TEROR BOM MERAJALELA : ISLAH (MEMPERBAIKI) ATAU IFSAD (MERUSAK)?
TEROR BOM ISLAH ATAU IFSAD?
Al-Ustadz Muhammad Umar Assewed
Teror bom yang terjadi di banyak negara di dunia, demikian pula di Indonesia seringkali dilatarbelakangi oleh semangat para pemuda yang berkeinginan memperbaiki keadaan (islah), apakah dari segi politik, atau dari segi agama.
Alasan teror yang dilakukan para politikus dari pihak oposisi yang ingin merubah keadaan politik atau pun teror para pemuda muslim yang –katanya ingin menegakkan negara Islam—adalah sama. Semuanya menganggap perbuatan mereka adalah islah. Padahal ternyata terbukti lebih banyak merusak (ifsad) daripada memperbaiki.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dalam risalah khutbahnya yang berjudul at-Tafjiir wal Irhaab Islah au Ifsad? (Peledakan dan teror memperbaiki atau merusak?) menyebutkan be-berapa kerusakan yang ditimbulkan oleh praktek teror tersebut. Beliau رحمه الله berkata: “Tidak ragu lagi bahwa praktek teror merupakan perbuatan jelek yang menimbulkan berbagai kerusakan yang banyak, di antaranya:
1. Perbuatan tersebut merupakan kemaksiatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Melanggar larangan Allah dan terancam laknat dari Allah, para malaikat-Nya dan manusia seluruhnya. Dan tidak diterima daripadanya maaf atau tebusan (Lihat kembali dalil-dalilnya pada edisi lalu –pent.)
2. Termasuk kerusakan yang ditimbulkan praktek teror adalah menjatuhkan nama baik Islam. Karena sesungguhnya musuh-musuh Islam selalu mengambil kesempatan tersebut untuk menjelekkan nama Islam dan menjauhkan manusia dari agama Islam ini. Padahal Islam ber-lepas diri dari perbuatan-perbuatan se-perti itu. Ajaran Islam adalah ajaran kejujuran, kebaikan, dan menepati janji. Bahkan agama Islam melarang dan mem-peringatkan dari perbuatan yang seperti ini dengan sekeras-keras larangan.
3. Di antara kerusakan yang ditimbulkan praktek teror tersebut adalah tuduhan dan tudingan semua jari dari dalam dan luar negeri menunjuk kepada orang-orang yang multazim (yang taat pada agamanya) dan mengatakan: “Ini perbuatan kalian”. Padahal kita tahu dengan sangat yakin, kalau seseorang ber-pegang dengan syariat Islam yang benar dengan sungguh-sungguh, tentu tidak akan menerima perbuatan tersebut dan tidak akan meridlainya selama-lamanya. Bahkan mereka akan berlepas diri dari-padanya, mengingkarinya dengan seke-ras-keras pengingkaran. Karena seorang yang multazim dengan agama Allah de-ngan sebenar-benarnya adalah orang yang menegakkan agama Allah ini sesuai dengan apa yang Allah kehendaki. Bukan dengan selera hawa nafsu pribadinya atau membangun perasaannya di atas emosi dan kemarahan serta jalan yang menyimpang. Inilah yang dimaksud dengan militansi (iltizam) yang sesungguh-nya dan sesuai dengan syariat Islam yang banyak dipegang oleh para pemuda-pemuda kita (ahlus sunnah –pent.).
4. Termasuk kerusakan yang ditimbulkan praktek teror adalah kebanyakan orang-orang awam dan orang-orang bodoh yang tidak mengerti hakekat iltizam dengan agama Allah akan memandang para multazimin –yang mengingkari teror mereka– dengan pandangan sinis dan permusuhan serta menjauhkan dan memperingatkan manusia dari mereka.
Sebagaimana apa yang kami dengar dari kalangan orang awam dan bodoh yang menjauhkan anak-anak mereka untuk jangan menjadi orang-orang yang multazim. Apalagi setelah mereka melihat hukuman yang diterapkan kepada para pelaku pemboman di Riyadl.
Sesungguhnya aku, wahai saudara-saudaraku, terheran-heran –dalam kea-daan seperti ini– melihat orang-orang yang mengucapkan dengan mulut-mulut mereka ucapan yang jelek terhadap hu-kum yang diterapkan, padahal hukum tersebut bersumber dari dasar yang pa-ling kuat dan diputuskan oleh sejumlah para hakim di pengadilan syar’i yang terpercaya menjaga darah manusia, harta dan kehormatan mereka. Bahkan didu-kung dengan kesepakatan badan peneliti, didukung pula oleh majlis tertinggi dari kehakiman. Kemudian diterapkan oleh pemerintah negeri ini.
Apakah setelah ini pantas bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah dan ayat-ayat-Nya mengucapkan dengan lidahnya cercaan terhadap hukum? Dan mereka mengucapkan kalimat yang lebih dekat kepada dosa daripada keselamatan?
Jika seseorang berani berbicara ter-hadap hukum yang diputuskan dengan sekuat-kuat cara pengambilan hukum, kemudian berani mengatakan seperti itu, maka tentunya lebih memungkinkan lagi baginya untuk mencerca hukum-hukum lain yang di bawahnya. Telah sama-sama diketahui bahwa negeri kita (saudi Arabia –pent.) –alhamdulillah—adalah sekuat-kuat negeri di dunia ini sekarang yang menerapkan hukum yang diturunkan oleh Allah azza wa jalla dan dipersak-sikan oleh kalangan atas maupun ka-langan bawah.
Aku yakin kalau saja salah seorang keluarga mereka ikut menjadi korban da-lam peristiwa ledakan tersebut, niscaya ia tidak akan mengucapkan kalimat-kalimat sinis terhadap hukum tersebut.
Kalaupun kita terima pendapat mereka bahwa keputusan hakim itu keliru –misalnya–, maka kesalahan hakim tersebut terampuni, bahkan mendapatkan satu pahala. Sebagaimana dalam riwayat yang shahih dari Nabi صلى الله عليه وسلم bahwa jika seorang hakim berijtihad kemudian salah, maka ia mendapatkan satu pahala.
Sedangkan hukum tersebut diputus-kan sebagai balasan yang setimpal bagi orang yang berupaya untuk merusak dan membikin kerusakan di negeri ini. Dan yang dihukum adalah orang-orang yang memang sudah menjadi ajalnya yang telah ditaqdirkan dan mendapatkan pa-hala dari amalan-amalan baik mereka yang telah lewat (karena mereka bukan orang kafir –pent.). Tetapi tidak ragu la-gi bahwa kami percaya kepada keputusan hukum di negeri ini dari penguasa, para hakim kami dan para pelaksananya.
Kami meminta kepada Allah سبحانه وتعالى untuk meluruskan ucapan dan amalan mereka.
5. Termasuk kerusakan yang ditimbulkan dari perbuatan jelek mereka yang saya maksud pemboman di Khabar– adalah menyebabkan terjadinya kekacauan di negeri ini. Padahal semestinya negeri ini merupakan negeri yang paling aman dan paling tentram di dunia, karena menaungi Baitullah yang Allah jadikan sebagai tempat berkumpul yang aman bagi manusia. Dan karena di dalamnya terdapat Ka’bah (Baitul Haram) yang Allah jadikan sebagai pusat periba-datan bagi manusia dan pusat seluruh urusan maslahat agama dan dunia mere-ka.
Allah berfirman:
وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَأَمْنًا… (البقرة: 125)
Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman… (al-Baqarah: 125)
جَعَلَ اللَّهُ الْكَعْبَةَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ قِيَامًا لِلنَّاسِ… (المائدة: 97)
Allah telah menjadikan Ka`bah, rumah suci itu sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia… (al-Maaidah: 97)
Telah sama-sama diketahui bahwa manusia tidak akan sampai ke Baitullah tersebut kecuali harus melalui salah satu bagian negeri ini.
6. Di antara kerusakan yang ditimbulkan perbuatan nista ini adalah jatuhnya banyak korban harta dan nyawa, dan sebagian mereka luka-luka sebagaimana disaksikan oleh seluruh manusia di media-media masa. Betapa hati ini tersayat-sayat, jantung terguncang, dan air mata bercucuran ketika menyaksikan manusia dan anak-anak terbujur di ranjang-ran-jang rumah sakit. Sebagian mereka terlu-ka di matanya, telinganya, tangannya, ka-kinya atau hilang sebagian badannya dalam keadaan mata-mata mereka berkeli-ling melihat siapa yang mengunjunginya dan tidak punya kemampuan untuk me-nolak dan mengelak dari kejadian yang tiba-tiba tersebut.
Maka adakah seseorang manusia akan ridla dengan kejadian tersebut? Apakah hati ini tidak luluh melihat kejadian yang memilukan ini? Aku tidak tahu apa yang dimaukan oleh mereka dengan perbuatan seperti ini? Apakah mereka dengan perbuatan itu menginginkan ISLAH?!
Islah tidak akan bisa diwujudkan dengan cara seperti itu. Sesungguhnya kejelekan tidak mungkin akan mendatangkan kebaikan, tidak mungkin pula kejelekan menjadi sarana untuk memperbaiki keadaan selama-lamanya. Bagaimana mungkin membersihkan sebuah kotoran dengan perkara yang lebih kotor daripadanya?
Kami dan selain kami dari orang-orang yang memiliki pengalaman dan kebijaksanaan, mengetahui bahwa negeri kami –alhamdulillah—sebaik-baik negeri kaum muslimin hari ini dalam berhukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah, dalam menjauhi perkara-perkara yang jelek dan kerusakan ahlak. Tidak ada di negeri kita –alhamdulillah— kuburan yang disembah dan dijadikan tempat thawaf. Tidak ada khamr (minuman keras) yang dijual atau diminum terang-terangan. Tidak ada padanya apa yang banyak terjadi di negara-negara kaum muslimin hari ini. Maka apakah pantas negeri kita ini dijadikan sebagai bidikan fitnah? Maka bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah ucapan yang lurus dan adil. Lakukanlah perbuatan yang terpuji.
Ya Allah, kami meminta kepada-Mu di tempat kami ini dalam mengerjakan kewajiban dari kewajiban-kewajiban-Mu agar Engkau menghilangkan kerusakan dan para perusak itu. Ya Allah, musnah-kanlah kerusakan dan para perusak itu. Ya Allah jadikanlah tipu daya mereka kembali kepada mereka sendiri, jadi-kanlah rencana mereka kehancuran un-tuk mereka sendiri. Wahai rabbul ‘alaamin.
Ya Allah, kami meminta kepada-Mu untuk melindungi negeri kami ini dari kejahatan fitnah-fitnah yang nampak maupun yang tersembunyi. Ya Allah, kami meminta kepada-Mu agar Engkau melindungi kami dari kejahatan jiwa-jiwa kami dan kejahatan hamba-hamba-Mu dan langgengkanlah keamanan di negeri kami ini. Tambahkanlah kebaikan dan perbaikan, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Aquulu qauli hadza wa astaghfi-rullaha lii wa lakum wa likaaffatil mus-imin min kulli dzanbin. Fastaghfiruuhu innahu huwal ghafururrahiem.
(Diterjemahkan dari leaflet yang berjudul التفجير والإرهاب إصلاح أو إفساد )
Demikian khutbah Jum’at Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menanggapi kejadian teror bom di kota Riyadl dan Khabar di Saudi Arabia. Di dalamnya terdapat faedah yang sangat besar dan banyak. Karena terorisme saat ini sedang marak hampir di seluruh negeri-negeri kaum muslimin, tidak terkecuali negeri kita Indonesia ini.
Di antara faedah yang paling besar yang kita dapatkan adalah bahwa cara teror bukan cara dakwah yang syar’i di Saudi, Indonesia atau pun negara kaum muslimin lainnya.
Kita nasehatkan kepada seluruh kaum muslimin Indonesia ini, khususnya para da’i, kiai di pondok-pondok pesantren agar mengajarkan cara dakwah yang sesuai dengan sunnah seperti yang per-nah dijalani oleh para salafus shalih. Dan menyaring ketat bacaan-bacaan mereka agar jangan terbawa pemikiran kaum reaksioner khawarij yang membangun dakwahnya di atas emosi dan dendam.
Sumber : Buletin Manhaj salaf, Edisi: 90/Th. II Tanggal 13 Dulhijjah 1426 H/13 Januari 2006