Thursday, March 10, 2011

STUDI KRITIS PEMAHAMAN JAMA’AH TABLIGH

STUDI KRITIS PEMAHAMAN JAMA’AH TABLIGH DAN KITAB TABLIGHI NISHAB

Oleh :
Abu Salma al-Atsari

SEJARAH SINGKAT
Jama’ah Tabligh didirikan oleh Syaikh Maulana Ilyas bin Syaikh Muhammad Ismail Al-Kandahlawi Al-Hanafi –Rahimahullah- di benua hindia, tepatnya di kota Sahar Nufur. Beliau dilahirkan tahun 1303 H. di lingkungan keluarga yang mengikuti thariqat Al-Jitsytiyyah ash-Shufiyyah. Beliau orang yang hafidz (hafal Qur’an) dan menimba ilmu di Madrasah Diyuband setelah diba’iat oleh guru besar Thariqat, Syaikh Rasyid Ahmad Al-Katskuhi.
Pusat perkembangan jama’ah tabligh ada di India, tepatnya perkampungan Nidzammudin, Delhi. Mereka memiliki masjid sebagai pusat tabligh yang dikeliliingi oleh 4 kuburan wali. Mereka terkesan sangat mengagungkan masjid tersebut dan menganggap suci masjid yang ada kuburannya tersebut. Da’wah jama’ah tabligh menyebar hingga ke Pakistan, Bangladesh dan negara-negara asia timur dan menyebar hingga ke seluruh dunia. Tujuan dakwah mereka adalah membina ummat islam dengan konsep khuruj/jaulah[1] yang lebih menekankan kepada aspek pembinaan suluk/akhlak, ibadah-ibadah tertentu seperti dzikir, zuhud, dan sabar[2].
AQIDAH MEREKA
Jama’ah tabligh bermanhaj shufi dalam masalah aqidah. Tasawwuf sangatlah mendominasi anggota-anggota jama’ah dimana mereka sangat bersemangat dalam ibadah, dan dzikir, melatih diri dengan sedikit makan dan minum, tidur dan berbicara. Mereka juga mencurahkan perhatian besar terhadap mimpi dan takwilnya. Aqidah mereka menurut pandangan ahlus sunnah wal jama’ah adalah rusak dan khatir, sesat dan menyesatkan. Aqidah jama’ah tabligh tercampur baur dengan syirik, khurafat, bid’ah, wihdatul wujud dan hulul [3].Mereka berkeyakinan akan adanya mukasyafah [4], wali-wali aqhtab [5], dan mereka membenarkan ucapan-ucapan syatahat [6]. Mereka juga menghidupkan dan mengajarkan bid’ah-bid’ah syirkiyyat seperti tabaruk [7], tawassul terhadap makhluk, terhadap kuburan-kuburan nabi dan wali, dan kesyirikan-kesyirikan yang nyata lainnya. Mereka juga menghidupkan bid’ah-bid’ah mawalid dengan membaca qashidah burdah yang penuh dengan kesyirikan dan kebid’ahan.[8]
KHURUJ METODE DAKWAH BID’AH
Mereka begitu mencintai metode dakwah mereka yang mereka nama khuruj ini, bahkan seolah-olah khuruj ini termasuk dalam bagian tak terpisahkan dari syariat islam yang murni dan suci ini. Mereka telah mengotori manhaj dakwah nabi dengan memasukkan apa-apa yang bukan dari-nya. Mereka begitu mengagung-agungkan metode ini, sampai-sampai jika ada diantara jama’ah yang disuruh memilih antara khuruj dan haji, maka mereka lebih memilih dan menyatakan keutamaan khuruj, sembari menyatakan, jika kita berhaji maka pahalanya dan kebaikannya adalah untuk kita sendiri, namun jika kita melaksanakan khuruj maka pahala dan kebaikannya selain untuk kita, juga untuk manusia lainnya. Bahkan mereka lebih memuliakan khuruj dibandingkan jihad fi sabilillah, sebab menurut mereka khuruj itulah jihad fi sabilillah. Mereka berdalil tentang disyariatkannya khuruj ini dengan mimpi pendiri jama’ah tabligh ini, yakni Maulana Ilyas Al-Kandahlawi, yang bermimpi tentang tafsir Al-Qur’an Surat Ali Imran 110 yang berbunyi : “Kuntum khoiru ummatin UKHRIJAT linnasi …” mereka menafsirkan kata ukhrijat dengan makna keluar untuk mengadakan perjalanan (siyahah). Sungguh penafsiran yang bathil yang menyelisihi hampir seluruh kitab tafsir ulama’ salaf dan khalaf.Mereka pun ketika khuruj dan berdakwah kepada ummat tanpa disertai ilmu dan bashirah (hujjah yang nyata dan jelas). Mereka mengajak kaum muslimin untuk menegakkan sholat namun mereka tidak mau membahas permasalahan sholat secara mendalam beserta hujjah dan dalilnya sehingga mereka tidak tahu bagiamana sifat sholat rasulullah yang benar itu. Mereka mengajak untuk mencontoh kepada rasulullah sedangkan mereka tidak mengetahui sunnah-sunnah dan hadits rasulullah, mereka tidak peduli entah yang mereka gunakan itu hadits dhaif atau maudhu’, yang penting hadits…!!!Mereka telah menetapkan sesuatu syariat yang seharusnya menjadi hak Allah dan rasul-Nya, mereka mengkhususkan bilangan jumlah hari dalam dakwah (baca : khuruj) secara tertentu tanpa ada keterangannya dari rasulullah, mereka menentukan bilangan hari dalam khuruj dengan bilangan yang tidak ada dasarnya sama sekali dari sunnah. Mereka menentukan bilangan hari khuruj selama 6 bulan, 3 bulan, 40 hari, 20 hari, 7 hari lalu seminggu. Suatu pengkhususan yang tidak berdasar dalam manhaj da’wah rasulullah.
Mereka begitu terdorong dan bersemangat mengikuti hadits rasulullah yang menyatakan : “Balligu ‘anni walau aayah…” (Sampaikan dariku walau satu ayat…) namun mereka melupakan kata ‘annii (dari-ku, yakni dari rasulullah), yang seharusnya mereka menyampaikan ayat yang telah benar-benar nyata dari rasulullah. Mereka juga lupa akan ayat Allah yang berbunyi : “Katakanlah (wahai Muhammad): Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajakmu kepada Allah atas bashiroh (hujjah yang nyata)” (QS. Yusuf 108). Yang seharusnya mereka menyeru kepada islam di atas hujjah yang nyata…!!!
Khuruj yang dilakukan jama’ah Tabligh yang mereka tentukan jumlah harinya pada hakikatnya tidak pernah menjadi amalan generasi para salaf dan khalaf. Yang mengherankan adalah mereka keluar untuk tabligh (menyampaikan islam) namun mereka mengakui bahwa mereka tidak layak untuk tabligh dan bukan ahlinya. Tabligh seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kapabilitas keilmuan yang mumpuni seperti yang dilakukan oleh rasulullah ketika mengutus delegasinya yang terdiri dari sahabat alim yang mengajarkan islam kepada ummatnya, seperti beliau mengutus Ali bin Abi Thalib, Mu’adz bin Jabal, dan selainnya seorang diri, tidak pernah beliau mengutus serombongan sahabat lain untuk menyertai individu-individu utusan rasul tersebut.
Karena itu kami menasehati jama’ah tabligh untuk lebih memperdalam ilmu dien ini. Mengenai ucapan mereka -Jama’ah Tabligh- yang menyatakan : “lihatlah para sahabat… mereka berasal dari mekkah, berasal dari medinnah… namun kuburan-kuburan mereka tersebar, ada yang dikuburkan di negeri Bukhara, di negeri samarkhand, di negeri Andalusia…” maka sungguh mereka salah meletakkan ucapan mereka yang mengqiyaskan apa yang dilakukan oleh para sahabat itu sebagai khuruj ala tablighi. Namun adalah mereka, para sahabat –Ridhwanullah ‘alaihim ajma’in- mereka keluar adalah dalam rangka jihad fi sabilillah.
KEANEHAN-KEANEHAN KITAB TABLIGHI NISHAB/ FADHAILUL ‘AMAL
Sungguh, mereka benar-benar telah menjadikan 2 kitab tulisan tokoh mereka yakni Tablighi Nishab[9] yang ditulis oleh Maulana Zakaria al-Kandahlawy dan Hayatus-Shahabah yang ditulis oleh Maulana Yusuf al-Kandahlawy, sebagaimana 2 kitab syaikhani[10], padahal 2 kitab yang mereka jadikan rujukan utama, yang senantiasa mereka baca di setiap waktu, yang mereka cintai, yang selalu mereka bawa kemana-mana, adalah kitab yang sesat lagi menyesatkan, di dalamnya tercampur antara hadits shahih dengan hadits dhaif, maudhu’, dan laa ashla lahu, di dalamnya terkumpul bid’ah, syirik, khurafat, dongeng, mitos, dan kesesatan lainnya[11]. Namun, begitu taqlidnya mereka, begitu husnudh-dhonnya mereka, sehingga mereka biarkan kesesatan itu tetap ada di dalam kitab mereka, mereka tidak ridha dan rela kitab mereka dibersihkan dari kesesatan ini, mereka tetap menginginkan kitab itu seperti apa adanya sebagaimana ditulis oleh penulisnya, dan mereka tidak sadar bahwa penulis kedua kitab itu tidak ma’shum, namun mereka tetap tidak mengindahkannya, dan mereka menganggap seolah-olah penulis dua kitab itu bagaikan wali yang ma’shum. –Semoga Allah memberikan hidayah kepada mereka-Sungguh, telah banyak para ulama’ pencinta kebenaran yang mengkoreksi kitab-kitab semacam ini, yang berusaha membuang dan membersihkan agama ini dari kotoran-kotoran, yang berusaha memelihara kemurnian agama ini, yang berusaha memerangi para ahli bid’ah dan kebid’ahannya. Namun, usaha mereka itu tidaklah mendapatkan tempat bagi orang-orang yang cinta akan kesesatan dan kebid’ahan. Diantara kesesatan kitab itu adalah :
TABLIGHI NISHAB MENCAMPUR HADITS-HADITS MAUDHU’ DAN DHAIF
1. Dalam Fadha’iludz Dzikir, hal. 96 Diriwayatkan dari Umar, Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Salam bersabda : “Manakala nabi Adam ‘alahi salam melakukan perbuatan dosa, ia mengetengadahkan kepala ke langit seraya berkata : ‘Ya Rabb, aku memohon kepada-Mu dengan keagungan Muhammad, ampunilah dosaku.’ Maka Allah menurunkan wahyu dari ‘arsy. Lalu Adam berkata : ‘Maha suci nama-Mu, tatkala Kau menciptaku, aku mengetengadahkan kepalaku ke arah arsy, ternyata tertulis padanya, Laa Ilaaha Illallah Muhammad Rasulullah. Maka aku mengetahui bahwa tak seorangpun yang lebih mulia martabatnya di sisi-Mu daripada orang yang telah engkau jadikan beriringan dengan nama-Mu.’ Lalu Allah berfirman kepada Adam, ‘wahai Adam, sesunggunya Muhammad itu nabi terakhir dan termasuk anak cucumu, seandainya Muhammad tidak diciptakan maka Aku tidak menciptamu.” (Tablighi Nishab, bab Fadhailudz Dzikir, hal 96.)Keterangan : Hadits di atas adalah hadits Maudhu’ dalam Al-Maudhu’at Al-Kabir. Perawi-perawi dalam hadits di atas majhul (tidak dikenal).
2. Dalam Fadha’iludz Dzikir, hal. 109-110
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata, bersabda Rasulullah : ‘Barangsiapa menziarahi kuburanku, maka wajib atasnya syafatku.’ (Tablighi Nishab, Bab Fadha’iludz Dzikir, hal. 109-110)
Keterangan : Hadits di atas hadits Maudhu’, lihat Dhaiful Jami’ no 5618.
3. Dalam Fadha’ilul Haj, hal. 101
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata, Rasulullah bersabda : “Barangsiapa yang menziarahiku setelah wafat maka ia laksana menziarahiku sewaktu aku hidup.” Berkata penulis : Diriwayatkan oleh Imam Thabrani, Daruquthni dan Baihaqi. Baihaqi menyatakan Hadits ini Dhaif dalam Al Ittihaf. Berdasarkan riwayat Imam Baihaqi dalam Al-Misyqat disebutkan, “Siapa yang melakukan haji dan menziarahi kuburanku, maka ia seperti menziarahiku sewaktu aku hidup.” Berkata penulis : Al-Muwaffiq dalam Al-Mughni menjadikan hadits ini sebagai dalil terhadap keutamaan ziarah ke makam nabi. (Tablighi Nishab, bab Fadha’ilul Haj, hal 101)
Keterangan : Hadits di atas Maudhu’ dalam Dha’iful Jami’ no 5563
Inilah sekelumit di antara kandungan hadits-hadits Maudhu’ dalam Tablighi Nishab, yang masih sangat banyak lagi di dalamnya yang harus dibersihkan dan dibuang jauh-jauh, karena Rasulullah bersabda dalam haditsnya yang Mutawattir : “Barangsiapa berdusta atasku dengan sengaja maka persiapkan duduknya di atas neraka”, termasuk berdusta atas nama nabi yakni menyampaikan kepada ummat apa-apa yang bukan dari beliau namun disandarkan terhadap beliau, masuk di dalamnya menyampaikan atau menggunakan hadits maudhu’, dan telah sepakat ummat ini bahwa hadits maudhu’ tidak dapat dijadikan hujjah atau dalil.
TABLIGHI NISHAB BERISI KHURAFAT, HIKAYAT DAN DONGENG.
Muhammad Zakaria al-Kandahlawy –semoga Allah mengampuninya- di dalam bukunya Tablighi Nishab merangkum khurafat, bid’ah, mitos dan hikayat-hikayat yang memekakkan telinga dan jauh dari kodrat dan tidak bisa dibenarkan akal sehat. Rujukan yang dipegangnya tak dapat dipercaya dan ia menukil dari pengarang yang tak mendapatkan legitimasi para ulama’. Diantara kisah-kisah tersebut adalah :
 1. Dalam Fadhailul Haj, hal 137-138, akhir bab IX, hikayat ke-13 Dinukil dari As-Suyuthi dalam kitab Al-Hawi bahwa Sa’id Ahmad Ar-Rifa’I berziarah ke makam Nabi setelah haji pada tahun 555 H. Ia melagukan dua bait syair sebagai berikut :
Dalam hal yang jauh, ruhku kulepaskan….
Bumi menerima dariku, karena ia wakilku…
Inilah kerajaan khayalan yang aku hadiri…
Maka ulurkan tangan kananmu agar terengkuh oleh bibirku…
Lalu tangan nabi yang diberkahi keluar dari makamnya yang mulia dan Ar-Rifa’i pun mencium tangannya.
Penulis menambahkan dalam kitab Al-Bunyan Al-Masyid, “ada 90 ribu orang yang menyaksikan hal itu. Mereka adalah peziarah makam Nabi. Diantara peziara itu adalah Syaikh Abdul Qodir Jailani.”
(Tablighi Anishab, bab Fadhailul Haj, hal 137-138, akhir bab IX, hikayat 13)
2. Dalam Fadha’ilul Haj, hal 133
Syaikh Abu Khair Al-Aqtha’ berkata, “Aku merasa lapar karena selama 5 hari aku belum makan. Lalu aku berziarah dan ketiduran setelah aku membaca shalawat kepada Nabi di sisi makamnya. Aku bermimpi Nabi datang bersama Syaikhani dan Ali Radhiallahu ‘anhu. Kemudian beliau memberi aku sepotong roti. Aku makan roti itu setengahnya, ketika aku terbangun, aku melihat setengah roti sisanya masih ada di tanganku.” (Tablighi Nishab, bab Fadha’ilul Haj, hal 133)
3. Dalam Fadahilul hajj, hal 141
Syaikh Syamsuddin, ketua Khadamul haram An-Nabawi berkata : “Satu jama’ah dari Aleppo menyuap gubernur Madinnah agar mereka dizinkan membongkar makam Syaikhani dan mengambil jasad keduanya. Maka ketika itu datanglah 40 orang laki-laki membawa cangkul pada malam harinya. Keempat puluh orang itu iba-tiba saja hilang di telan bumi. Setelah itu gubernur Madinah berkata, ‘Janganlah kau sebarkan hal ini, atau aku akan memenggal kepalamu.” (Tablighi Nishab, bab Fadha’ilul Haj, hal 141)
4. Dalam Fadha’ilul Haj, hal 87)
Syaikh Zakaria berkata, “Dinukil dari beberapa Syaikh, bahwa seorang Syaikh yang tinggal di negeri Khurasan lebih dekat ke Ka’bah karena ia selalu bersentuhan dengan ka’bah dibandingkan orang-orang yang selalu berthawaf di ka’bah. Bahkan terkadang ka’bah datang mengunjunginya.” (Tablighi Nishab, bab Fadha’ilul Haj, hal 87)
5. Dalam Fadhailush Shadaqah, hal. 588. dikisahkan : Syaikh Zakaria mengerjakan sholat sebanyak 1000 raka’at dengan berdiri. Apabila ia merasa lelah, maka ia sholat dengan duduk sebanyak 1000 raka’at. (Tablighi Nishab, bab Fadha’ilush Shadaqah, hal 588)
6. Dalam Fadha’ilul Qur’an, hal. 15. Diceritakan : bahwa Ibnu Katib mengkhatamkan Al-Qur’an setiap hari sebanyak 8 kali.
7. Dalam Fadhailul Haj, hal. 218. Diceritakan : bahwa Nabi Khidr mengerjakan sholat shubuh di mekkah dan duduk di rukun syami sampai terbit matahari, kemudian sholat Dhuhur di Madinah, sholat ashar di Baitul Maqdis dan Sholat Maghrib dan Isya’ di Al-Iskandari.
8. Dalam Fadha’ilush Shadaqah hal. 588. Diceritakan : bahwa Abu Muhammad Al Jurairi melaksanaknan I’tikaf di Makkah selama setahun penuh, tidak tidur tidak pula bersandar di dinding atau tiang.
9. Dalam Fadhailul Hajj, hal 135
Seseorang bertanya kepada Nabi Khidir, “apakah kamu melihat seseorang yang lebih mulia daripada dirimu?” menjawab Nabi Khidir, “Pada suatu ketika aku berada di dalam masjid Muhammad (di madinah). Pada waktu itu Imam Abdurrazaq sedang mengajari jama’ah tentang hadits nabi, maka aku melihat seorang pemuda duduk sendiri di pojok masjid sambil meletakkan kepalanya di atas kedua lututnya. Aku bertanya padanya, ‘mengapa kau tidak mengikuti majlis Abdurrazaq dan mendengarkan hadits-hadits nabawi’, ia menjawab, ‘Di sana jama’ah mendengarkan pengajian dari Abdurrarzaq, namun di sini ada seorang sendirian mendengarkan pelajaran Abdurrazaq tanpa ada orang lain.’ Kemudian Nabi Khidr berkata, ‘Jika benar demikian maka katakanlah siapakah aku ini?’ Ia menjawab ‘Kamu adalah nabi Khidr’. Nabi Khidr berkata. ‘dengan demikian aku mengetahui bahwa ada sebagian wali Allah yang tidak aku ketahui dikarenakan ketinggian derajatnya.” (Tablighi Nishab, bab Fadha’ilul Hajj, hal 135)
Banyak lagi hikayat-hikayat lainnya di samping dongeng-dongeng di atas, yang mana di dalam buku ini banyak sekali berserakan di dalamnya mitos, kebatilan, khurafat dan bid’ah. Apakah gerangan yang diinginkan pengarang buku ini dengan memuat segala malapetaka ini? Bagiamana bisa Jama’ah Tabligh menerima sesuatu yang rasanya pahit ini? Bagiamanakah sikap ulama’ mereka terhadap bahaya sufistik ini? Apakah ada yang bisa menjawab? Hanya Allah lah tempat mengadu…!!!
PERNYATAAN ULAMA’-ULAMA’ SUNNAH TENTANG JAMA’AH TABLIGH·
Syaikh Al-Allamah Al-Muhaddits Muhammad Nashrudin Al-Albani –Rahimahullah- dalam fatawa Al-Imarotiyah hal. 30 ketika ditanya tentang jama’ah tabligh, beliau memberikan jawaban : “Da’wah Jama’ah Tabligh adalah sufi masa kini (shufiyyah ashriyyah) yang tidak berpijak kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya…”
· Fatwa terakhir Samahatusy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim ‘alu Syaikh –Rahimahullah- : “Saya jelaskan bahwa jam’iyyah ini (jama’ah tabligh, peny.) adalah jam’iyah yang tidak kebaikan padanya. Sebab itu jam’iyah ini adalah bid’ah lagi sesat menyesatkan.” (fatawa Syaikh Ibrahim, hal. 405 tanggal 29/1/82 H)
· Fatwa terakhir Al-Allamah Samahatusy-Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz bin Baaz –Rahimahullah-, ketika beliau ditanya mengenai jama’ah tabligh, beliau menjawab : “…Jama’ah Tabligh dari India yang sudah dikenal ini terdapat khurafat, bid’ah dan syirik pada mereka…” (Fatwa terakhir Syaikh bin Bazz dikutip dari kaset Ta’qib Samahatusy-Syaikh Abdul Aziz bin Bazz ‘ala Nadwah.)
· Syaikh Hammud bin Abdullah At-Tuwaijiri –Rahimahullah- ketika ditanya tentang jama’ah tabligh, beliau menjawab secara terperinci dalam Al-Qoul Al-Baligh fi ar-Roddi ‘ala jama’atit tabligh yang intinya adalah : “Saya katakan bahwa jama’ah tabligh itu kelompok yang sesat lagi bid’ah. Mereka tidaklah mengikuti jalan yang telah ditempuh Rasulullah dan sahabatnya, juga para tabi’in. Akan tetapi mereka mengikuti metode shufiyyah yang bid’ah…”
· Syaikh Ali Hasan ketika ditanya mengenai kebaikan jama’ah tabligh karena banyaknya pemuda yang masuk islam melalui da’wah mereka, menjawab : “Perkataan itu benar namun kurang! Benar jama’ah tabligh menda’wahi banyak manusia dimana menghasilkan orang yang dahulunya berandalan sekarang bertaubat, tetapi sebagaimana pendapat ulama’, bahwasanya hidayah itu ada dua, yakni hidayah ‘ila thariq (ke jalan) dan hidayah fi thariq (di jalan). Ya.. memang jama’ah tabligh ini mendakwahi manusia ‘ila thariq, tapi mereka tidak berdakwah fi thariq. Bagaimana tidak !!! aqidah mereka saja hancur!!! Mereka mengatakan dalam kitab mereka yang masyhur tablighi nishab yang penuh dengan khurafat serta penyimpangan-penyimpangan…” (kaset muhadharah Syaikh Ali berjudul Manhaj as-Salaf).
· Fatawa Lajnah Al-fatawa fi idaratil Buhuts al-ilmiyyah wal ifta’ wad da’wah wal irsyad, menyatakan : “Jama’ah Tabligh sangat berlebihan dalam hal-hal negatif dan generalisasi terhadap suatu masalah. Jama’ah tabligh tidak jelas mengikuti apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah dalam berdakwah sampai dengan perincian prinsip-prinsip syariat islam dan cabang-cabang hukumnya…” (dinukil oleh Ust. Falih Nafi’ dalam kitabnya Ad-Diinun-Nashiihah hal 17-18)
NASIHAT BAGI JAMA’AH TABLIGH
Kami nasihatkan bagi jama’ah tabligh dan orang-orang yang simpati pada da’wah mereka, termasuk orang-orang yang mengepankan ukhuwwah dan tidak menegakkan pilar saling menasihati dan membiarkan kebathilan dan kesalahan seperti ini dipendam dengan maksud menjaga ukhuwwah dan supaya ummat tidak terpecah belah, agar : 1. Bertakwa kepada Allah, takut akan siksa-Nya dan adzab-Nya. Menjauhi apa-apa yang dilarang-Nya dan meninggalkan segala hal yang mengakibatkan murka-Nya.2. Bertaubat kepada Allah akan kesalahan-kesalahan kita, berjanji tidak akan mengulanginya, dan meninggalkan segala pemahaman-pemahaman sesat dan salah yang selama ini kita pegang.
3. Menuntut ilmu dien yang syar’i yang selaras dengan pemahaman salaf ash-sholih, mengamalkannya, mendakwahkannya dan sabar dalam memeliharanya.
4. Senantiasa menegakkan pilar nasehat-menasehati dan tolong menolong dalam kebenaran dan ketakwaan.
Catatan kaki :
[1] keluar wilayah untuk berdakwah dengan jumlah waktu yang telah ditentukan seperti 4 bulan, 40 hari, seminggu, dls.
[2] baca ‘Jama’ah Tabligh’ karya M. Aslam Al-Bakistani –beliau mantan tokoh Jama’ah tabligh yang ruju’ /taubat dari manhaj tablighi-
[3] akan datang keterangannya mengenai kesesatan aqidah jama’ah tabligh ini.
[4] tersingkapnya tabir ghaib sehingga manusia dapat mengetahui yang ghaib dan ini merupakan aqidah shufi yang rusak
[5] keyakinan adanya wali-wali kutub yang memiliki kemampuan mempengaruhi kahidupan makhluk –ini termasuk kesyirikan yang nyata
[6] (ucapan-ucapan yang keluar dari orang-orang shufiyah ketika akal mereka hilang dan mereka menganggap mereka (orang-orang shufiyah ini, peny.) dalam maqam yang paling tinggi dan ucapannya hampir seperti wahyu –Wallahul musta’an)
[7] mencari berkah baik di kuburan ataupun di tempat-tempat yang dikeramatkan dan ini termasuk kesyirikan yang nyata
[8] Baca kitab mereka yang berjudul Bahjatul qulub karya Muhammad Iqbal, salah seorang tokoh jama’ah tabligh, buku ini penuh dengan keanehan-keanehan, kesyirikan dan kebid’ahan yang sesat lagi menyesatkan.
[9] Atau dikenal dengan Fadhailul ‘amal. Nama fadhailul ‘amal ini diambil sebagai upaya pentalbisan dengan mengangkat kebolehan penggunaan hujjah hadits dhaif dalam fadhilah ‘amal (amalan fadhilah), namun mereka melupakan syarat-syarat bolehnya hadits dhoif digunakan sebagai fadhilah amal, lebih jauh lagi, kitab ini bukan hanya mengangkat hadits dhoif saja, namun juga maudhu’, hikayat-hikayat, dan dongeng-dongeng palsu.
[10] Yaitu Bukhari Muslim, wallahu a’lam
[11] Akan menyusul contoh-contohnya dalam risalah ini 

http://abusalma.wordpress.com/2007/01/03/studi-kritis-pemahaman-jama%E2%80%99ah-tabligh/