iblis terhadap mereka, melainkan hanyalah agar Kami dapat membedakan siapa yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat dari siapa yang ragu-ragu tentang hal itu. Dan Rabbmu Maha Memelihara segala sesuatu.”(Saba`:20-21)
Ada pula sebagian manusia yang memiliki aqidah rusak, di mana mereka meyakini adanya sebagian orang yang keberadaannya ghaib dari pandangan manusia, dan biasanya identik dengan orang-orang yang dianggap telah suci jiwanya. Mereka mengistilahkannya dengan roh suci atau rijalul ghaib.
Ketahuilah bahwa tidak ada istilah manusia ghaib. Tidak ada pula istilah rijalul ghaib di tengah-tengah manusia. Rijalul ghaib itu tiada lain adalah jin. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Ketahuilah bahwa tidak ada istilah manusia ghaib. Tidak ada pula istilah rijalul ghaib di tengah-tengah manusia. Rijalul ghaib itu tiada lain adalah jin. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (Al-Jin: 6) (Lihat Qa’idah ‘Azhimah, hal. 152).
Alam ghaib tetaplah ghaib, sesuatu yang tidak bisa diketahui dan dilihat manusia kecuali apa yang telah Allah Subhanallahu wa Ta’ala beritakan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“(Dia adalah) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.” (Al-Jin: 26-27)
Kunci-kunci Ghaib adalah Milik Allah Subhanahu wa Ta’ala Semata
Sesungguhnya tak ada seorangpun yang mengetahui perkara ghaib dan hal-hal yang berhubungan dengannya, kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah banyak menegaskan hal ini dalam Al-Qur`an. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Katakanlah: ‘Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah’, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.” (An-Naml: 65)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat, dan Dialah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Luqman: 34)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
“Yang demikian itu ialah Rabb Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.” (As-Sajdah: 6)
Dalam ayat lainnya Allah berfirman: “Bukankah sudah Aku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu tampakkan dan apa yang kamu sembunyikan?’.” (Al-Baqarah: 33)
Banyak sekali dalil-dalil yang berhubungan dengan masalah ini. Namun mungkin yang disebutkan di sini, sudah dapat mewakili bahwa Allah-lah yang mengetahui hal ihwal alam ghaib. Sedangkan manusia, jin, dan malaikat tak ada yang bisa mengetahui dan melihatnya kecuali apa-apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala kuasakan.
Mudah-mudahan semua uraian-uraian di atas bermanfaat bagi kita semua. Amin yaa Mujiibas sa`iliin. Wal ’ilmu ‘indallah.
Mudah-mudahan semua uraian-uraian di atas bermanfaat bagi kita semua. Amin yaa Mujiibas sa`iliin. Wal ’ilmu ‘indallah.
(Disalin dengan sedikit perubahan dari artikel dengan judul yang sama oleh Al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf dalam majalah Asy Syari’ah Vol. II/No. 23/1427 H/2006)
Bid’ah tidak sama dengan Mashalih Mursalah maupun Istihsan
Banyak kalangan yang tergelincir dalam bid’ah karena rancu dalam memahami masalah ini. Mereka lantas berdalil dengan apa-apa yang tergolong mashalih mursalah untuk membenarkan amalan-amalan bid’ah. Karenanya, kita harus memahami perbedaan antara bid’ah, mashalih mursalah, dan istihsan secara fiqih; supaya jelas mana yang bid’ah dan mana yang bukan bid’ah.
Pertama-tama, kita harus tahu bahwa apa yang namanya ‘mashalih mursalah’ haruslah memperhatikan beberapa hal berikut:
A. Ia harus sesuai dengan tujuan syari’at (yakni menjaga dien, akal, jiwa, harta, kehormatan, dan keturunan). Maksudnya, ia tidak boleh bertentangan dengan salah satu ajaran pokok syari’at, maupun dalil syar’i.
B. Menentukan ada tidaknya maslahat -alias menggolongkan sesuatu ke dalam mashalih mursalah atau bukan- hanya bisa dilakukan pada hal-hal yang memang bisa dinilai secara logis. Artinya, bila kita renungkan dengan akal, akal bisa menerimanya.
Dari sini, tidak ada istilah mashalih mursalah dalam hal-hal yang sifatnya ta’abbudiyah (alias murni ibadah) atau yang berlaku seperti ibadah. Alasannya karena makna suatu ibadah tidak bisa difahami secara mendetail oleh akal. Contohnya wudhu’, tayammum, shalat, puasa, haji dan ibadah-ibadah lainnya. Cobalah Anda perhatikan tata cara bersuci yang berbagai macam (wudhu’, tayammum, mandi junub, dll). Masing-masing merupakan ibadah tersendiri dan memiliki cara yang zhahirnya ‘tidak masuk akal’. Kencing dan kotoran (tahi) adalah benda najis yang keluar dari dubur/kemaluan, dan keluarnya kedua benda tadi mengharuskan seseorang untuk membersihkan anggota-anggota wudhu’ (tangan, wajah, kepala dan kaki), selain membersihkan kemaluan/duburnya. Ia diwajibkan membersihkan anggota-anggota wudhu’ tersebut meski semuanya bersih dan tidak terkena kotoran. Namun sebaliknya, ia tidak wajib membersihkan keempat anggota wudhu’ yang kotor atau berdebu, bila ia tidak berhadats (keluar sesuatu dari lubang kemaluan/dubur).
Kemudian, bukankah tanah/debu itu bersifat mengotori? Namun mengapa ia justru menjadi pengganti air yang bersifat membersihkan dalam tayammum?
Demikian pula waktu-waktu shalat yang lima… kita tidak bisa menemukan kaitan yang jelas dan logis, mengapa shalat harus dilakukan di waktu-waktu tersebut dengan jumlah roka’at tertentu?
Begitu pula dalam ibadah puasa dan haji. Banyak hal yang tidak bisa kita mengerti hikmah/maksudnya.
Demikianlah sifat kebanyakan ibadah yang tidak bisa dimengerti maksudnya, meskipun ada juga sejumlah kecil ibadah yang maksudnya jelas dan dapat difahami melalui syari’at. Ini harus kita renungkan.
Benarlah apa yang dikatakan oleh Sayyidina Ali radhiyallaahu ‘anhu: “Andaikan agama harus berdasarkan logika, maka bagian bawah khuff[1] lebih pantas untuk diusap daripada bagian atasnya”.
Karenanya, Imam Malik berprinsip untuk tidak memperhatikan maksud apa yang tersembunyi di balik ibadah apa pun, meskipun bisa ditangkap dengan jelas. Sikap ini berangkat dari pemahaman beliau tentang keinginan Allah agar hamba-Nya pasrah saja dalam melaksanakan ibadah sebagaimana diperintahkan. Dan ini tidak sama dengan hal-hal yang sifatnya adat/kebiasaan; yang memang berjalan mengikuti makna-makna yang logis dan nyata; dan dalam hal ini, madzhab Imam Malik mengembalikan masalah adat kepada mashalih mursalah dan istihsan.
C. Mashalih mursalah bertujuan untuk menjaga apa yang dianggap sangat penting. Artinya, ia termasuk hal-hal yang bersifat sarana, yang mutlak diperlukan dalam rangka menunaikan kewajiban. Atau bertujuan menghindari dampak negatif yang pasti terjadi. Alias bersifat ‘meringankan’.
Bila hal ini telah kita fahami, kita akan tahu bahwa bid’ah bertentangan dengan mashalih mursalah. Karena topik dari mashalih mursalah ialah apa-apa yang bisa difahami maksudnya secara rinci. Seperti hal-hal yang bersifat kebiasaan/adat, yang memang menjadi medan penerapan-nya. Adapun hal-hal yang sifatnya ibadah, maka hukumnya tidak sama dengan adat. Akal memang bisa memahami ibadah secara umum, namun tidak bisa memahaminya sebagai cara mendekatkan diri kepada Allah[2]. Karenanya, tidak boleh membikin ibadah baru yang tidak ada dasarnya dalam syari’at.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Amalan manusia terbagi menjadi dua: Ibadah yang diyakini sebagai bagian dari agama dan bermanfaat bagi akhirat, atau bagi dunia dan akhirat. Dan adat (kebiasaan) yang bermanfaat dalam kehidupan mereka. Hukum asal dalam ibadah adalah tidak disyari’atkan, kecuali bila Allah mensyari’atkannya. Sedangkan hukum asal dalam adat adalah tidak dilarang, kecuali yang dilarang oleh Allah”.
Kita tegaskan kembali, bahwa mashalih mursalah tujuannya ialah demi menjaga hal-hal yang sifatnya darurat, alias sebagai wasilah (sarana), bukan sebagai tujuan. Atau sebagai peringan dampak negatif yang pasti terjadi, bukan justru memberatkan.
Karenanya, tidak mungkin ada bid’ah muncul dari arah mashalih mursalah, mengingat bid’ah tadi dianggap sebagai ibadah, alias bukan sekedar wasilah (sarana). Bid’ah merupakan tujuan dari pelakunya, dan bid’ah justru membebani. Ini jelas bertentangan dengan prinsip mashalih mursalah, sehingga pelaku bid’ah pada dasarnya tidak membutuhkan mashalih mursalah tersebut.
Dari semua paparan tadi, kita jadi tahu bahwa Allah sengaja tidak menyerahkan masalah ibadah kepada pendapat hamba-Nya. Sehingga yang tersisa hanyalah mengikuti aturan yang sudah baku dalam ibadah. Setiap tambahan yang diberikan kepada ibadah berarti bid’ah, sebagaimana menguranginya juga bid’ah.
Kedua: Masalah istihsan (menganggap baik) juga menjadi syubhat bagi orang yg hendak membikin bid’ah. Ia mungkin berkata: “Kalaulah aku menganggap hal ini dan itu sebagai kebaikan, toh si Fulan yang tergolong ulama juga menganggapnya baik”
Berangkat dari sini, harus dijelaskan apakah pengertian istihsan itu menurut ulama yang menganggapnya sebagai ‘hukum’, agar tidak ada orang jahil yang terkecoh, dan tidak dijadikan dalil oleh pelaku bid’ah.
Kita katakan: Ada dua imam yang menganggap istihsan sebagai dalil yang mu’tabar, yaitu Imam Malik dan Abu Hanifah, rahimahumallaah. Menurut yang telah dibakukan dari madzhab mereka, istihsan merujuk kepada pengamalan salah satu dari dalil yang paling kuat, sebagaimana yang ditegaskan oleh Ibnul Arabi Al Maliki. Ini pula yang bisa ditangkap dari perkataan Al Karkhi (salah seorang ulama Hanafi), yang berbunyi: “Istihsan adalah tidak menghukumi suatu masalah dengan hukum yang sama dengan masalah-masalah semisal, namun beralih ke hukum lainnya karena adanya alasan yang lebih kuat”. Sedangkan definisi istihsan menurut Ibnul Arabi adalah: “Mengutamakan untuk tidak mengikuti konsekuensi suatu dalil, dengan cara mengecualikan atau mencari keringanan, karena adanya hal-hal yang bertentangan dengan konsekuensi dalil tersebut”.
Ibnul Arabi lantas membagi istihsan dalam beberapa bagian, di antaranya: Tidak mengamalkan dalil karena kebiasaan; tidak mengamalkannya karena suatu kemaslahatan; tidak mengamalkannya dalam hal-hal yang sepele agar tidak memberatkan, sembari menyebutkan contoh-contohnya.
Sedangkan Ibnu Rusyd Al Maliki mendefinisikannya sebagai: “Tidak menggunakan qiyas dalam suatu kasus, karena adanya makna tertentu dalam kasus tersebut yang mempengaruhi hukumnya”.
Pengertian istihsan menurut definisi-definisi tadi, tetap tidak keluar dari cakupan dalil-dalil. Dan dalil-dalil itu saling membatasi dan mengkhususkan satu sama lain.
Jadi, istihsan tidak bisa menjadi hujjah (argumentasi) bagi pelaku bid’ah, dan tidak bisa menjadi pegangan bagi orang yang hendak melakukannya tanpa ada dalilnya.
Adapun mereka yang berpegangan dengan istihsan dalam pengertian: “Apa yang dianggap baik oleh seorang mujtahid berdasarkan akalnya, dan cenderung kepadanya berdasarkan pendapatnya”, atau dalam pengertian: “Suatu dalil yang melintas di benak mujtahid, akan tetapi ia tidak bisa mengungkapkannya dan tidak sanggup menunjukkannya”; maka kita tidak mengenal adanya ibadah yang bisa dilakukan berdasarkan pengertian tersebut; baik dengan alasan darurat, dengan alasan pengamatan, maupun karena dalil yang bersifat qothi’ atau zhanni sekalipun.
Istihsan dalam pengertian inilah yang dimaksud oleh Imam Syafi’i rahimahullah ketika mengatakan: (مَنِ اسْتَحْسَنَ فَقَدْ شَرَعَ), “Siapa yang ber-istihsan, berarti telah membikin syari’at (baru)”.
Sebagaimana diketahui bersama, para sahabat radhiyallaahu ‘anhum hanya menggunakan pengamatan (analisa) dalam beberapa kejadian dan peristiwa yang tidak ada nash (dalil)-nya. Ketika itu mereka ber-istimbath (menyimpulkan), dan mengembalikan hukum peristiwa tsb kepada dasar-dasar agama yang mereka fahami. Tidak ada seorang pun dari mereka yang mengatakan: “Aku memutuskan begini karena akalku menganggapnya baik, atau naluriku cenderung kepadanya”.
Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari setiap bid’ah dan pelakunya. Engkau-lah satu-satunya yang dapat mengabulkan permintaan ini… dan kami memohon kepada-Mu agar selalu berada di atas Sunnah dan mendapat ‘afiyah… Amien.
Disadur dari artikel berjudul: “Al Bid’ah wa Aatsaaruhas sayyi’ah”, oleh DR. Abdul Karim Murad, Dekan Fakultas Syari’ah di Univ. Islam Madinah.
Wednesday, March 23, 2011
Sesama Muslim Bersaudara
Sesama muslim adalah bersaudara.
Antara orang islam yang satu dengan yang lainnya adalah saudara.
Rasulullah SAW bersabda,
"Seorang muslim bersaudara kepada sesama orang muslim, tidak boleh menganiayanya dan tidak boleh dibiarkan dianiaya oleh orang lain.
Dan siapa menyampaikan hajat saudaranya, niscaya Allah menyampaikan hajatnya.
Dan siapa membebaskan kesukaran seorang muslim di dunia, niscaya Allah membebaskan kesukarannya di hari kiamat.
Dan siapa yang menutup aurat kejelekan seorang muslim niscaya Allah akan menutupi kejelekannya di hari kiamat."
(HR. Bukhari Muslim).
Antara orang islam yang satu dengan yang lainnya adalah saudara.
Rasulullah SAW bersabda,
"Seorang muslim bersaudara kepada sesama orang muslim, tidak boleh menganiayanya dan tidak boleh dibiarkan dianiaya oleh orang lain.
Dan siapa menyampaikan hajat saudaranya, niscaya Allah menyampaikan hajatnya.
Dan siapa membebaskan kesukaran seorang muslim di dunia, niscaya Allah membebaskan kesukarannya di hari kiamat.
Dan siapa yang menutup aurat kejelekan seorang muslim niscaya Allah akan menutupi kejelekannya di hari kiamat."
(HR. Bukhari Muslim).
Dosa Yang Terhapus Dengan Bekerja
Ternyata dengan kita bekerja dapat menghapuskan dosa-dosa yang kita perbuat di masa lalu.
Hal ini berdasarkan hadits riwayat Thabrani a.s.
Rasulullah Muhammad SAW bersabda,
"Sesungguhnya diantara dosa-dosa, terdapat satu dosa yang tidak dapat dihapuskan dengan shalat, puasa, haji dan umrah."
Para sahabat bertanya,
"Apa yang dapat menghapuskannya wahai Rasulullah."
Rasulullah menjawab,
"Semangat dalam mencari rezeki."
(HR. Thabrani).
Hal ini berdasarkan hadits riwayat Thabrani a.s.
Rasulullah Muhammad SAW bersabda,
"Sesungguhnya diantara dosa-dosa, terdapat satu dosa yang tidak dapat dihapuskan dengan shalat, puasa, haji dan umrah."
Para sahabat bertanya,
"Apa yang dapat menghapuskannya wahai Rasulullah."
Rasulullah menjawab,
"Semangat dalam mencari rezeki."
(HR. Thabrani).
Jangan Saling Menzalimi
Bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Seorang muslim itu adalah saudara muslim lainnya, dia tidak boleh menzaliminya dan menghinakannya.
Barang siapa yang membantu keperluan saudaranya, maka Allah akan memenuhi keperluannya.
Barang siapa yang melapangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah akan melapangkan satu kesusahan diantara kesusahan-kesusahan hari kiamat nanti.
Dan barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat."
(HR. Muslim).
Dalam hadits lain dijelaskan buruknya sifat marah.
Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari seseorang dari sahabat Nabi Muhammada SAW dia berkata,
"Aku berkata: Ya Rasulullah SAW berwasiatlah kepadaku."
Beliau bersabda,
"Jangan menjdai pemarah."
Maka berkata seseorang,
"Maka aku pikirkan apa yang Beliau sabdakan, ternyata pada sifat pemarah itu terkumpul seluruh kejelekan."
(HR. Imam Ahmad).
"Seorang muslim itu adalah saudara muslim lainnya, dia tidak boleh menzaliminya dan menghinakannya.
Barang siapa yang membantu keperluan saudaranya, maka Allah akan memenuhi keperluannya.
Barang siapa yang melapangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah akan melapangkan satu kesusahan diantara kesusahan-kesusahan hari kiamat nanti.
Dan barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat."
(HR. Muslim).
Dalam hadits lain dijelaskan buruknya sifat marah.
Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari seseorang dari sahabat Nabi Muhammada SAW dia berkata,
"Aku berkata: Ya Rasulullah SAW berwasiatlah kepadaku."
Beliau bersabda,
"Jangan menjdai pemarah."
Maka berkata seseorang,
"Maka aku pikirkan apa yang Beliau sabdakan, ternyata pada sifat pemarah itu terkumpul seluruh kejelekan."
(HR. Imam Ahmad).
Tuesday, March 22, 2011
Hukum Keputihan
Hukum Keputihan
Oleh : Al-Ustadz ‘Abdul Barr
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh,
Pada beberapa wanita sering mengalami yang disebut dengan keputihan,yaitu cairan yang keluar dari lubang vagina milik seorang wanita. Secara medis hal ini dapat sebagai tanda suatu penyakit keganasan pada kelamin wanita (jika keluar berlebihan) tapi dapat juga terjadi pada wanita normal (bukan suatu kelainan/fisiologis) misalnya saat sebelum atau sesudah menstruasi atau saat kondisi tubuh terlalu kecapekan. Ana mau tanya apakah hukum dari keputihan itu? Apakah keputihan najis atau tidak? Apakah sampai diharuskan melepas celana dalam saat sholat? Ana mohon penjelasannya… Syukron jazakumullahu khayran
Jawab:
Wassalamu’alaykum warohmatullahi wabarokatuh
Berikut ini adalah jawaban dari Al-Ustadz ‘Abdul Barr hafizhahullaahu tentang permasalahan keputihan: Keputihan itu membatalkan wudhu’. Cara menyucikannya dengan membersihkan badan dan pakaian yang terkena keputihan tersebut, kemudian berwudhu’. Jika ia tetap keluar, maka diberi keringanan akan hal tersebut. Demikian dari Al-Ustadz ‘Abdul Barr. Wa iyyaakum wa baarakallaahu fiikum.
Sumber: via email dari Milis AkhwatusSalafiyah, Ummu Muhammad Hasna fii Ternate, Maluku Utara
http://ummuammar88.wordpress.com/2009/03/05/hukum-keputihan/
Perbedaan Mani Laki-laki dan Wanita
Perbedaan Mani Laki-laki dan Wanita
Penulis : Redaksi Asysyariah.com
Apakah wanita juga keluar mani sebagaimana halnya laki-laki? Bila ya, bagaimana ciri-cirinya? Dan apa yang harus dilakukan?
(Ummu Fulan di Bumi Allah)
(Ummu Fulan di Bumi Allah)
Jawab :
Wanita juga keluar mani sebagaimana laki-laki. Dengan mani itu, muncul sifat identik sang anak, apakah memiliki kemiripan dengan ayah ataupun dengan ibunya.
Wanita juga keluar mani sebagaimana laki-laki. Dengan mani itu, muncul sifat identik sang anak, apakah memiliki kemiripan dengan ayah ataupun dengan ibunya.
Ketika ditanyakan hal ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau berkata:
نَعَمْ، فَمِنْ أَيْنَ يَكُوْنُ الشَّبَهُ؟
“Iya, darimana adanya persamaan anak (dengan ayah atau ibunya kalaupun bukan karena mani tersebut)?” (Shahih, HR. Muslim no. 310)
Namun mani wanita berbeda dengan laki-laki, seperti yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Iya, darimana adanya persamaan anak (dengan ayah atau ibunya kalaupun bukan karena mani tersebut)?” (Shahih, HR. Muslim no. 310)
Namun mani wanita berbeda dengan laki-laki, seperti yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
مَاءَ الرَّجُلِ غَلِيْظٌ أَبْيَضُ وَمَاءُ الْمَرْأَةِ رَقِيْقٌ أَصْفَرُ
“Mani laki-laki itu kental dan berwarna putih sedangkan mani wanita tipis/ halus dan berwarna kuning.” (Shahih, HR. Muslim no. 310, 315)
“Mani laki-laki itu kental dan berwarna putih sedangkan mani wanita tipis/ halus dan berwarna kuning.” (Shahih, HR. Muslim no. 310, 315)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Adapun mani wanita berwarna kuning, tipis/ halus. Namun terkadang warnanya bisa memutih karena kelebihan kekuatannya. Dan mani wanita ini bisa ditandai dengan dua hal: pertama, aromanya seperti aroma mani laki-laki. Kedua, terasa nikmat ketika keluarnya dan setelah keluarnya, syahwatpun mereda.” (Syarah Shahih Muslim, 3/223)
Sebagaimana halnya laki-laki, bila seorang wanita keluar mani, karena senggama maupun ihtilam (mimpi senggama), maka ia wajib mandi. Hal ini pernah ditanyakan oleh Ummu Sulaim radhiallahu ‘anha kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika datang menemui Rasulullah, Ummu Sulaim berkata:
Sebagaimana halnya laki-laki, bila seorang wanita keluar mani, karena senggama maupun ihtilam (mimpi senggama), maka ia wajib mandi. Hal ini pernah ditanyakan oleh Ummu Sulaim radhiallahu ‘anha kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika datang menemui Rasulullah, Ummu Sulaim berkata:
فَهَلْ عَلَى الْمَرْأَةِ مِنْ غُسْلٍ إِذَا احْتَلَمَتْ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : نَعَمْ, إِذَا رَأَتِ الْمَاءَ
“Apakah wanita harus mandi bila ia ihtilam?” Rasulullah menjawab: “Ya, apabila ia melihat keluarnya mani.” (Shahih, HR. Muslim no. 313)
Dalam Al-Majmu’ (2/158), Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Ulama sepakat wajibnya seseorang mandi bila keluar mani, dan tidak ada perbedaan di sisi kami apakah keluarnya karena jima’ (senggama), ihtilam, onani, melihat sesuatu yang membangkitkan syahwat, ataupun keluar mani tanpa sebab. Dan sama saja apakah keluarnya dengan syahwat ataupun tidak, dengan rasa nikmat atau tidak, banyak ataupun sedikit walaupun hanya setetes, dan sama saja apakah keluarnya di waktu tidur ataupun di waktu jaga, baik laki-laki maupun wanita.”
“Apakah wanita harus mandi bila ia ihtilam?” Rasulullah menjawab: “Ya, apabila ia melihat keluarnya mani.” (Shahih, HR. Muslim no. 313)
Dalam Al-Majmu’ (2/158), Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Ulama sepakat wajibnya seseorang mandi bila keluar mani, dan tidak ada perbedaan di sisi kami apakah keluarnya karena jima’ (senggama), ihtilam, onani, melihat sesuatu yang membangkitkan syahwat, ataupun keluar mani tanpa sebab. Dan sama saja apakah keluarnya dengan syahwat ataupun tidak, dengan rasa nikmat atau tidak, banyak ataupun sedikit walaupun hanya setetes, dan sama saja apakah keluarnya di waktu tidur ataupun di waktu jaga, baik laki-laki maupun wanita.”
Sumber : http://www.majalahsyariah.com/print.php?id_online=166
Tidak Sama Lelaki dengan Wanita
Tidak Sama Lelaki dengan Wanita
Penulis: Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan
Secara fitrah, wanita jelas berbeda dengan pria. Namun dengan mengatasnamakan “hak wanita”, sejumlah pihak nyaring mengampanyekan kesetaraan pria dan wanita. Tatanan yang telah selaras fitrah pun hendak dikoyak, yang sejatinya kehormatan wanitalah yang tengah mereka rusak. Padahal telah diketahui, kerusakan wanita berimbas pada kerusakan masyarakatnya.
Betapa nikmatnya mendulang ilmu dari pewaris para nabi. Walaupun hasrat untuk duduk bersimpuh di majelis mereka yang penuh berkah belum jua terpenuhi, namun ilmu mereka, walhamdulillah, dapat kita peroleh lewat tulisan-tulisan mereka dan rekaman suara mereka yang tersebar luas sampai ke nusantara ini. Sungguh dari penyampaian mereka, ahlul ilmi ulama rabbani, kita dapati kecukupan daripada harus menyusun sendiri dengan kalam kita. Satu dari alim rabbani tersebut, Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan –semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaga beliau dan mengokohkan beliau di atas agama-Nya– pernah menyampaikan khutbah yang berisi bantahan terhadap orang yang ingin menyejajarkan kaum wanita dengan kaum lelaki.
Sungguh, permasalahan ini tidak akan pernah basi untuk disampaikan kepada umat. Terlebih di zaman ini, di mana orang-orang yang tidak berakal dan bodoh berteriak-teriak menuntut persamaan gender, padahal ini sesuatu yang mustahil. Bahkan Al-Qur’anul Karim sebagai pedoman hidup kita telah menegaskan:
وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَى
“Dan tidaklah lelaki itu sama dengan wanita….” (Ali ‘Imran: 36)
Asy-Syaikh yang mulia –semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaga beliau– berkata dalam khutbahnya:
“Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah menciptakan sepasang insan, lelaki dan wanita, dari setetes mani yang dipancarkan. Allah Subhanahu wa Ta’ala bedakan keduanya dalam penciptaan, maka lelaki tidak mungkin sama dengan wanita. Aku menyanjung Allah Subhanahu wa Ta’ala atas nikmat-Nya yang tiada terhitung. Aku bersaksi bahwa laa ilaaha illallah wahdahu, tiada sekutu bagi-Nya dalam rububiyah-Nya, uluhiyah, dan nama-nama-Nya yang husna. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala perjalankan beliau pada malam hari, dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha, untuk memperlihatkan kepada beliau tanda-tanda kekuasaan-Nya yang sangat besar. Shalawat dan salam semoga tercurah untuk beliau, keluarga dan para sahabat beliau.
Amma ba’du.
وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَى
“Dan tidaklah lelaki itu sama dengan wanita….” (Ali ‘Imran: 36)
Asy-Syaikh yang mulia –semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaga beliau– berkata dalam khutbahnya:
“Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah menciptakan sepasang insan, lelaki dan wanita, dari setetes mani yang dipancarkan. Allah Subhanahu wa Ta’ala bedakan keduanya dalam penciptaan, maka lelaki tidak mungkin sama dengan wanita. Aku menyanjung Allah Subhanahu wa Ta’ala atas nikmat-Nya yang tiada terhitung. Aku bersaksi bahwa laa ilaaha illallah wahdahu, tiada sekutu bagi-Nya dalam rububiyah-Nya, uluhiyah, dan nama-nama-Nya yang husna. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala perjalankan beliau pada malam hari, dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha, untuk memperlihatkan kepada beliau tanda-tanda kekuasaan-Nya yang sangat besar. Shalawat dan salam semoga tercurah untuk beliau, keluarga dan para sahabat beliau.
Amma ba’du.
Wahai sekalian manusia, bertakwalah kalian kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
“Wahai sekalian manusia, bertakwalah kalian kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dari jiwa yang satu dan dari jiwa yang satu itu Dia ciptakan pasangannya. Dan dari keduanya, Allah mengembangbiakkan lelaki dan wanita yang banyak. Bertakwalah kalian kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kalian saling meminta satu sama lain dan peliharalah hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian.” (An-Nisa’: 1)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
“Terimalah wasiat untuk berbuat kebaikan terhadap para wanita.”1
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
مَا تَرَكْتُ بَعْدِيْ فِتْنَةً أَضَرُّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah (ujian) yang lebih berbahaya bagi kaum lelaki daripada fitnah (ujian) wanita.”2
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
“Wahai sekalian manusia, bertakwalah kalian kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dari jiwa yang satu dan dari jiwa yang satu itu Dia ciptakan pasangannya. Dan dari keduanya, Allah mengembangbiakkan lelaki dan wanita yang banyak. Bertakwalah kalian kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kalian saling meminta satu sama lain dan peliharalah hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian.” (An-Nisa’: 1)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
“Terimalah wasiat untuk berbuat kebaikan terhadap para wanita.”1
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
مَا تَرَكْتُ بَعْدِيْ فِتْنَةً أَضَرُّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah (ujian) yang lebih berbahaya bagi kaum lelaki daripada fitnah (ujian) wanita.”2
Bertakwalah kalian kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, wahai kaum muslimin, dalam urusan wanita-wanita kalian. Laksanakan wasiat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan wasiat Nabi-Nya dalam perkara mereka. Jagalah mereka dengan menutupi mereka, karena sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan kalian sebagai pemimpin atas mereka. Wanita itu kurang dari sisi fisiknya dibanding lelaki dan secara tabiat mereka lemah, sehingga mereka butuh pemimpin yang dapat membimbing mereka. Akal yang lurus yang bisa mengetahui hikmah dan rahasia-rahasia akan memutuskan bahwa makhluk yang kurang fisiknya lagi lemah tabiatnya harus berada di bawah pengaturan makhluk yang sempurna fisiknya dan kuat dalam tabiat. Dengan begitu, yang kurang lagi lemah tadi dapat beroleh manfaat yang semula tak dapat diperolehnya dengan sendirinya dan mudarat pun dapat terhindarkan. Lelaki diharuskan memberikan infak kepada para wanitanya, disamping mengurusi keperluan mereka dalam kehidupan ini. Sehingga si wanita dapat terjaga dalam rumahnya, mencurahkan waktunya untuk mendidik anak-anaknya serta mengatur urusan rumahnya.
Masing-masing dari lelaki dan wanita memiliki lingkup pekerjaan yang sesuai dengan fisik mereka. Lelaki bekerja di luar rumah sementara wanita memiliki tugas di dalam rumah. Dengan seperti ini, akan sempurnalah kerjasama di antara mereka dalam kehidupan ini.
Masing-masing dari lelaki dan wanita memiliki lingkup pekerjaan yang sesuai dengan fisik mereka. Lelaki bekerja di luar rumah sementara wanita memiliki tugas di dalam rumah. Dengan seperti ini, akan sempurnalah kerjasama di antara mereka dalam kehidupan ini.
Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membedakan fisik lelaki dan wanita, di mana masing-masingnya memiliki fisik yang sesuai dan cocok dengan tanggung jawabnya dalam kehidupan ini, maka datang larangan yang tegas dari perbuatan tasyabbuh (meniru/menyerupai) salah satunya terhadap yang lain. Dalam Shahih Al-Bukhari dari Ibnu ‘Abbas c, ia berkata:
لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم الْمُتَشَبِّهيْنَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجاَلِ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.”
Sementara dimaklumi bahwa orang yang dilaknat oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berarti ia terlaknat dalam Kitabullah. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Apa yang didatangkan oleh Rasul kepada kalian maka ambillah dan apa yang dilarangnya maka berhentilah. Bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah amat pedih hukuman-Nya.” (Al-Hasyr: 7)
لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم الْمُتَشَبِّهيْنَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجاَلِ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.”
Sementara dimaklumi bahwa orang yang dilaknat oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berarti ia terlaknat dalam Kitabullah. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Apa yang didatangkan oleh Rasul kepada kalian maka ambillah dan apa yang dilarangnya maka berhentilah. Bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah amat pedih hukuman-Nya.” (Al-Hasyr: 7)
Oleh karena itu, tidak boleh lelaki menyerupai wanita dalam perkara yang merupakan kekhususan wanita. Demikian pula sebaliknya. Lelaki yang meniru wanita dalam sifat dan kelembutannya, serta wanita yang menyerupai lelaki dalam pekerjaannya, berarti masing-masingnya telah berupaya mengubah ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan masing-masingnya terlaknat lewat lisan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dilaknat dalam Kitabullah.
وَمَنْ يَلْعَنِ اللهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ نَصِيرًا
“Siapa yang dilaknat oleh Allah maka kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan penolong baginya.” (An-Nisa’: 52)
وَمَنْ يَلْعَنِ اللهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ نَصِيرًا
“Siapa yang dilaknat oleh Allah maka kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan penolong baginya.” (An-Nisa’: 52)
Wahai kaum muslimin! Pada hari ini, di kalangan kita ada suatu kaum yang mereka itu dari kulit kita dan berbicara dengan bahasa kita. Mereka menyerukan persamaan wanita dengan lelaki dalam hal pekerjaan agar wanita duduk bersisian dengan lelaki di kantor dan tempat niaga. Agar wanita berserikat dengan kaum lelaki dalam mendirikan organisasi-organisasi dan muktamar-muktamar. Agar wanita tampil di depan kaum lelaki guna menyampaikan ceramah-ceramah. Terus-menerus di surat kabar kita pada hari ini, kita baca seruan yang berulang-ulang yang terlontar dari mulut-mulut sial lagi beracun, yang ditulis oleh tangan-tangan yang jahat, yang ingin meruntuhkan kemuliaan dan kehormatan wanita serta membuang perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya yang ingin menjaga kaum wanita. Sungguh suara-suara yang jelek dan propaganda yang beracun itu menginginkan agar wanita muslimah sama dengan wanita kafir, yang biasa keluar untuk bekerja bersisian bersama lelaki ajnabi (non-mahram) dalam keadaan si wanita terbuka kepala dan wajahnya, tersingkap dua betisnya, dan dua lengan bawahnya. Bahkan lebih jauh dari itu, terbuka dua pahanya dan lengan atasnya.
Mereka ini meneriakkan ucapan, “Separuh dari masyarakat ini menganggur. Kami menginginkan agar semua individu masyarakat ini bekerja.”
Dengan ucapan di atas seakan-akan mereka memberikan gambaran bahwa wanita dalam masyarakat Islam terhitung barang yang tidak bernilai atau kayu yang disandarkan tanpa ada manfaatnya. Mata mereka buta untuk memandang bahwa tugas yang diemban wanita dalam rumahnya adalah pekerjaan yang mulia, sesuai dengan fisiknya serta selaras dengan tabiatnya. Karena, Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hikmah-Nya menjadikan wanita dengan sifatnya yang khusus pantas atau sesuai untuk ikut andil dalam membangun masyarakat manusia dengan menunaikan suatu pekerjaan/tugas yang tidak dapat diemban oleh selain wanita, seperti mengandung, melahirkan dan menyusui, mendidik anak, mengurusi rumah serta menunaikan tugas-tugas rumah tangga berupa memasak, menyapu, dan sebagainya.
Dengan ucapan di atas seakan-akan mereka memberikan gambaran bahwa wanita dalam masyarakat Islam terhitung barang yang tidak bernilai atau kayu yang disandarkan tanpa ada manfaatnya. Mata mereka buta untuk memandang bahwa tugas yang diemban wanita dalam rumahnya adalah pekerjaan yang mulia, sesuai dengan fisiknya serta selaras dengan tabiatnya. Karena, Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hikmah-Nya menjadikan wanita dengan sifatnya yang khusus pantas atau sesuai untuk ikut andil dalam membangun masyarakat manusia dengan menunaikan suatu pekerjaan/tugas yang tidak dapat diemban oleh selain wanita, seperti mengandung, melahirkan dan menyusui, mendidik anak, mengurusi rumah serta menunaikan tugas-tugas rumah tangga berupa memasak, menyapu, dan sebagainya.
Pengabdian wanita di dalam rumahnya ini dilakukan dalam keadaan si wanita tertutup dari pandangan yang tidak halal untuk memandangnya. Ia terjaga dan memiliki iffah (kehormatan diri). Ia terjaga di atas kemuliaan, keutamaan, dan nilai kemanusiaan. Pengabdian ini tidak bisa dianggap kecil bila dibandingkan dengan pengabdiaan kaum lelaki dalam mencari penghidupan. Seandainya seorang wanita sampai keluar dari rumahnya guna berserikat dengan kaum lelaki dalam pekerjaan –sebagaimana tuntutan mereka itu– niscaya akan telantarlah tugas-tugasnya di rumah. Akibatnya, masyarakat manusia pun menuai kerugian yang amat besar.
Bergabungnya wanita di medan lelaki akan berdampak kerusakan, karena wanita akan menjadi pajangan bagi mata-mata khianat dan tangan-tangan yang merusak. Jadilah ia sebagai hidangan yang terbuka di hadapan para pengkhianat3 yang memiliki hati berpenyakit. Apakah mungkin seorang lelaki yang memiliki sedikit saja dari sifat kejantanan –terlebih lagi bila memiliki iman– akan ridha membiarkan putrinya, istrinya, atau saudara perempuannya, menjadi santapan lezat bagi mata-mata orang fasik dan barang jamahan bagi tangan-tangan pengkhianat?
Apakah tidak cukup sebagai peringatan, musibah yang telah menimpa masyarakat-masyarakat yang melepaskan diri dari bimbingan Islam, di mana mereka terjerembab dalam lembah kehinaan? Ketika mereka membiarkan wanita mereka yang semula terjaga di dalam rumah untuk keluar dari ‘istana’ nya dalam keadaan ber-tabarruj, mempertontonkan tubuh yang ‘telanjang’4, Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mencabut dari kaum lelakinya sifat rujulah/kejantanan dan ghirah/kecemburuan terhadap wanita-wanita mereka. Akibatnya, jadilah masyarakat tersebut tak beda dengan masyarakat binatang.
Orang-orang bodoh yang menyerukan propaganda jahiliah tersebut harus dicekal tangannya, dibungkam suaranya, serta dipatahkan penanya. Karena, kita –alhamdulillah– di atas bashirah (ilmu yang jelas) dari perkara kita dan di atas ketsiqahan (keteguhan) terhadap agama kita. Tiada samar bagi kita propaganda orang-orang yang sesat dan hawa nafsu orang-orang yang punya ambisi tertentu. Pengalaman orang lain merupakan sebaik-baik pelajaran bagi kita.
Wahai segenap muslimin. Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dialah yang menciptakan alam ini dan mengatur segenap urusannya. Dia mengetahui perkara-perkara yang samar/tersembunyi, dan mengetahui apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah meletakkan pagar-pagar yang kokoh dalam kitab-Nya yang mulia untuk melindungi kaum muslimin dan menjaga wanita-wanita mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada kita untuk menundukkan pandangan dari melihat apa yang tidak halal dilihat.
Wahai segenap muslimin. Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dialah yang menciptakan alam ini dan mengatur segenap urusannya. Dia mengetahui perkara-perkara yang samar/tersembunyi, dan mengetahui apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah meletakkan pagar-pagar yang kokoh dalam kitab-Nya yang mulia untuk melindungi kaum muslimin dan menjaga wanita-wanita mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada kita untuk menundukkan pandangan dari melihat apa yang tidak halal dilihat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ. وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
Katakanlah kepada kaum mukminin, “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” Katakanlah kepada kaum mukminat, “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka…” (An-Nur: 30-31)
Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang wanita menghentakkan kakinya yang memakai gelang kaki untuk memperdengarkan suara gelang kakinya kepada para lelaki. Allah Subhanahu wa Ta’ala berirman:
ﯲ ﯳ ﯴ ﯵ ﯶ ﯷ ﯸ ﯹﯺ
“Dan janganlah mereka (para wanita beriman) menghentakkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan…” (An-Nur: 31)
Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang kaum wanita melembutkan suaranya ketika berbicara dengan lelaki ajnabi, agar jangan sampai orang-orang jahat berkeinginan jelek terhadap mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا
“Maka janganlah kalian melembutkan suara dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al-Ahzab: 32)
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ. وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
Katakanlah kepada kaum mukminin, “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” Katakanlah kepada kaum mukminat, “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka…” (An-Nur: 30-31)
Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang wanita menghentakkan kakinya yang memakai gelang kaki untuk memperdengarkan suara gelang kakinya kepada para lelaki. Allah Subhanahu wa Ta’ala berirman:
ﯲ ﯳ ﯴ ﯵ ﯶ ﯷ ﯸ ﯹﯺ
“Dan janganlah mereka (para wanita beriman) menghentakkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan…” (An-Nur: 31)
Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang kaum wanita melembutkan suaranya ketika berbicara dengan lelaki ajnabi, agar jangan sampai orang-orang jahat berkeinginan jelek terhadap mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا
“Maka janganlah kalian melembutkan suara dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al-Ahzab: 32)
Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang wanita melakukan safar kecuali bila ditemani mahramnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga melarang lelaki berdua-duaan dengan wanita ajnabiyah. Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang para wanita mempertontonkan perhiasannya kepada lelaki yang tidak berhak melihatnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan shalat wanita di rumahnya lebih utama dibanding shalatnya di masjid. Semua ini dalam rangka menjaga dan memelihara wanita serta membersihkan masyarakat Islam dari akhlak yang rusak.
Apabila umat ini berpegang dengan pengajaran dan bimbingan ilahiyah, niscaya mereka akan sukses dalam membangun masyarakat yang kuat, berpegang dengan perintah agama sekaligus bersih dari perkara yang tidak pantas. Sebaliknya, bila umat ini melepaskan diri/tidak peduli dengan pengajaran dan bimbingan ilahiyah, niscaya mereka akan jatuh dalam lembah kehinaan, hilang kehormatan/kemuliaan mereka, dan hilang pula kedudukan mereka di kalangan umat-umat yang lain.
Sungguh, orang-orang bodoh yang menulis makalah-makalah beracun yang menyerukan agar wanita melepaskan diri dari kedudukan yang diberikan Islam, berarti telah mengupayakan penghancuran masyarakat mereka. Telah mendahului mereka dengan seruan busuk ini, suatu kaum yang akhir kesudahannya adalah penyesalan. Kelak, mereka yang belakangan ini akan menemui kesudahan yang sama.
وَسَيَعْلَمُ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَيَّ مُنْقَلَبٍ يَنْقَلِبُونَ
“Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali.” (Asy-Syu’ara: 227)
Dengan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala, akan terus ada kaum muslimin yang berpegang dengan pengajaran agama mereka. Orang-orang yang menghinakan dan menyelisihi mereka tidak akan memudaratkan mereka, hingga kelak datang perkara Allah Subhanahu wa Ta’ala sementara mereka dalam keadaan demikian. Sebagaimana hal ini diberitakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang benar lagi dibenarkan.
وَسَيَعْلَمُ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَيَّ مُنْقَلَبٍ يَنْقَلِبُونَ
“Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali.” (Asy-Syu’ara: 227)
Dengan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala, akan terus ada kaum muslimin yang berpegang dengan pengajaran agama mereka. Orang-orang yang menghinakan dan menyelisihi mereka tidak akan memudaratkan mereka, hingga kelak datang perkara Allah Subhanahu wa Ta’ala sementara mereka dalam keadaan demikian. Sebagaimana hal ini diberitakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang benar lagi dibenarkan.
Juga sebagaimana dalam pepatah:
لَنْ يَضُرَّ السَّحَابَ نَبْحُ الْكِلَابِ
“Awan tidak akan termudaratkan dengan lolongan anjing.”
Kita mohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menolong agama-Nya dan meninggikan kalimat-Nya, agar Dia menjaga pemimpin kaum muslimin dan menolong agama-Nya dengan pimpinan tersebut. (Al-Khuthab Al-Minbariyyah fil Munasabat Al-’Ashriyyah, 1/398-402)
لَنْ يَضُرَّ السَّحَابَ نَبْحُ الْكِلَابِ
“Awan tidak akan termudaratkan dengan lolongan anjing.”
Kita mohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menolong agama-Nya dan meninggikan kalimat-Nya, agar Dia menjaga pemimpin kaum muslimin dan menolong agama-Nya dengan pimpinan tersebut. (Al-Khuthab Al-Minbariyyah fil Munasabat Al-’Ashriyyah, 1/398-402)
1 HR. At-Tirmidzi no. 1173, dihasankan Al-Imam Al-Albani, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati beliau dan menempatkan beliau dalam negeri karamah-Nya, dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi.
2 HR. Al-Bukhari dan Muslim. 3 Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan mata yang suka memandang apa yang tidak halal baginya sebagai mata yang khianat, sebagaimana dalam ayat:
يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ
“Dia (Allah) mengetahui pandangan mata-mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh dada-dada.” (Ghafir: 19)
4 Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا: قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْناَبِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ …
“Ada dua golongan penduduk neraka yang saat ini aku belum melihat mereka, (yang pertama) suatu kaum yang memiliki cambuk-cambuk seperti ekor-ekor sapi, dengan cambuk tersebut mereka memukul manusia. (Yang kedua) para wanita yang berpakaian tapi hakikatnya telanjang…” (HR. Muslim)
2 HR. Al-Bukhari dan Muslim. 3 Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan mata yang suka memandang apa yang tidak halal baginya sebagai mata yang khianat, sebagaimana dalam ayat:
يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ
“Dia (Allah) mengetahui pandangan mata-mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh dada-dada.” (Ghafir: 19)
4 Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا: قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْناَبِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ …
“Ada dua golongan penduduk neraka yang saat ini aku belum melihat mereka, (yang pertama) suatu kaum yang memiliki cambuk-cambuk seperti ekor-ekor sapi, dengan cambuk tersebut mereka memukul manusia. (Yang kedua) para wanita yang berpakaian tapi hakikatnya telanjang…” (HR. Muslim)
Kembali, Nasehat untuk Blogger Salafy (2)
Kembali, Nasehat untuk Blogger Salafy (2)
Sebenarnya nasehat Al-Ustadz Abu Hamzah berikut ditujukan kepada seluruh salafiyin. Namun karena ana melihat fenomena sebagian ikhwah terlibat dalam jidal di blogsphere, maka judul ini perlu ditujukan pula kepada ikhwah para blogger, karena perdebatan yang terjadi di sana kami pandang lebih banyak memberi mudharat daripada manfaatnya.
Coba antum baca nasehat beliau ini dengan cermat, niscaya akan banyak faedah yang akan kita dapatkan. Semoga ini menjadi peringatan bagi ana dan kita semua. Barakallahu fiikum.
Nasehat Untuk Salafiyyin
Al Ustadz Abu Hamzah Yusuf Al-Atsari
Al Ustadz Abu Hamzah Yusuf Al-Atsari
Bismillahirrohmanirrahiim
Assalamu’alaikum warrohmatullahi wabarokatuh
Kepada Ikhwah Salafiyyin Al mukhtaramiin
Kepada Ikhwah Salafiyyin Al mukhtaramiin
Alhamdulillah washolatu wa salamu ‘ala rosulillah wa’ala alihi wa sohbihi wa man waa lah, Amma ba’du
Perkara yang tidak diragukan lagi bahwa berjihad dengan hujjah dan burhan dalam berdakwah, mengikhlaskan ibadah hanya untuk Alloh, membantah kesyirikan dan kesesatan dengan segala bentuknya, menghancurkan syubhat-syubhat dan melenyapkan fitnah syahwat, adalah amalan yang paling utama. Dengan demikian, maka bangkitlah para ahlul haq di setiap zaman dan tempat mengangkat bendera kebenaran sebagai pembela Agama Alloh, KitabNya, dan RasulNya, menjadi penasehat umat, merealisasikan firman Allah “Kamu adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Alloh” (Q.S. Ali Imran:110).
Dan juga sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wassallam “Akan ada sekelompok dari ummatku mereka nampak diatas kebenaran, tidak memudharatkan mereka orang-orang yang menghinanya tidak pula yang menyelisihinya sehingga datang ketetapan Alloh” (H.R.Bukhari-Muslim)
Akhi barokallahufiik…
”Menyampaikan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam ke tengah-tengah ummat adalah lebih afdhol dari pada melemparkan panah ke leher-leher musuh, yang demikian itu hal ini dapat dilakukan semua orang, sedang menyampaikan Sunnah tidak ada yang melakukannya kecuali warosatul anbiya”
”Menyampaikan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam ke tengah-tengah ummat adalah lebih afdhol dari pada melemparkan panah ke leher-leher musuh, yang demikian itu hal ini dapat dilakukan semua orang, sedang menyampaikan Sunnah tidak ada yang melakukannya kecuali warosatul anbiya”
Menyampaikan Al-Haq itulah tujuan kita, sementara Alloh Ta’ala berfirman :”Serulah (manusia) ke jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” (Q.S. An-Nahl : 125).
Berkata Ibnu Katsir : “Yakni yang dibutuhkan dari kalangan mereka kepada suatu bantahan (jidal) maka, hendaknya dengan bentuk yang baik, dengan cara yang halus, lemah lembut dan ucapan-ucapan yang baik” (Tafsir AlQur’anul adzim 2/616).
Oleh karena itu barokallahufiik, janganlah antum jadikan perdebatan adalah satu-satunya jalan untuk menyampaikan dakwah dengan hujjah-hujjahmu karena itu bukanlah jalan yang ditempuh salafuna sholih, memaksakan sampainya hujjah-hujjah dengan cara debat adalah tidak benar, sampaikan Al-Haq itu dengan penuh hikmah. Antum harus tahu bahwa para salaf mencela perdebatan karena beberapa hal :
1. Bila perdebatan itu dilakukan dengan menggunakan argumentasi-argumentasi ilmu kalam dan filsafat
2. Mereka mencela perdebatan bila yang berdebat keadaannya lemah tidak mampu menolak syubhat-syubhat
3. Mereka mencela perdebatan bila lawan debat diketahui ngeyel/membangkang, dll (Dar’u ta’arudh al ‘aql wannaql : 7/173)
2. Mereka mencela perdebatan bila yang berdebat keadaannya lemah tidak mampu menolak syubhat-syubhat
3. Mereka mencela perdebatan bila lawan debat diketahui ngeyel/membangkang, dll (Dar’u ta’arudh al ‘aql wannaql : 7/173)
Maka, tidak sepatutnya antum tenggelam dalam masalah perdebatan dan membuka front perdebatan dalam menyampaikan al Haq. “Alqi kalimataka wamsyi”, sampaikan kalimatmu dan selesai ! Bila ada yang bertanya dan minta penjelasan, sampaikan sebatas ilmu yang antum miliki, ingat Imam Ahmad berkata, “Jangan kamu berbicara tentang suatu permasalahan (agama) kecuali kamu punya pendahulunya.”
Bila ada yang bertanya dalam rangka mendebatmu dalam perkara yang antum tidak tahu ilmunya, tinggalkan! Haram hukumnya berdebat tanpa ilmu, bila suatu masalah itu sudah jelas kebenarannya menurut Kitab dan Sunnah serta paham salaf, kemudian ada yang berupaya untuk membuka front debat, tinggalkan! Haram hukumnya berdebat dalam perkara yang sudah jelas kebenarannya. [Al Faqih Wal Mutafaqih: 2/32-33]
Hendaknya antum persempit medan perdebatan, dan ingat! Tidak semua orang dapat masuk ke dalam medan ini karena perdebatan membutuhkan ketakwaan, keikhlasan, dan lain-lain. Jika perdebatan itu menimbulkan mafsadah yang besar, maka diam adalah sifat orang-orang yang bertakwa. Demikian dan semoga Allah menunjuki kita kepada apa yang dicintai dan diridhoiNya. Wal ‘ilmu ‘indallah.
Bandung, 18 Februari 2004
Ditulis oleh yang faqir di hadapan Rabbnya.
Abu Hamzah Al Atsary.
Ditulis oleh yang faqir di hadapan Rabbnya.
Abu Hamzah Al Atsary.
Sumber: www.salafy.or.id versi offline
judul asli: “Nasihat Untuk Salafiyyin”
(dicopy dari www.Ghuroba.blogsome.com, 2 paragraf pengantar di atas dari ana).
judul asli: “Nasihat Untuk Salafiyyin”
(dicopy dari www.Ghuroba.blogsome.com, 2 paragraf pengantar di atas dari ana).
Nasehat bagi Para Blogger Salafy (1)
Nasehat bagi Para Blogger Salafy (1)
Dari Al-Akh Abu Ayyub, Dammaj Yaman
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh…
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya:
“Sampaikanlah dariku walaupun cuma satu ayat”
Menunjukkan bahwa yang namanya dakwah itu tidak terbatas hanya kepada da’i saja..akan tetapi setiap orang mempunyai tanggung jawab untuk berdakwah sesuai dengan ilmunya masing-masing. Tidak membebani diri dengan berdakwah dengan sesuatu yang belum dia ilmui.
“Sampaikanlah dariku walaupun cuma satu ayat”
Menunjukkan bahwa yang namanya dakwah itu tidak terbatas hanya kepada da’i saja..akan tetapi setiap orang mempunyai tanggung jawab untuk berdakwah sesuai dengan ilmunya masing-masing. Tidak membebani diri dengan berdakwah dengan sesuatu yang belum dia ilmui.
Saat ini dunia dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah terutama di internet, semakin semarak dengan bermunculannya blog-blog internet yang dikelola oleh ikhwah-ikhwah yang mempunyai kepedulian terhadap dakwah. Tentu saja ini adalah suatu berita gembira bagi perkembangan dakwah salafiyah di Indonesia. Bahkan menurut salah satu ikhwan pengelola, blog-blog internet ini cukup efektif untuk media dakwah bagi pengguna internet di Indonesia. Buktinya, sudah banyak yang mengenal dakwah dan akhirnya aktif di pengajian-pengajian awalnya adalah karena membaca blog-blog ikhwan yang semakin banyak. Walhamdulillah, wal fadhlu minallah min qobl wa min ba’d.
Min bab nasihat, ada beberapa hal yang perlu ana sampaikan kepada para blogers untuk dijadikan perhatian:
1. Dakwah adalah ibadah, karena itu penting bagi kita untuk selalu ikhlas dalam ibadah kita.
2. Sebelum antum mencantumkan sebuah artikel sebaiknya antum baca dulu artikelnya dipahami untuk kemudian diamalkan.
3. Ana perhatikan dibagian link, ada sebagian link yang tersambung ke situs atau blogs yang terfitnah fitnah sururiyah dan ihya’ at turots. Tolong diperhatikan.
4. Hati-hati terjebak dengan fitnah wanita atas nama dakwah. Insya Allah antum lebih paham apa yang ana maksud.(poin ini termasuk yang paling rawan)
5. Hati-hati juga terjebak dengan orang-orang yang tidak suka dengan dakwah dan akhirnya antum terjebak ke debat kusir tanpa ilmu. Kalo ada yang ingin seperti ini nggak perlu dilayani.
6. Di bagian “Komentar Antum” atau “Komentar Terbaru”, ada icon gambar yang membentuk gambar kepala. Ahsan yang seperti ini dihilangkan, karena antum mampu untuk menghilangkan.
7. Jangan sampai internet menyibukkan antum dari tholabul ilmi.
Ini yang ana rasa perlu untuk disampaikan kalau ada tambahan insya Allah menyusul. Sekali lagi min bab “Ad Diinu An Nasihat” (Agama itu adalah nasihat).
Jazaakumullahkhairan.
http://ummuammar88.wordpress.com/2009/01/24/nasehat-bagi-para-blogger-salafy/
Jazaakumullahkhairan.
Nasehat Bagi Muslimah Pengguna Internet
Nasehat Bagi Muslimah Pengguna Internet
Oleh: Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jabiri Hafizahullah Ta’ala
Soal Pertama: Beberapa akhwat menulis beberapa makalah ilmiah (tentang agama –pent.) di beberapa website, mereka membantah para penulis berkenaan dengan pernyataan-pernyataan mereka. Apa pendapat syaikh tentang perkara ini?
Jawab:
Aku nasehatkan kepada seluruh muslimah, terutama para akhwat salafiyah untuk tidak larut dalam permasalahan ini karena:
Pertama: Apa yang dia lakukan ini menyita waktunya.
Kedua: Perkara ini justru mengekspos dirinya untuk menjadi ejekan dan objek hiburan bagi orang-orang yang ngawur dan berpenyakit hatinya.
Aku nasehatkan kepada seluruh muslimah, terutama para akhwat salafiyah untuk tidak larut dalam permasalahan ini karena:
Pertama: Apa yang dia lakukan ini menyita waktunya.
Kedua: Perkara ini justru mengekspos dirinya untuk menjadi ejekan dan objek hiburan bagi orang-orang yang ngawur dan berpenyakit hatinya.
Namun apabila dia memang harus melakukan perkara ini, maka hendaknya dia membekali diri dengan mendengar taklim-taklim ilmiyah dari orang-orang yang dikenal keilmuan, kecerdasan, dan pengamalannya terhadap dien. Demikian juga, tidak ada yang mencegahnya untuk menyebarkan ucapan serta fatwa-fatwa para ulama yang mulia sehingga ikhwan dan akhawat lainnya bisa memperoleh manfaat darinya.
Soal Kedua:
Apa hukumnya seorang akhwat berbicara dengan ikhwan atau sebaliknya melalui internet?
Apa hukumnya seorang akhwat berbicara dengan ikhwan atau sebaliknya melalui internet?
Jawab:
Di mana dirimu dari jawaban kami? Kami nasehatkan untuk meninggalkan perkara ini, meninggalkan urusan diskusi, saling bertukar informasi, persepsi, dan urusan perasaan ini sebagaimana yang telah kusebutkan sebelumnya .
Di mana dirimu dari jawaban kami? Kami nasehatkan untuk meninggalkan perkara ini, meninggalkan urusan diskusi, saling bertukar informasi, persepsi, dan urusan perasaan ini sebagaimana yang telah kusebutkan sebelumnya .
Kedua, ini sebagai tambahan untuk jawaban dari pertanyaan Anda, aku katakan bahwa banyak laki-laki yang berpenyakit hatinya masuk ke program-program khusus bagi wanita (mungkin yang dimaksudkan oleh Asy Syaikh seperti mailing list, forum diskusi, atau chatting room yang dikhususkan bagi wanita, wallahu a’lam – pent.) dengan nama wanita, seperti ummu fulan dst., ummu ‘allan dst. Sungguh! Dia menggunakan nama perempuan, dan tujuannya adalah untuk bersenang-senang dengan cara yang membahayakan para muslimah.
(Diterjemahkan untuk blog http://ulamasunnah.wordpress.com dari http://fatwaislam.com/fis/index.cfm?scn=fd&ID=607)
Sumber:http://ulamasunnah.wordpress.com/2008/03/06/
nasehat-bagi-para-muslimah-berkaitan-dengan-internet
nasehat-bagi-para-muslimah-berkaitan-dengan-internet
http://muslimah-salafiyah.blogspot.com/
http://ummuammar88.wordpress.com/2009/01/26/nasehat-bagi-muslimah-pengguna-internet/
Nasihat Perkawinan Untuk Putriku
Nasihat Perkawinan Untuk Putriku
Abu Khaulah Zainal Abidin
(Seandainya ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa panjangkan umurku dan memberikan kesempatan kepadaku menyaksikan pernikahan putriku tercinta, kira-kira seperti inilah yang ingin aku sampaikan):
بسم الله الرحمن الرخيم
إن الحمد لله , نحمده ونستعينه , ونستغفره , ونعوذ بالله من شرور أنفسنا , ومن سيئات أعمالنا , من يهده الله فلا مضل له , ومن يضلل فلا هادي له , وأشهد أن لاإله إلا الله وحده لاشريك له , وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وسلم .
{ يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون }
{ يا أيها الناس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحدة وخلق منها زوجها وبث منهما رجالا كثيرا ونساء واتقوا الله الذي تسألون به والأرحام إن الله كان عليكم رقيبا }
{ يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله وقولوا قولا سديدا , يصلح لكم أعمالكم ويغفر لكم ذنوبكم , ومن يطع الله ورسوله فقد فاز فوزا عظيما }
Anak-anakku..,
Hari ini akan menjadi satu di antara hari-hari yang paling bersejarah di dalam kehidupan kalian berdua. Sebentar lagi kalian akan menjadi sepasang suami-isteri, yang darinya kelak akan lahir anak-anak yang sholeh dan sholehah, dan kalian akan menjadi seorang bapak dan seorang ibu, untuk kemudian menjadi seorang kakek dan seorang nenek, ……insya الله.
Rentang perjalanan hidup manusia yang begitu panjang … sesungguhnya singkat saja. Begitu pula…liku-liku dan pernik-pernik kerumitan hidup sesungguhnya jugalah sederhana. Kita semua.. diciptakan ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa tidak lain untuk beribadah kepada NYA. Maka, jika kita semua berharap kelak dapat berjumpa dengan ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa …dalam keadaan IA ridlo kepada kita, hendaklah kita jadikan segala tindakan kita semata-mata di dalam rangka mencari keridlo’an-NYA dan menyelaraskan diri kepada Sunnah Nabi-NYA Yang Mulia -Shallallahu alaihi wa sallam-
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا.
(Maka barangsiapa merindukan akan perjumpaannya dengan robb-nya, hendaknya ia beramal dengan amalan yang sholeh, serta tidak menyekutukan dengan sesuatu apapun di dalam peribadatahan kepada robb-nya.)
Begitu pula pernikahan ini, ijab-qabulnya, adanya wali dan dua orang saksi, termasuk hadirnya kita semua memenuhi undangan ini…adalah ibadah, yang tidak luput dari keharusan untuk sesuai dengan syari’at ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa.
Oleh karena itu…, kepada calon suami anakku…
Saya ingatkan, bahwa wanita itu dinikahi karena empat alasan, sebagaimana sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam:
عن أبي هريره رضي الله عنه، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال:
تنكح المرأة لأربع: لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها، فاظفر بذات الدين تربت يداك
تنكح المرأة لأربع: لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها، فاظفر بذات الدين تربت يداك
“Wanita dinikahi karena empat alasan. Hartanya, keturunannya, kecantikannya,atau agamanya. Pilihlah karena agamanya, niscaya selamatlah engkau.” (HR:Muslim)
Maka ambilah nanti putriku sebagai isteri sekaligus sebagai amanah yang kelak kamu dituntut bertanggung jawab atasnya. Dengannya dan bersamanya lah kamu beribadah kepada ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa, di dalam suka…di dalam duka. Gaulilah ia secara baik, sesuai dengan yang diharuskan menurut syari’at ALLAH. Terimalah ia sepenuh hati, kelebihan dan kekurangannya, karena ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa telah memerintahkan demikian:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
(Dan gaulilah isteri-isterimu dengan cara yang ma’ruf. Maka seandainya kalian membenci mereka, karena boleh jadi ada sesuatu yang kalian tidak sukai dari mereka, sedangkan ALLAH menjadikan padanya banyak kebaikan.) (An-Nisaa’:19)
Dan ingatlah pula wasiat Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-:
إستوصوا بالنساء خيرا فإنهن عوان عندكم
(Pergaulilah isteri-isteri dengan baik. Karena sesungguhnya mereka itu mitra hidup kalian)
Dan perlakuanmu terhadap isterimu ini menjadi cermin kadar keimananmu, sebagaimana Sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-;
أكمل المؤمن إيمانا أحسنهم خلقا و خياركم خياركم لنساءهم (الترمذي عن ابي هريرة)
(Mu’min yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya. Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap isterinya)
Dan kamu sebagai laki-laki adalah pemimpin di dalam rumah tangga.
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
(Lelaki itu pemimpin bagi wanita disebabkan ALLAH telah melebihkan yang satu dari yang lainnya dan disebabkan para lelaki yang memberi nafkah dengan hartanya.) (An-Nisaa’: 34)
Maka agar kamu dapat memimpin rumah tanggamu, penuhilah syarat-syaratnya, berupa kemampuan untuk menafkahi, mengajari, dan mengayomi. Raihlah kewibawaan agar isterimu patuh di bawah pimpinanmu. Jadilah suami yang bertanggungjawab, arif dan lemah lembut , sehingga isterimu merasa hangat dan tentram di sisimu. Berusahalah sekuat tenaga menjadi teladan yang baik baginya, sehingga ia bangga bersuamikan kamu. Ya, inilah sa’atnya untuk membuktikan bahwa kamu laki-laki sejati, laki-laki yang bukan hanya lahirnya.
Kepada putriku…
Saya ingatkan kepadamu akan sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- :
عن أبي هريرة؛ قال:- قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:
إذا أتاكم من ترضون خلقه ودينه فزوجوه. إلا تفعلوا تكن فتنة في الأرض وفساد عريض
“Jika datang kepadamu (-wahai para orang tua anak gadis-) seorang pemuda yang kau sukai akhlaq dan agamanya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah dan menyebarnya kerusakan di muka bumi.” (HR: Ibnu Majah)
Dan semoga -tentunya- calon suamimu datang dan diterima karena agama dan akhlaqnya, bukan karena yang lain. Maka hendaknya kau luruskan pula niatmu. Sambutlah dia sebagai suami sekaligus pemimpinmu. Jadikanlah perkawinanmu ini sebagai wasilah ibadahmu kepada ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa. Camkanlah sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-:
لو كنت أمرا أحد ان يسجد لأحد لأمرت المرءة ان تسجد لزوجها (الترم1ي عن ابي هريرة)
(Seandainya aku boleh memerintahkan manusia untuk sujud kepada sesamanya, sungguh sudah aku perintahkan sang isteri sujud kepada suaminya.)
Karenanya sekali lagi saya nasihatkan , wahai putriku…
Terima dan sambutlah suamimu ini dengan sepenuh cinta dan ketaatan.
Layani ia dengan kehangatanmu…
Manjakan ia dengan kelincahan dan kecerdasanmu…
Bantulah ia dengan kesabaran dan doamu…
Hiburlah ia dengan nasihat-nasihatmu…
Bangkitkan ia dengan keceriaan dan kelembutanmu…
Tutuplah kekurangannya dengan mulianya akhlaqmu…
Manakala telah kamu lakukan itu semua, tak ada gelar yang lebih tepat disandangkan padamu selain Al Mar’atush-Shalihah, yaitu sebaik-baik perhiasan dunia. Sebagaimana Sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-:
الدنيا متاع وخير متاع الدنيا المرأة الصالحة ( مسلم)
(Dunia tak lain adalah perhiasan. Dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang sholihah.)
Inilah satu kebahagiaan hakiki -bukan khayali- yang diidam-idamkan oleh setiap wanita beriman. Maka bersyukurlah, sekali lagi bersyukurlah kamu untuk semua itu, karena tidak semua wanita memperoleh kesempatan sedemikian berharga. Kesempatan menjadi seorang isteri, menjadi seorang ibu. Terlebih lagi, adanya kesempatan, diundang masuk ke dalam surga dari pintu mana saja yang kamu kehendaki. Yang demikian ini mungkin bagimu selagi kamu melaksanakan sholat wajib lima waktu -cukup yang lima waktu-, puasa -juga cukup yang wajib- di bulan Ramadhan, menjaga kemaluan -termasuk menutup aurat- , dan ta’at kepada suami. Cukup, cukup itu. Sebagaimana sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-:
إذا صلت المرأة خمسها وصامت شهرها وحفظت فرجها وأطاعت زوجها
قيل لها: ادخلي الجنة من أي أبواب الجنة شئت (أحمد عن عبدالرحمن بن عوف)
(Jika seorang isteri telah sholat yang lima, puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, dan ta’at kepada suaminya. Dikatakan kapadanya: Silahkan masuk ke dalam Surga dari pintu mana saja yang engkau mau.)
Anak-anakku…,
Melalui rangkaian ayat-ayat suci Al Qur’an dan Hadits-Hadits Nabi Yang Mulia, kami semua yang hadir di sini mengantarkan kalian berdua memasuki gerbang kehidupan yang baru, bersiap-siap meninggalkan ruang tunggu, dan mengakhiri masa penantian kalian yang lama. Kami semua hanya dapat mengantar kalian hingga di dermaga. Untuk selanjutnya, bahtera rumah-tangga kalian akan mengarungi samudra kehidupan, yang tentunya tak sepi dari ombak, bahkan mungkin badai.
Karena itu, jangan tinggalkan jalan ketaqwaan. Karena hanya dengan ketaqwaan saja ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa akan mudahkan segala urusan kalian, mengeluarkan kalian dari kesulitan-kesulitan, bahkan mengaruniai kalian rizki.
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا * وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
(Dan barang siapa yang bertaqwa kepada ALLAH, niscaya ALLAH akan berikan bagi nya jalan keluar dan mengaruniai rizki dari sisi yang tak terduga.)
(Dan barang siapa yang bertaqwa kepada ALLAH, niscaya ALLAH akan mudahkan urusannya.)
Bersyukurlah kalian berdua akan ni’mat ini semua. ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa telah mengarunia kalian separuh dari agama ini, ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa telah mengarunia kalian kesempatan untuk menjalankan syari’at-NYA yang mulia, ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa juga telah mengaruniai kalian kesempatan untuk mencintai dan dicintai dengan jalan yang suci dan terhormat.
Ketahuilah, bahwa pernikahan ini menyebabkan kalian harus lebih berbagi. Orang tua kalian bertambah, saudara kalian bertambah, bahkan sahabat-sahabat kalian pun bertambah, yang kesemua itu tentu memperpanjang tali silaturahmi, memperlebar tempat berpijak, memperluas pandangan, dan memperjauh daya pendengaran. Bukan saja semakin banyak yang perlu kalian atur dan perhatikan, sebaliknya semakin banyak pula yang akan ikut mengatur dan memperhatikan kalian. Maka, barang siapa yang tidak kokoh sebagai pribadi dia akan semakin gamang menghadapi kehidupannya yang baru.
Ketahuilah, bahwa anak-anak yang sholeh dan sholehah yang kalian idam-idamkan itu sulit lahir dan tumbuh kecuali di dalam rumah tangga yang sakinah penuh cinta dan kasih sayang. Dan tentunya tak akan tercipta rumah-tangga yang sakinah, kecuali dibangun oleh suami yang sholeh dan isteri yang sholehah.
Akan tetapi, wahai anak-anakku, jangan takut menatap masa depan dan memikul tanggung jawab ini semua. Jangan bersedih dan berkecil hati jika kalian menganggap bekal yang kalian miliki sekarang ini masih sangat kurang. ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa berfirman:
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
(Artinya: “Dan janganlah berkecil hati juga jangan bersedih. Padahal kalian adalah orang-orang yang mulia seandainya sungguh-sungguh beriman.”) (Ali Imran: 139)
Ya, selama masih ada iman di dalam dada segalanya akan menjadi mudah bagi kalian. Bukankah dengan pernikahan ini kalian bisa saling tolong-menolong di dalam kebajikan dan taqwa. Bukankah dengan pernikahan ini kalian bisa saling menutupi kelemahan dan kekurangan masing-masing. Bersungguh-sungguhlah untuk itu, untuk meraih segala kebaikan yang ALLAHSubhaanahu wa ta’alaa sediakan melalui pernikahan ini. Jangan lupa untuk senantiasa memohon pertolongan kepada ALLAH. kemudian jangan merasa tak mampu atau pesimis. Jangan, jangan kalian awali kehidupan rumah tangga ini dengan perasaan lemah !
احرص على ما ينفعك. واستعن بالله ولا تعجز
(Bersungguh-sungguhlah kepada yang bermanfa’at bagimu, mohonlah pertolongan kepada ALLAH, dan jangan merasa lemah!) (HR: Ibnu Majah)
Terakhir, ingatlah bahwa nikah merupakan Sunnah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-, sebagaimana sabdanya:
النكاح من سنتي فمن رغب عن سنتي فليس مني
(Nikah itu merupakan bagian dari Sunnahku. Maka barang siapa berpaling dari Sunnahku, ia bukanlah bagian dari umatku.)
Maka janganlah justru melalui pernikahan ini atau setelah aqad ini kalian justru meninggalkan Sunnah untuk kemudian bergelimang di dalam berbagai bid’ah dan kema’shiyatan.
Kepada besanku…
Terimalah masing-masing mereka sebagai tambahan anak bagi kita. Ma’lumilah kekurangan-kekurangannya, karena mereka memang masih muda. Bimbinglah mereka, karena inilah saatnya mereka memasuki kehidupan yang sesungguhnya.
Wajar, sebagaimana seorang anak bayi yang sedang belajar berdiri dan berjalan, tentu pernah mengalami jatuh untuk kemudian bangkit dan mencoba kembali. Maka bantulah mereka sampai benar-benar kokoh untuk berdiri dan berjalan sendiri.
Bantu dan bimbing mereka, tetapi jangan mengatur. Biarkan.., Karena sepenuhnya diri mereka dan keturunan yang kelak lahir dari perkawinan mereka adalah tanggung-jawab mereka sendiri di hadapan ALLAHSubhaanahu wa ta’alaa. Hargailah harapan dan cita-cita yang mereka bangun di atas ilmu yang telah sampai pada mereka.
Keterlibatan kita yang terlalu jauh dan tidak pada tempatnya di dalam persoalan rumah tangga mereka bukannya akan membantu. Bahkan sebaliknya, membuat mereka tak akan pernah kokoh. Sementara mereka dituntut untuk menjadi sebenar-benar bapak dan sebenar-benar ibu di hadapan…dan bagi anak-anak mereka sendiri.
Ketahuilah, bahwa bukan mereka saja yang sedang memasuki kehidupannya yang baru, sebagai suami isteri. Kita pun, para orang tua, sedang memasuki kehidupan kita yang baru, yakni kehidupan calon seorang kakek atau nenek – insya الله. Maka hendaknya umur dan pengalaman ini membuat kita,…para orang tua, menjadi lebih arif dan sabar, bukannya semakin pandir dan dikuasai perasaan. Pengalaman hidup kita memang bisa jadi pelajaran, tetapi belum tentu harus jadi acuan bagi mereka.
Jika kelak -dari pernikahan ini- lahir cucu-cucu bagi kita. Sayangilah mereka tanpa harus melecehkan dan menjatuhkan wibawa orang tuanya. Berapa banyak cerita di mana kakek atau nenek merebut superioritas ayah dan ibu. Sehingga anak-anak lebih ta’at kepada kakek atau neneknya ketimbang kepada kedua orang tuanya. Sungguh, akankah kelak cucu-cucu kita menjadi anak-anak yang ta’at kepada orang tuanya atau tidak, sedikit banyak dipengaruhi oleh cara kita memanjakan mereka.
Kepada semua, baik yang pernah mengalami peristiwa semacam ini, maupun yang sedang menanti-nanti gilirannya, marilah kita do’akan mereka dengan do’a yang telah diajarkan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-:
بارك الله لك وبارك عليك وجمع بينكما في خير
فأعتبروا يا أولي الأبصار
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لاإله إلاأنت أستغفرك وأتوب إليك
Subscribe to:
Posts (Atom)