Fenomena banyaknya orang-orang arab yang melakukan ” Kawin Kontrak ” di sebagian daerah di negeri kita, terutama di daerah ibukota dan Jawa Barat ternyata berimbas dengan pandangan negatif kaum muslimin negeri ini terhadap ulama-ulama Saudi Arabia. Dikarenakan tersebar bahwa kegiatan “Kawin Kontrak” tersebut bedasarkan fatwa ulama-ulama saudi Arabia. Akhirnya, gelar-gelar jelek pun disematkan kepada para ulama tersebut, mulai dari “Ulama sesat” Sampai gelar ” Ulama pengikut hawa nafsu”. Seandainya seseorang mau ilmiah,meneliti bukti-bukti otentik dari fatwa-fatwa tersebut dan juga melihat kenyataan yang ada, bisa jadi seseorang tidak sampai terjatuh dalam pencelaan terhadap ulama.
Dan catatan kami kali ini terkait dengan fenoma ini, fenomena yang sebenarnya sudah lama ada di negeri kita. Tidak hanya dilakukan orang Arab, akan tetapi juga dilakukan oleh bangsa kita sendiri terutama di daerah-daerah industri dan pertambangan.
Catatan ini akan terbagi menjadi beberapa bagian kecil :
1. Pengertian Nikah
2. Pengertian Thalaq
3. Pengertian nikah dengan niat thalaq
4. Perbedaan antara nikah dengan niat Thalaq dan nikah Mut’ah
5. fatwa ulama tentang nikah Mut’ah dan Nikah dengan niat Thalaq
6. Hubungan antara fatwa ulama dan perbuatan sebagian orang Arab di negeri kita.
Dan catatan kami kali ini terkait dengan fenoma ini, fenomena yang sebenarnya sudah lama ada di negeri kita. Tidak hanya dilakukan orang Arab, akan tetapi juga dilakukan oleh bangsa kita sendiri terutama di daerah-daerah industri dan pertambangan.
Catatan ini akan terbagi menjadi beberapa bagian kecil :
1. Pengertian Nikah
2. Pengertian Thalaq
3. Pengertian nikah dengan niat thalaq
4. Perbedaan antara nikah dengan niat Thalaq dan nikah Mut’ah
5. fatwa ulama tentang nikah Mut’ah dan Nikah dengan niat Thalaq
6. Hubungan antara fatwa ulama dan perbuatan sebagian orang Arab di negeri kita.
Nikah
Pengertian nikah dalam syariat adalah : “Mengikatkan diri pada seorang wanita untuk beristimta’ (bernikmat-nikmat dengannya) dan dengan tujuan menghasilkan anak (keturunan)” (Asy-Syarhul Mumti’ 12/5)
Dan tentunya disana ada rukun dan syarat-syarat agar sebuah akad pernikahan teranggap sah dalam syariat, dan bukan pada catatan ini letak pembahasannya…
Pengertian nikah dalam syariat adalah : “Mengikatkan diri pada seorang wanita untuk beristimta’ (bernikmat-nikmat dengannya) dan dengan tujuan menghasilkan anak (keturunan)” (Asy-Syarhul Mumti’ 12/5)
Dan tentunya disana ada rukun dan syarat-syarat agar sebuah akad pernikahan teranggap sah dalam syariat, dan bukan pada catatan ini letak pembahasannya…
Thalaq
Makna Thalaq adalah : “Pelepasan ikatan pernikahan atau sebagian dari pernikahan” (Asy-Syarhul Mumti’ 13/5)
Dan sebagai sesuatu yang sudah ma’ruf diketahui , bahwa Thalaq datangnya dari pihak suami, adapun permintaan untuk melepaskan diri dari pernikahan dari pihak istri disebut khulu’
Makna Thalaq adalah : “Pelepasan ikatan pernikahan atau sebagian dari pernikahan” (Asy-Syarhul Mumti’ 13/5)
Dan sebagai sesuatu yang sudah ma’ruf diketahui , bahwa Thalaq datangnya dari pihak suami, adapun permintaan untuk melepaskan diri dari pernikahan dari pihak istri disebut khulu’
Nikah dengan niat Thalaq
Yang dimaksud nikah dengan niat thalaq adaah seorang laki-laki melakukan akad nikah dengan niat bahwa dia akan menthalaq istrinya pada waktu yang sudah dia niatkan , baik apakah istrinya mengetahui niatnya tersebut ataupun tidak mengetahuinya.
Perbedaan antara nikah dengan niat thalaq dengan nikah mut’ah
Nikah dengan niat thalaq , hanya sekedar niat dari pihak laki-laki, baik sang wanita mengetahuinya maupun tidak , dan niat ini tidak disyaratkan dalam akad pernikahan. Dan akad nikah berjalan dengan normal seperti pernikahan biasa, adapun nikah mut’ah maka waktu atau lamanya pernikahan yang disepakati kedua belah pihak disebutkan dalam akad pernikahan, seperti seorang wali yang mengatakan pada seorang laki-laki : “Saya nikahkan kamu dengan putri saya, fulanah bintu Fulan sejak hari ini hingga 30 hari dari sekarang” . Dan bahkan sebagian wanita kaum Syi’ah rafidhah menikahkan dirinya sendiri tanpa walinya
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa perbedaannya adalah , nikah dengan niat thalaq, butuh tindakan otentik dari sang laki-laki berupa thalaq untuk memutuskan ikatan pernikahan dengan istrinya kelak dan bahkan bisa jadi yang pada awalnya pada akad peernikahan dia berniat menthalaq istrinya pada waktu yang dia inginkan namun dikarenakan melihat kebaikan dan bagusnya perilaku sang istri maka dia membatalkan niatnya dan meneruskan pernikahannya. Adapun nikah mut’ah, tidak diperlukan thalaq dari suami untuk memutusakan pernikahan, hanya cukup dengan datangnya perjanjian akhir pernikahan dalam akad maka terputuslah pernikahan.
Misalkan saja seorang laki-laki melakukan nikah mut’ah dengan seorang wanita dengan akad pernikahan sampai terbitnya fajar, maka apabila terbit fajar , wanita tersebut bukan lagi istri dari laki-laki terbut. Dia boleh pergi dari laki-laki tersebut walaupun laki-laki tersebut tidak menthalaqnya. Ini hanya salah satu perbedaannya yang terkait dengan pembahasan.
Nikah dengan niat thalaq , hanya sekedar niat dari pihak laki-laki, baik sang wanita mengetahuinya maupun tidak , dan niat ini tidak disyaratkan dalam akad pernikahan. Dan akad nikah berjalan dengan normal seperti pernikahan biasa, adapun nikah mut’ah maka waktu atau lamanya pernikahan yang disepakati kedua belah pihak disebutkan dalam akad pernikahan, seperti seorang wali yang mengatakan pada seorang laki-laki : “Saya nikahkan kamu dengan putri saya, fulanah bintu Fulan sejak hari ini hingga 30 hari dari sekarang” . Dan bahkan sebagian wanita kaum Syi’ah rafidhah menikahkan dirinya sendiri tanpa walinya
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa perbedaannya adalah , nikah dengan niat thalaq, butuh tindakan otentik dari sang laki-laki berupa thalaq untuk memutuskan ikatan pernikahan dengan istrinya kelak dan bahkan bisa jadi yang pada awalnya pada akad peernikahan dia berniat menthalaq istrinya pada waktu yang dia inginkan namun dikarenakan melihat kebaikan dan bagusnya perilaku sang istri maka dia membatalkan niatnya dan meneruskan pernikahannya. Adapun nikah mut’ah, tidak diperlukan thalaq dari suami untuk memutusakan pernikahan, hanya cukup dengan datangnya perjanjian akhir pernikahan dalam akad maka terputuslah pernikahan.
Misalkan saja seorang laki-laki melakukan nikah mut’ah dengan seorang wanita dengan akad pernikahan sampai terbitnya fajar, maka apabila terbit fajar , wanita tersebut bukan lagi istri dari laki-laki terbut. Dia boleh pergi dari laki-laki tersebut walaupun laki-laki tersebut tidak menthalaqnya. Ini hanya salah satu perbedaannya yang terkait dengan pembahasan.
Fatwa ulama tentang nikah Mut’ah dan Nikah dengan niat Thalaq
Nikah mut’ah ini, pada awalnya diperbolehkan dalam islam. sebagimana dalam surat An-Nisa : 24
Nikah mut’ah ini, pada awalnya diperbolehkan dalam islam. sebagimana dalam surat An-Nisa : 24
فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
“Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya”
Dan ini diperbolehkan pada masa itu ,ketika para sahabat sedang masa berperang, sebagaimana dalam hadits Ibnu Mas’ud Rhadiyallahu anhu’ dalam Shohihain (Bukhori No. 4615 Muslim No. 1404)
Imam As-Syafi’ dan sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa Nikah mut’ah awalnya diperbolehkan lalu dihapus hukumnya , lalu diperbolehkan kembali lalu dihapus lagi hukumnya untuk selamanya. Sebagian ulama lain berpendapat bahwa hanya satu kali fase diperbolehkan lalu dihapus untuk selamanya, sebagian lagi berpendapat bahwa lebih dari dua kali fase diperbolehkan dan kemudian dihapus. (Lihat tafsir Ibnu Katsir Surat An-Nisa : 24 )
Mengenai pendapat telah dihapusnya hukum diperbolehkannya untuk nikah mut’ah adalah merupakan pendapat seluruh para sahabat Rasulullah Shalallahu alaihi Wassalam kecuali yang dinukilkan dari Ibu Abbas Rhadiyallahu ‘anhuma dan kemudian beliau meralat pendapatnya setelah diberitahu bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi Wassalam telah melarangya untuk selamanya dan mayoritas ulama juga berpendapat diatas pendapat ini diantaranya adalah Imam As-Syafi’i, Ahmad, Ats-tsauri, Ibnul Mubarrok dan banyak lagi dan bahkan sebagian menukil ijm’a ulama . (Ikhtiyar Al-Fiqhiyah At-Tirmidzi)
Dan beberapa hadits yang menjelaskan tentang dilarangnya nikah mut’ah setelah diperbolehkan diantaranya :
Dan ini diperbolehkan pada masa itu ,ketika para sahabat sedang masa berperang, sebagaimana dalam hadits Ibnu Mas’ud Rhadiyallahu anhu’ dalam Shohihain (Bukhori No. 4615 Muslim No. 1404)
Imam As-Syafi’ dan sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa Nikah mut’ah awalnya diperbolehkan lalu dihapus hukumnya , lalu diperbolehkan kembali lalu dihapus lagi hukumnya untuk selamanya. Sebagian ulama lain berpendapat bahwa hanya satu kali fase diperbolehkan lalu dihapus untuk selamanya, sebagian lagi berpendapat bahwa lebih dari dua kali fase diperbolehkan dan kemudian dihapus. (Lihat tafsir Ibnu Katsir Surat An-Nisa : 24 )
Mengenai pendapat telah dihapusnya hukum diperbolehkannya untuk nikah mut’ah adalah merupakan pendapat seluruh para sahabat Rasulullah Shalallahu alaihi Wassalam kecuali yang dinukilkan dari Ibu Abbas Rhadiyallahu ‘anhuma dan kemudian beliau meralat pendapatnya setelah diberitahu bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi Wassalam telah melarangya untuk selamanya dan mayoritas ulama juga berpendapat diatas pendapat ini diantaranya adalah Imam As-Syafi’i, Ahmad, Ats-tsauri, Ibnul Mubarrok dan banyak lagi dan bahkan sebagian menukil ijm’a ulama . (Ikhtiyar Al-Fiqhiyah At-Tirmidzi)
Dan beberapa hadits yang menjelaskan tentang dilarangnya nikah mut’ah setelah diperbolehkan diantaranya :
عن أمير المؤمنين علي بن أبي طالب رضي الله عنه قال: نهى النبي صلى الله عليه وسلم عن نكاح المتعة وعن لحوم الحمر الأهلية يوم خيبر
Dari Amirul Mu’minin Ali Rhadiyallahu ‘anhu : ” Nabi Shalallahu alaihi Wassalam telah melarang dari Nikah Mut’ah dan daging Keledai piaraan pada perang Khaibar” (HR. Bukhori 4216 dan Muslim 1407)
Dan juga hadits dari Ar-Robi’ bin Sabroh bin Ma’bad Al-Juhani dari ayahnya (Sabroh bin Ma’bad Al-Juhani Rhadiyallahu ‘anhu ) . bahwa ayahnya berperang bersama Rasulullah Shalallahu alaihi Wassalam pada hari penaklukkan kota Mekkah, dan Rasulullah Shalallahu alaihi Wassalam bersabda :
Dan juga hadits dari Ar-Robi’ bin Sabroh bin Ma’bad Al-Juhani dari ayahnya (Sabroh bin Ma’bad Al-Juhani Rhadiyallahu ‘anhu ) . bahwa ayahnya berperang bersama Rasulullah Shalallahu alaihi Wassalam pada hari penaklukkan kota Mekkah, dan Rasulullah Shalallahu alaihi Wassalam bersabda :
يأيها الناس، إني كنت أذنت لكم في الاستمتاع من النساء، وإن الله قد حَرم ذلك إلى يوم القيامة
Artinya : ” Wahai manusia. sesungguhnya dahulu aku telah mengizinkan untuk kalian beristimta’ (melakukan nikah mut’ah) dengan kalangan wanita, dan sesungguhnya Allah telah mengharamkan hal itu hingga hari kiamat” (HR. Muslim No. 3488)
Adapun mengenai nikah dengan niat Thalaq maka ulama berbeda pendapat mengenai boleh atau tidaknya, sah atau tidaknya.
As-Syafi’iyah berpendapat bahwa nikah ini Makruh, adapun Al-Hanabilah dalam pendapat yang shohih dari mere kaberpendaat bahwa nikah ini bathil karena serupa dengan nikah mut’ah adapun Al-Malikiyah berpendapat apabila sang wanita mengetahui niat sang laki-laki tersebut maka hukumnya haram. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah)
Dan termasuk yang menganggap boelehnya pernikahan seperti ini adalah Lajnah Da’imah Al-Buhuts wal Ifta’, yang dipimpin oleh Syaikh Ibnu Baaz Rahimahullahu. dan beliau menukil bahwa ini adalah pendapat jumhur ulama sebagaimana diklaim oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mugnie.
Dasar ulama yang membolehkan adalah bahwa niat tersebut hanya antara dia dan Allah, dan sekedar niat saja tidak merusak atau membatalkan akad nikah dan terkadang namanya hanya sekedar niat bisa jadi dilaksanakan dan bisa jadi tidak dilaksanakan.
Dan beliau (Ibnu Baaz Rahimahullahu) mencontohkan pernikahan seperti ini pada orang yang berada di negeri asing sedang menuntut ilmu, maka boleh bagi dia menikah dan dia berniat apabila selesai belajarnya di negeri tersebut maka maka dia akan menthalaq istrinya, dan ini untuk menghindarkan diri dari zina.(Majalah Buhuts Ilmiyah )
Akan tetapi dalam tempat yang lain beliau menasehatkan lebih baik untuk meninggalkan niat ini agar terlepas dari perbedaan di kalangan ulama dalam masalah sah atau tidaknya pernikahan ini, karena menurut beliau seorang laki-laki tidak butuh niat dari awal untuk menthalaq istrinya, kapan saja dia melihat mashlahat utuk menthalaq istrinya maka dia bisa lakukan.
Adapun ulama yang menganggap tidak sahnya pernikahan ini diantaranya adalah Majama Al-Fiqhi Al-Islami, Lembaga kajian Fiqih yang berpusat di Mekkah Al-Mukarromah.
Adapun ulama besar Saudi Arabia lainnya, Al-Allamah Ibnu Utsaimin Rahimahullahu, beliau mengatakan bahwa nikah dengan niat Thalaq tidak akan lepas dari 2 keadaan :
Adapun mengenai nikah dengan niat Thalaq maka ulama berbeda pendapat mengenai boleh atau tidaknya, sah atau tidaknya.
As-Syafi’iyah berpendapat bahwa nikah ini Makruh, adapun Al-Hanabilah dalam pendapat yang shohih dari mere kaberpendaat bahwa nikah ini bathil karena serupa dengan nikah mut’ah adapun Al-Malikiyah berpendapat apabila sang wanita mengetahui niat sang laki-laki tersebut maka hukumnya haram. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah)
Dan termasuk yang menganggap boelehnya pernikahan seperti ini adalah Lajnah Da’imah Al-Buhuts wal Ifta’, yang dipimpin oleh Syaikh Ibnu Baaz Rahimahullahu. dan beliau menukil bahwa ini adalah pendapat jumhur ulama sebagaimana diklaim oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mugnie.
Dasar ulama yang membolehkan adalah bahwa niat tersebut hanya antara dia dan Allah, dan sekedar niat saja tidak merusak atau membatalkan akad nikah dan terkadang namanya hanya sekedar niat bisa jadi dilaksanakan dan bisa jadi tidak dilaksanakan.
Dan beliau (Ibnu Baaz Rahimahullahu) mencontohkan pernikahan seperti ini pada orang yang berada di negeri asing sedang menuntut ilmu, maka boleh bagi dia menikah dan dia berniat apabila selesai belajarnya di negeri tersebut maka maka dia akan menthalaq istrinya, dan ini untuk menghindarkan diri dari zina.(Majalah Buhuts Ilmiyah )
Akan tetapi dalam tempat yang lain beliau menasehatkan lebih baik untuk meninggalkan niat ini agar terlepas dari perbedaan di kalangan ulama dalam masalah sah atau tidaknya pernikahan ini, karena menurut beliau seorang laki-laki tidak butuh niat dari awal untuk menthalaq istrinya, kapan saja dia melihat mashlahat utuk menthalaq istrinya maka dia bisa lakukan.
Adapun ulama yang menganggap tidak sahnya pernikahan ini diantaranya adalah Majama Al-Fiqhi Al-Islami, Lembaga kajian Fiqih yang berpusat di Mekkah Al-Mukarromah.
Adapun ulama besar Saudi Arabia lainnya, Al-Allamah Ibnu Utsaimin Rahimahullahu, beliau mengatakan bahwa nikah dengan niat Thalaq tidak akan lepas dari 2 keadaan :
- Waktu thalaq disyaratkan dalam akad pernikahan seperti sebulan atau setahun maka nikah ini haram karena ini adalah nikah mut’ah.
- Waktu thalaq tidak disyaratkan dalam akad pernikahan, maka yang mahsyur dai madzhab Al-Hanabilah akad ini Haram dan Fasid (rusak) karena al-Hanabilah berpendapat bahwa sesuatu yang diniatkan (memiliki hukum) seperti sesuatu yang disyaratkan. Kemudian beliau menukil juga bahwa sebagian ulama berpendapat bolehnya pernikahan seperti ini, dan ini adalah satu dari dua pendapat ibnu taimiyah .
Kemudian beliau Ibnu Utsaimin Rahimahullahu berkata :
“Dan adapun menurutku bahwa yang benar bawa pernikahan (jenis kedua) ini bukanlah nikah mut’ah. karena tidak bisa diterapkan atasnya pengertian nikah mut’ah akan tetapi pernikahan ini haram dari sisi bahwa pernikahan itu adalah penipuan terhadap istrinya dan keluarga istri,dan sungguh Rasulullah Shalallahu alaihi Wassalam telah mengaharamkan penipuan dan tipu daya.
Dan Rasulullah Shalallahu alaihi Wassalam juga bersabda :
“Dan adapun menurutku bahwa yang benar bawa pernikahan (jenis kedua) ini bukanlah nikah mut’ah. karena tidak bisa diterapkan atasnya pengertian nikah mut’ah akan tetapi pernikahan ini haram dari sisi bahwa pernikahan itu adalah penipuan terhadap istrinya dan keluarga istri,dan sungguh Rasulullah Shalallahu alaihi Wassalam telah mengaharamkan penipuan dan tipu daya.
Dan Rasulullah Shalallahu alaihi Wassalam juga bersabda :
لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه
Artinya : “Tidak sempurna keimanan seseorang sampai dia mencintai untuk saudaranya apa-apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri “ (HR. Bukhari No. 13 dan Muslim No. 45)
(Fatwa Al-Islami 3/328, Muhamad bin Abdul Azizi Al-Musnad)
(Fatwa Al-Islami 3/328, Muhamad bin Abdul Azizi Al-Musnad)
Hubungan antara fatwa ulama dan perbuatan sebagian orang Arab di negeri kita.
Dan dengan berdasarkan fatwa ulama yang membolehkan inilah sebagian manusia pergi ke negeri-negeri yang jauh untuk memuaskan hawa nafsunya selama sebulan,sepekan bahkan hanya beberapa hari. Maka bagi orang-orang seperti ini cukuplah yang dikatakan oleh Al-Allamah Ibnu Utsaimin Rahimahullahu, ketika beliau ditanya tentang para pemuda yang pergi ke luar negeri untuk menikah dengan niat Thalaq pada saat liburan dengan alasan mereka tidak mampu menikah, maka beliau menjawab :
” Masya Allah, Orang-orang ini pergi untuk berzina. maka apabia mereka melakukannya maka mereka adalah para penzina. Karena sesungguhnya mereka yang membolehkan nikah dengan niat thalaq dari kalangan ulama yaitu (pada) laki-laki asing yang berpergian bukan untuk tujuan ini , dia pergi untuk berdagang, menuntut ilmu atau berobat kemudian berdiam di tempat tersebut. maka yang seperti ini ulama berbeda pendapat, apakah boleh bagi dia untuk menikah dengan niat thalaq atau tidak boleh ?? maka sebagian dari mereka memperbolehkannya, dan adapun yang berpergian untuk tujuan ini saja (nikah dengan niat thalaq) maka sesungguhnya tidak ada satupun (ulama) yang berpendapat bolehnya” (Liqo’ Al-Babi Al-Baftuh)
dan beliau berkata dalam tempat yang lain (Liqo’ As-Sahri 4/222):
“Adapun berpegian ke sebuah negeri untuk menikah (dengan niat thalaq) maka ini tidak ada yang berpendapat bolehnya kecuali yang berpendapat bolehnya nikah mut’ah seperti rafidhah. da ini adalah pandangan bathil, Sunnah telah membatalkannya. karena sesungguhnya Nabi Shalallahu alaihi Wassalam bersabda tentang nikah mut’ah :
Dan dengan berdasarkan fatwa ulama yang membolehkan inilah sebagian manusia pergi ke negeri-negeri yang jauh untuk memuaskan hawa nafsunya selama sebulan,sepekan bahkan hanya beberapa hari. Maka bagi orang-orang seperti ini cukuplah yang dikatakan oleh Al-Allamah Ibnu Utsaimin Rahimahullahu, ketika beliau ditanya tentang para pemuda yang pergi ke luar negeri untuk menikah dengan niat Thalaq pada saat liburan dengan alasan mereka tidak mampu menikah, maka beliau menjawab :
” Masya Allah, Orang-orang ini pergi untuk berzina. maka apabia mereka melakukannya maka mereka adalah para penzina. Karena sesungguhnya mereka yang membolehkan nikah dengan niat thalaq dari kalangan ulama yaitu (pada) laki-laki asing yang berpergian bukan untuk tujuan ini , dia pergi untuk berdagang, menuntut ilmu atau berobat kemudian berdiam di tempat tersebut. maka yang seperti ini ulama berbeda pendapat, apakah boleh bagi dia untuk menikah dengan niat thalaq atau tidak boleh ?? maka sebagian dari mereka memperbolehkannya, dan adapun yang berpergian untuk tujuan ini saja (nikah dengan niat thalaq) maka sesungguhnya tidak ada satupun (ulama) yang berpendapat bolehnya” (Liqo’ Al-Babi Al-Baftuh)
dan beliau berkata dalam tempat yang lain (Liqo’ As-Sahri 4/222):
“Adapun berpegian ke sebuah negeri untuk menikah (dengan niat thalaq) maka ini tidak ada yang berpendapat bolehnya kecuali yang berpendapat bolehnya nikah mut’ah seperti rafidhah. da ini adalah pandangan bathil, Sunnah telah membatalkannya. karena sesungguhnya Nabi Shalallahu alaihi Wassalam bersabda tentang nikah mut’ah :
إنها حرام إلى يوم القيامة
Sesungguhnya Allah telah mengharamkan hal itu hingga hari kiamat” (HR. Muslim No. 3488)
Kesimpulan Catatan :
- terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang sahnya nikah dengan niat thalaq baik ulama dahulu maupun ulama sekarang.
- Ulama yang yang berpendapat tentang bolehnya nikah dengan niat thalaq ini sudah ada sejak ulama-ulama dahulu , termaktub di dalam kitab-kitab Fiqih Madzhab. jadi bukan fatwa baru yang disangka sebagian orang hanya berasal dari ulama zaman sekarang yang berasal dari Saudi Arabia.
- Perbuatan orang-orang arab dengan melakukan kawin kontrak di negeri kita, pada dasarnya kebanyakkan bukanlah nikah dengan niat thalaq yang sebagian ulama memperbolehkannya akan tetapi zina .
Wallahu A’lam
Nb : Semua nukilan kitab bersumber dari Maktabah Syamilah, karena keterbatasan kitab yang kami miliki