Telah menyampaikan kepada saya Syaikhuna As-Syaikh Al Muhaddits Al Hafizh Al Faqih Mufti Kerajaan Saudi Arabia Bagian Selatan, Ahmad bin Yahya bin Muhammad Syabir An-Najmi Alu Syabir Al Atsari rahimahullah dengan sanad yang bersambung sampai kepada Al Imam Al Hafizh Abu Muhammad Abdul Ghani bin Abdul Wahid Al Maqdisi rahimahullah, beliau berkata dalam kitabnya Umdatul Ahkam :
Dari Jabir bin Abdillah, dari Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam bahwa beliau bersabda :
"Barangsiapa memakan bawang putih atau bawang merah, hendaknya menjauh dari kami dan menjauh dari masjid kami serta tinggal di rumah".
Dan dihidangkan kepada Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam sebuah periuk yang berisi sayuran dari sayuran bertunas. Kemudian tercium aromanya oleh beliau. Lalu beliau bertanya (tentangnya) . Kemudian beliau diberitahu tentang sayuran (bertunas) tersebut. Lalu beliau bersabda :
"Dekatkan ia kepada sebagian Shahabatku".
"Barangsiapa memakan bawang putih atau bawang merah, hendaknya menjauh dari kami dan menjauh dari masjid kami serta tinggal di rumah".
Dan dihidangkan kepada Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam sebuah periuk yang berisi sayuran dari sayuran bertunas. Kemudian tercium aromanya oleh beliau. Lalu beliau bertanya (tentangnya) . Kemudian beliau diberitahu tentang sayuran (bertunas) tersebut. Lalu beliau bersabda :
"Dekatkan ia kepada sebagian Shahabatku".
Tatkala Shahabat tersebut melihat demikian, maka dia menjadi enggan memakannya, beliau bersabda :
"Makanlah, sebab saya bermunajat dengan malaikat yang kalian tidak bermunajat dengannya".
Syaikhuna Ahmad An-Najmi –Hafizhahullah- berkata :
Tema Hadits :
Keringanan bagi orang yang memakan bawang putih dan bawang merah serta bawang bakung untuk meninggalkan shalat berjamaah selama dia tidak menjadikan hal tersebut sebagai alasan yang disengaja untuk meninggalkan shalat berjamaah. Jika dia melakukannya dengan sengaja untuk mendapatkan udzur dari berjamaah, maka perbuatannya adalah haram dan pelakunya berdosa.
Kosa Kata :
( الثُّوْمُ وَالبَصَلُ): Adalah dua tanaman yang sudah dikenal (bawang putih dan bawang merah), jika dimakan dapat menimbulkan aroma tidak sedap dari mulut orang yang memakannya. Dan akan hilang atau berkurang aromanya jika dimatikan dengan cara dimasak. Ahli kedokteran menyebutkan bahwa syidzab (jenis tanaman yang beraroma wangi), jika dikunyah setelah makan bawang putih dan bawang merah, maka ia dapat menghilangkan baunya.
( فَلْيَعْتَزِلْنَا أَوْ لِيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا) : Adalah idzin untuk tidak berjamaah atau ancaman tidak mendapatkan pahala berjamaah.
( بِقِدْرٍ ) : (القِدْرُ ) adalah bejana yang digunakan untuk memasak makanan.
( فِيْهِ خَُضَِرَاتٌ) : Dengan mendhammah kan yang pertama dan menfathahkan yang kedua atau menfathahkan yang pertama dan mengkasrahkan yang kedua. Hal ini disebutkan oleh Ash-Shan'ani dalam Al Uddah. Sementara Ibnul Atsir tidak menyebutkan dalam An-Nihayah selain dengan menfathahkan kha dan mengkasrahkan dhad. Dan ini yang termasyhur.
( فَأُخْبِرَ بِمَا فِيْهَا مِنَ البُقُوْلِ) : Yaitu bentuk jamak dari ( بَقْل), dan yang dimaksud dengan ( البَقْل) adalah sayuran (bertunas) yang dimakan sebagai lalapan dari daun-daunan.
Sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam : (كُلْ فَإِنِّي أُنَاجِي مَِنْ لاَ تُنَاجِي) : Maksudnya adalah bermunajat dengan malaikat. Dan (makna) munajat adalah berbincang-bincang dengan lirih. Dan perintah dalam hadits ini menunjukkan boleh (memakannya) .
Makna Umum :
Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam melarang orang yang memakan bawang putih dan bawang merah serta bawang bakung sebagai lalapan untuk masuk kedalam masjid dan memerintahkannya untuk menyendiri dan duduk tinggal di rumah.
Dan pernah dihidangkan kepada Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam makanan yang telah dimasak di dalam sebuah periuk yang di dalamnya terdapat bawang putih. Kemudian Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam meninggalkannya seraya bersabda : "Dekatkan ia kepada sebagian Shahabatku". Akan tetapi Shahabat tersebut enggan memakannya ketika melihat Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam meninggalkan makanan tersebut. Maka Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam berkata kepadanya : "Makanlah, sebab saya bermunajat dengan malaikat yang kalian tidak bermunajat dengannya". Yaitu bahwa beliau berbincang dengan malaikat.
Fikih Hadits :
1. Dipahami darinya makruhnya memakan sayuran yang memiliki aroma tidak sedap bagi yang berkewajiban shalat berjamaah, kecuali pada waktu yang memungkinkan baginya untuk pergi ke masjid setelah membersihkan aroma tersebut dari mulutnya. Seperti memakannya ba'da Isya' atau ba'da shalat Shubuh, berdasarkan riwayat Ibnu Khuzaimah di dalam Shahihnya 3/85 dari hadits Abu Said Al Khudri, di dalamnya terdapat lafazh :
((وَمَنْ أَكَلَهُ مِنْكُمْ فَلاَ يَقْرَبْ هَذَا المَسْجِدَ حَتَّى يَذْهَبَ رِيْحُهُ))( [2]) .
Artinya : "Dan barangsiapa diantara kalian yang memakannya, maka janganlah dia mendekati masjid ini sampai hilang aromanya".
2. Bahwa hukum makruh terbatas pada lalapannya (yaitu dimakan mentah). Sedangkan jika dimasak sampai hilang aromanya, maka tidak dimakruhkan. Kepadanya sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam berikut diarahkan :
((فَإِنِّي أُنَاجِي مَِنْ لاَ تُنَاجِي )).
Artinya : "Makanlah, sebab saya bermunajat dengan malaikat yang kalian tidak bermunajat dengannya".
Dan hal ini semakin diperjelas dengan ucapannya :
((وَأُتِيَ بِقِدْرٍ فِيْهِ خَضِرَاتٌ)).
Artinya : Dan dihidangkan kepada Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam sebuah periuk yang berisi sayuran.
Keberadaan sayuran tersebut di dalam periuk menunjukkan bahwa ia telah dimasak.
Sedangkan ucapannya :
((فَوَجَدَ لَهَا رِيْحاً)).
Artinya : Kemudian tercium aromanya oleh beliau.
Maksudnya adalah aroma sayuran yang telah dimasak berbeda dengan aromanya setelah dimakan.
Sedangkan Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam meninggalkannya dan (beliau menganggapnya) makruh karena beliau selalu berbincang dengan Jibril. Dan yang menunjukkan hal ini adalah hadits riwayat Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dari hadits Ummu Ayyub, dia berkata :
((نَزَلَ عَلَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ e فَتَكَلَّفْنَا لَهُ طَعَاماً فِيْهِ بَعْضُ البُقُوْلِ))
Artinya : Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam berkunjung ke tempat kami, maka kami menyajikan untuk beliau masakan yang di dalamnya terdapat beberapa sayuran bertunas.
Kemudian dia menyebutkan hadits. Dan di dalamnya terdapat lafazh :
((كُلُوْا فَإِنِّي لَسْتُ كَأَحَدٍ مِنْكُمْ, إِنِّي أَخَافُ أَنْ أُوْذِيَ صَاحِبِي)).( [3])
Artinya : Makanlah, sebab sesungguhnya saya tidak seperti salah seorang diantara kalian. Sesungguhnya saya khawatir mengganggu Shahabat saya.
Dan diantara yang menunjukkan hal ini juga adalah hadits riwayat Muslim dan Ibnu Khuzaimah bahwa Umar bin Al Kaththab berkhuthbah dihadapan manusia di hari jumat, kemudian dia berkata :
((أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّكُمْ تَأْكُلُوْنَ شَجَرَتَيْنِ مَا أَرَاهُمَا إِلاَّ خَبِيْثَتَيْنِ : هَذَا الثُّوْمُ وَهَذَا البَصَلُ, وَقَدْ كُنْتُ أَرَى الرَّجُلَ يُوْجَدُ مِنْهُ رِيْحُهُ, فَيُؤْخَذُ بِيَدِهِ فَيُخْرَجُ إِلَى البَقِيْعِ، وَمَنْ كَانَ أَكَلَهَا فَلْيُمِتْهَا طَبْخاً)).( [4])
Artinya : Wahai manusia, sesungguhnya kalian memakan dua tanaman yang tidaklah saya melihatnya melainkan jelek keduanya. Yaitu bawang putih dan bawang merah. Dahulu saya melihat ada seseorang yang tercium bau darinya kemudian digandeng tangannya kemudian dikeluarkan ke Baqi'. Maka barangsiapa ingin memakannya maka matikanlah aromanya dengan cara dimasak.
Dan Abu Awanah mengeluarkan dari hadits Jabir, Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda :
مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ – يَعْنِي الثُّوْمَ – فَلاَ يَغْشَانَا فِي مَسْجِدِنَا، قَالَ : مَا يَعْنِي بِهِ ؟ قَالَ مَا أُرَاهُ إِلاَّ نَيِّئَهُ)).( [5])
Artinya : "Barangsiapa memakan tanaman ini –yaitu bawang putih- maka janganlah dia mendekati kami di masjid kami".
Atha' bertanya : "Apa yang dimaksud oleh beliau ?"
Jabir menjawab : "Tidaklah diperlihatkan kepada saya oleh Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam melainkan tanaman yang dimakan mentah".
Oleh sebab itu Al Bukhari mengarahkannya seraya berkata dalam Shahihnya (بَابُ مَا جَاءَ فِي الثُّوْمِ النَّيِّئِ). Yaitu bab tentang bawang putih yang dimakan mentah.
3. Dipahami darinya makruhnya memasuki masjid-masjid dengan beraroma tidak sedap seperti ini. Barangsiapa melakukannya berarti dia hendak mengganggu hamba Allah dari para malaikat dan orang-orang shalih. Kepadanyalah larangan pada hadits berikut diarahkan :
((فَلاَ يَقْرَبَنَّ مَسَاجِدَنَا)).
Artinya : Janganlah dia mendekati masjid-masjid kami.
Sebagian Ulama' berdalil dengan hadits ini bahwa shalat jamaah bukanlah fardhu ain. Dan hal ini telah dibantah oleh Ibnu Daqiqil Id dan Al Hafizh dalam Fathul Bari serta Syaikh Abdul Aziz bin Baz pada ta'liqnya.
4. Terdapat dalam riwayat Ahmad bin Shalih dari Ibnu Wahb pada riwayat Syaikhain dengan lafazh (بِبَدْرٍ ). Dan ia diselisihi oleh Said bin Ufair pada riwayat Al Bukhari, Abu Thahir dan Harmalah bin Yahya pada riwayat Muslim. Mereka semua berkata : (بِقِدْرٍ ).
Sebagian Ulama' menguatkan riwayat pertama dengan alasan bahwa Ibnu Wahb menafsirkan (بِبَدْرٍ ) bahwa ia adalah mangkok. Sementara Al Hafizh menguatkan riwayat Jamaah. Dan iniliah yang tampak dari pendapat Al Bukhari dalam penshahihan larangan tersebut dengan (yang) dimakan mentah. Dengannya tercapailah kompromi diantara dalil-dalil.
Sedangkan keengganan Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam untuk memakannya (walaupun) dalam keadaan telah dimasak, maka ini merupakan kekhususan beliau. Sebagaimana hal ini telah diisyaratkan oleh Ibnu Khuzaimah pada ucapannya :
((ذِكْرُ مَا خَصَّ اللهُ بِهِ نَبِيَّهُ مِنْ تَرْكِ أَكْلِ الثُّوْمِ وَنَحْوِهِ مَطْبُوْخاً)).
Penyebutan apa yang Allah khususkan kepada Nabi-Nya untuk meninggalkan makan bawang dan sejenisnya dalam keadaan telah dimasak.
5. Sebagian Ulama' mengkhususkan larangan tersebut berlaku pada masjid Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam . Mereka berdalil dengan lafazh :
((فَلاَ يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا )).
Artinya : "Maka janganlah dia mendekati masjid kami".
Pendapat ini lemah dengan beberapa alasan berikut :
Pertama : Bahwa penyebabnya tidak khusus pada masjid Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam, akan tetapi umum mencakup seluruh masjid .
Kedua : Terdapat lafazh (المَسَاجِد ) dan lafazh (المَسْجِد ), bahkan terdapat sebab terucapnya hadits yang akan datang pada saat perang Khaibar. Dengan demikian jelaslah bahwa maksudnya adalah tempat shalat dimana-pun berada. Wallahu a'lam.
http://abumusli.co.nr/2007/11/bau-bawang-masuk-masjid.html