Tuesday, February 15, 2011

Jamaah Tabligh yang Kukenal...


Ini adalah sebuah kisah nyata yang ana alami sendiri bersama jamaah tabligh selama 6 tahun, dulu ana merupakan salah satu pengikut dan pembela mati2an jamaah tabligh. sebuah jamaah baru dari india yg didirikan oleh syaikh Maulana Ilyas Al kandahlawi bersama teman dan keluarganya.yang sudah tidak asing lagi bagi kita semua. jamaah tabligh memang sangat handal dalam mempengaruhi orang2 awam, kyai, ustadz, dan tentu dalam tanda petik "tidak semua". mereka dulu sangat menyejukkan hati dan pikiran ana, namun setelah ana masuk lebih dalam secara kritis ternyata ana temukan penyimpangan2 yg luar biasa. sebenarnya ana sudah merasakan ketidak beresan dengan jamaah ini, 3 tahun setelah ana ikut dengan aktifitas mereka, namun ana coba utk berhusnudzon kepada mereka, karena mereka juga mengamalkan sunnah, dan mendakwahkan sunnah ( sunnah2 tertentu yg lazim, itupun sudah terkotori oleh bid'ah ).
Mengapa saya Keluar dari JT...???

ini berawal ketika ana berinteraksi dengan empat manhaj ( manhaj tabligh, manhaj NU , manhaj ikhwani/hizbi dan manhaj Salaf),keberadaan ana dalam interaksi ketat antara keempat manhaj inilah yg membuat ana terpacu utk mencari kebenaran yg lebih rojih diantara 4 itu, silih berganti ana masuk kepada keempatnya, karena ana sejak dulu berkeyakinan, kebenaran hanya satu, dan golongan yg selamat pasti hanya satu( berdalil dari hadits iftiroqul ummah), dan ana harus mencari satu kebenaran itu, satu golongan itu... ibaratnya ana seperti musafir yg mencari satu berlian yg langka di zaman ini. di NU ana dilahirkan dan dibesarkan, keluarga ana dari umi dan abah adalah NU tulen dari generasi ke generasi, saya sangat terwarnai pada waktu itu, namun al hamdulillah meskipun demikian, saya berangkat dari pemikiran NU yg hanif, dimana abah tidak mau bertaklid dengan ke NU an meskipun beliau berpemahaman NU( asy'ariyah), beliau menolak sufiyah, dan tabaruk di kuburan. alhamdulillah sejak awal ana sudah ber basic seperti ini. walaupun pemahaman abah sedemikian itu, namun ana juga pernah ziarah kekuburan wali(yg dianggap wali oleh mereka), namun ana langsung timbul pertanyaan, masa orang yg sudah meninggal bisa ngasih bantuan, menghubungkan dengan Alloh? itu yg langsung terbesit dari benak ana. sampai pada titik klimaksnya ana kenal dengan Ikhwanul Muslimin di sekolah SMA ana dulu, dan mulailah perbandingan pemahaman ana lakukan, melalui dialog dengan mereka dan berdiskusi dengan mereka, dan tibalah pada klimaksnya ana berittikad utk keluar dari keyakinan NU dan beralih pada pemahaman Ikhwanul Muslimin yg pada waktu itu mendirikan PK (Partai Keadilan), mulailah ana dengan interaksi, aktfitas PK ana sering ikuti, mulai dari kajian liqo' sampai turun kejalan utk kampanye, setelah ana mengenal PK lebih jauh, ana berfikir kenapa begitu militan sekali mereka ini, sampai bikin sistem partai, padahal secara logika umat islam akan semakin terkotak2, maka dari sinilah ana mengenal jamaah tabligh di masjid kampung ana. dan melaui diskusi panjang lebar otomatis dengan basic pemahaman ikhwani dan NU yg masih merwarnai ana, sampai titik akhir ana merasa kalah dengan bujukan JT, pada waktu itu ana melihat JT lebih simpel, sifatnya menyatukan umat baik dari NU, Muhammadiyah, dll bisa masuk tanpa susah payah...inilah yg membuat ana tertarik pada JT. dan disinilah ana berlama2 sampai 6 tahun bergabung dengan mereka... suatu hari ana keluar 3 hari dengan karkun di daerah bawen bersama Orang tua halaqoh bawen (ungaran-semarang) saat itu ana sudah bergabung selama 3 tahun dengan JT, dan ana sudah menikah, ana mencari kontrakan rumah dan ana di tawari di rumah karkun juga yg sudah belasan tahun ikut JT bahkan sudah pernah ke IP (IP= india pakistan, pada waktu itu tertib khuruj belum sampai ke bangladesh tapi ke India dan pakistan, sekarang ada tertib keluar 4 bulan IPB, india, pakistan dan bangladesh), ana putuskan mengajak istri ana tinggal di rumah karkun itu, dan alangkah terkejutnya ana ketika ana, ketika karkun pemilik rumah itu menyodorkan secarik kertas yg berisi amalan wirid agar di baca sebelum mendiami rumahnya. amalan itu adalah membaca Allohumma anzilni mubarokan wa anta khoirun munzilin sebanyak 4444 kali, tentu ana terima saja walaupun keyakinan ana berseberangan dengan dia, bahkan ana tidak mengamalkan amalan tersebut setelahnya, dan semakin terkejut lagi ketika di rumahnya yg super besar itu terdapat rajah2, jimat, hizib dan tulisan2 tanpa terbaca di setiap pintu, jendela, dan kamar yg intinya sebagai tolak kebakaran, tolak maling, tolak jin dll. istighfar ana tak habis2 saat itu, dan lebih anehnya lagi ketika itu ana sampaikan pada senior lain mereka justru tersenyum dan berkata... "satu hati saja...ga masalah", dari sinilah ana mulai ragu... dan ana sampaikan pada teman2 karkun sehingga merekapun menyuruh ana keluar lebih lama yaitu 40 hari, dan akhirnya terwujud di jogja, ana bergabung dengan beberapa karkun senior yg beristri wanita salafy( murid ja'far umar tholib) yg menjadi dosen di UAD jogja, dari sana ana yakin bahwa JT lebih bagus dari salafy, buktinya istri karkun itu seorang salafy, pada waktu itu ana terus bertanya2, kok bisa ya??? padahal salafy kan kuat2 dalam berdalil dan menyesatkan JT, (pada waktu itu ana juga sudah kenal Laskar Jihad ja'far umar tholib) dan juga sering berdebat dengan mereka dalam masalah agama dan membela JT, semua yg dituduhkan JT kepada salafy ana koreksi dan telusuri kebenarannya, demikian juga dengan tuduhan salafy pada JT juga ana telusuri kebenaranya, saat ana dapat selebaran fatwa sesat JT dari ulama timur tengah, ana langsung ambil bantahan dari buku yg juga merupakan bantahan dari JT atas fatwa tersebut, yaitu sebuah buku karangan Abdul Kholiq pirzada dari mesir yg diterjemahkan oleh Ust. Masrohan Ahmad dari semarang(ust.JT)yg berjudul " MAULANA ILYAS DIANTARA PENENTANG DAN PARA PENGIKUTNYA"(sekarang buku itu masih ada) berisi tentang fatwa terbaru dari ulama kibar timur tengah, disana juga disertakan ulama2 penentang dan pendukungnya, ana tidak merasa puas dengan buku itu karena masih rancu dan simpang siur, maka ana tanya kepada salah satu salafy, namanya Abu Umar cilacap( semoga Alloh memberkahi kehidupannya) dari beliau ana belajar tentang manhaj salaf, belajar tauhid, belajar hadits shohih dan belajar tentang iftiroqul ummah, termasuk belajar amalan2 sunnah dan mengenali bid'ah. ketika ana sampai pada masalah bid'ah dan sunnah/ tentang manhaj 4 imam, luar biasa detailnya pembahasan ilmu ini sehingga dibutuhkan kematangan akidah, kelurusan akidah dan pelepasan baju fanatik golongan, ana pada waktu itu terus membuktikan ilmu yg ana dapatkan pada kajian salaf, kepada aktifitas JT selama ini dan ana mulai ragu dan ragu, semakina lama ana keluar khuruj dengan JT, semakin terbukti apa yg ada dalam ilmu salaf itu... bahkan ana sering ngajak karkun ngaji salaf dan banyak dari mereka menolaknya, dengan congkak mereka berkata" saya tidak mau ngaji salaf karena bikin orang suka hujat dan membid'ahkan" diantara mereka juga ada yg ngaji salaf namun berada pada kondisi seperti saya..yaitu ragu2 terhadap JT, suatu hari ana berdebat dengan seorang amir tentang masalah penyamaan Rosululloh dengan kodok, dan ana terkejut ketika mereka bilang yg penting niatnya bagus, berikut nukilan tulisan ana atas kejengkelan ana pada penyamaan itu yg juga ana tulis di comment blog JT dan salafi :

"ana punya banyak pengalaman di JT yg sangat membuat saya naik darah dan naik pitam, walaupun ana dulu belum keluar dari JT, yaitu ketika amir shof bayan maghrib amir itu menyamakan Nabi Shollallohu’alaihi wasallam dengan kodok(na’udzubillah) mereka bilang” Nabi muhammad ibarat kodok yg hidup pada dua alam yg memperingatkan ikan2 agar tidak mau terpancing kail manusia ( keduniaan), begitu juga Nabi juga memperingatkan manusia karena ia pernah melihat neraka dan syurga,sekaligus hidup didunia bercakap dengan manusia memberi nasehat pada manusia yg lain.” alangkah murkanya saya ketika amir itu setelah ana luruskan malah bilang yg penting niatnya baik, dia bilang innamal a’malu biniyyat” bahkan saya dituduh membuat tidak satu hatinya jamaah yg ikut khurj karena mendebat amir. ini pengalaman ana ketika ana khurj di wilayah ungaran jawa tengah.

Orang tua halaqoh bawen (senior tabligh di bawen jateng semarang), pernah memberi ana amalan membaca Allohumma anzilni munzalan mubarokan wanta khoirul munzilin sebanyak 4444, karena ana baru mau menempati rumah kontrakan miliknya. dan ana juga mendapati di jendela2 pintu2, ada azimat dan rajah/hizib serta macam2 lafadz tak terbaca yg katanya untuk tolak balak. ini ana alami sendiri, jadi jika mereka menyangkal mereka tidak melakukan kebid’ahan dan kesyirikan dan bahkan pernah ngaku bukan sufi, itu karena mereka tidak tahu menahu dengan JT itu sendiri. bagaimana mungkin Jamaah yg mengaku menghidupkan sunnah mengajarkan wirid bid’ah, amalan kencing berdehem dan berjingkat, menjilati jari ala mereka dengan membaca doa tertentu setelah makan, katanya supaya tangannya bisa kuat saaat menghadapi lawan (pukulan brojo musti) ini ana dengar dan ana alami sendiri bahkan ana dulu ikut mendakwahkannya.
ketika ditanya ilmu jawabanya ngawur
*ana pernah bertanya pada mereka tentang islam, maka mereka menjawab islam itu : syariat, hakikat,ma’rifat. (sama dengan kitab bathil al hikam sufiyah) dan bahkan dalam takrir yg diulang ulang dalam tertib dan buku panduan tabligh mereka mengatakan ahli thoriqoh(sufi) bagi mereka adalah termasuk tiang / pilar agama islam yg jika tidak ada maka akan robohlah islam,(na’udzubillah).nah anehnya ketika saya tanyakan apakah mereka sufiyah mereka bilang tidak, kami hanya belajar dari thoriqohnya sufi.(bingung kan?) dilain tempat ana tanya karkun jogja, apa antum tau bahwa kita harus menghormati orang sufi, mereka menjawab saya bukan sufi tapi orang islam. tiudak ada kaidah yg baku karena mereka berkata tanpa kesatuan hati dan fikir sebagaimana yg mereka gembar gemborkan, kalolah dia sehati dan sefikir itu apabila dalam tertib2 tabligh aja sedangkan masalah tauhid mereka menyerahkan pada masing2 yg diyakininya, ini kan repot dan bahaya…ya ana langsung mengadakan studi kritis dengan keluar 4o hari dan hasilnya ana semakin kuat untuk segera keluar dari JT, dan sampai sekarang ana sudah bertaubat dari pemikiran dan aktifitas JT(ini saya nukil dari perjalanan kisah saya bersama JT )"

Demikian Sebagaimana yang saya kutip dari : www.mantanjt.blogspot.com

Berbicara Tentang Jamaah Tabligh... [1]

Jama’ah Tabligh Mengamalkan Hadits-Hadits Dha’if dan Palsu

 

Hal ini, salah satu hal berbahaya yang dimiliki oleh Jama’atut Tabligh. Mereka meriwayatkan segala hadits atau kabar yang ada, walaupun tanpa kendali dan tali kekang. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barang siapa yang berkata atasku apa-apa yang tidak pernah aku katakan, maka tempatkanlah tempat duduknya di neraka” [2].
Dalam hadits yang lain : “Sesungguhnya kedustaan atasku tidak seperti kedustaan atas orang lain. Maka barang siapa yang berdusta atasku dengan sengaja, tempatkanlah tempat duduknya di neraka” [3].
Dan dalam hadits yang keempat, beliau bersabda : “Barang siapa yang mengatakan sebuah hadits dariku dia mengira (menyangka) hadits tersebut dusta, maka ia salah satu diantara dua pendusta” [4].
“Yura” artinya “yudzon”, yaitu “diperkirakan”. Maka, perhatikanlah! Sekedar penyangka/mengira saja (sudah dianggap dusta), apalagi orang yang jahil (tidak tahu menahu) terhadap hadits tersebut. Orang yang berkata : “Saya belum yakin, apakah hadits ini shahih atau tidak shahih ?”. Hanya sekedar mengira saja, dan belum pasti dalam mengetahui apakah hadits tersebut shahih atau tidak shahih, hal ini telah memasukan pelakunya ke dalam golongan orang-orang yang tertuduh berdusta atas Nabi,
Oleh karena itu imam Ibnu Hibban menyebutkan hadis ini dalam muqodimah kitabnya al-majruhin dan muqaddimah kitab ash-shahih-nya, beliau berkata : “Maka orang yang ragu-ragu terhadap apa yang diriwayatkannya sama seperti orang yang berdusta atas Rasulullah”.
Dalam hal ini, Jama’attut-Tabligh memiliki keajaiban-keajaiban dan keanehan-keanehan yang luar biasa hadits yang meraka sebutkan jika seandainya pun shahih kadang mereka tidak bisa mengucapkan lafazh-nya dan tidak memahami makna nya dengan baik dan benar. Dan hadits yang tidak shahih berupa hadits dha’ifun jiddan (lemah sekali), maudhu’ (palsu), dan yang tidak ada asal-usulnya sama sekali; pada mereka sangat banyak dan saya, bersana mereka dalam hal ini memiliki beberapa kisah dan khabar.
Suatu saat salah seorang diantara mereka (jama’atut Tablihg) menyebutkan sebuah hadits yang tidak ada asal usulnya sama sekali. Maka, saya katakan kepadanya: “Hadits ini tidak ada asl-usulnya”.
Dia pun dengan kebodohannya menjawab :”Akan tetapi hadits dha’if boleh digunakan dalam fadha’ilul a’mal (keutamaan-keutamaan dalam beramal, pent)”.
Lihatlah ,dia berkata haditsnya dha ,if …,padahal Saya katakan-tadi-“ tidak ada asal – asulnya…” yakni , hadits tersebut dusta (palsu). Dia tidak bisa membedakan. Dia mengira bahwa kalimat “ haditsnya dho’if” itu berlaku pula pada hadits palsu, hadits yang tidak ada asal usulnya sama sekali, dan yang lemah sekali. Dia tidak mengetahui bahwa syarat pertama dari sekian syarat bolehnya berdalil dengan hadits dha’if adalah tidak boleh terlalu parah ke dha’f-annya.
Pada saat yang lain, salah seorang di antara mereka, membaca hadits dari kitab Riyadhush-shalihin. Kalian tahu bahwa kitab Riyadhush-shalihin, tulisan (pada hadits-haditsnya) ber-harakat sempurna. Dia membacanya dengan tanpa kaidah sama sekali. Yang marfu’ (ber-harakat dhammah) dia baca manshub (ber-harakat fa-hah), yang manshub dibaca majrur (ber-harakat kasrah), dan begitu seterusnya. Sampai akhirnya, ia sampai pada penyebutan sebuah hadits. Saya masih tetap diam memperhatikan. Ia pun menyebutkan hadits [5] dan berkata :
(para malaikat akan bershalawat mendoakan kebaikan kepada salah seorang di antara kalian selama ia berada di mashlaahu..), sedangkan, lafazh hadits tersebut (seharusnya) : “fimushallahu”. Yakni. Di tempat shalatnya (masjidnya).
Kalian tahu perbedaan arti mashla dan mushalla ?
Apa arti al-mashla ? al-masla artinya baitun-nar, yakni rumah api, atau tempat pembakaran. Itulah makna al-mashla secara bahasa.
Saya pun tidak bisa diam dan lantas berteriak : “Wahai saudaraku! Mushallahu.. bukan mashlahu!”. Akhirnya, setelah shalat ia menghampiri saya dan beralasan: “Demi Allah, sebenarnya saya sedang sakit,” saya pun berkata: “Wahai Saudaraku! Kamu sakit? Mengapa tadi duduk di depan (berceramah)? Jangan duduk disana berdusta atas Nabi!” [6].
Imam Ibnu Hibban telah menukil dalam muqaddimah kitabnya Raudhatul-‘Uqala, beliau betkata: “Orang yang salah (keliru) dalam membaca hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sama seperti orang yang berdusta atasnya, karena Rasululah tidak pernah mengucapkan hadits dengan keliru”, Apa yang dimaksud dengan keliru dalam pembacaan hadits? Yakni, ia merubah i’rab-nya (struktur bahasa) dan susunan katanya. Lihatlah, Rasulillah berkata “fii mushallahu”, sedangkan dia berkata “fii mashlahu’!.
Sebenarnya, saya masih banyak memiliki bermacam pengalaman bersama mereka. Sampai dalam masalah akidah sekalipun (mereka memiliki keanehan dan keajaiban). Dan tidak mengapa jika saya sebutkan lagi satu pengalaman saya bersama sebagian ikhwan saya, di salah satu masjid yang imam-nya salah seorang dari mereka (Jama’atut-Tabligh).
Kawan-kawan kami, seperti biasa sering melakukan diskusi bersama imam masjid tersebut. Namun, ia pun sering menghindar dari kawan-kawan kami itu, dan tidak mau duduk-duduk bersama mereka. Sampai akhirnya datanglah sekelompok Jama’atut-Tabligh dari Pakistan ke Masjid tersebut. Sang imam pun termotivasi oleh kedatangan mereka. Hingga akhirnya ia sendiri yang mendatangi sekelompok kawan-kawan kami para pemuda salafiyyin seraya berkata: “Saya adalah seorang ‘alim dari para ulama dakwah”.
Kemudian, datanglah seorang dari kawan kami dan berkata: “Saya ingin bertanya sebuah pertanyaan saja”. Sang imam pun menjawab: “Silahkan”. Pemuda tadi melanjutkan dan berkata: “Dimanakah Allah?”
Sang imam terhenyak sejenak, ia melihat-lihat dan terdiam. Lalu tiba-tiba menjawab: “Silahkan kamu tanya kepada para masyayikh (ulama) negeri kalian!”
Pemuda itu pun langsung berkata: “Apakah Allah di negeri kalian berbeda dengan Allah dinegeri kami?”
Allah Maha Esa.. Allah itu satu! Allah berfirman : “Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa dia akan menjungkir balikan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang?. (Qs. Al-Mulk/67:16).

 

Jama’ah Tabligh dan Bid’ah

 

Pada mereka terdapat bid’ah yang banyak. Bahkan dakwah mereka terbangun di atas bid’ah-bid’ah. Karena tiang penyangga utama dakwah mereka adalah al-Khuruj (keluar), dengan aturan-aturan sebagai berikut. Yakni, dalam setiap bulan (keluar) tiga hari. Dalam setahun, empat puluh hari. Dalam seumur hidup, empat bulan. Dan dalam satu pekan terdapat dua jaulah (perjalanan). Yang pertama, dilakukan di masjid yang dilakukan shalat didalamnya, dan yang kedua pindah-pindah. Dan dalam setiap hari terdapat dua halaqah semacam perjalanan) [7] Yang pertama, dilakukan dimasjid yang dilakukan shalat di dalamnya, dan yang kedua dilakukan di rumah. Dan mereka tidak akan ridha dengan seseorang, kecuali jika orang tersebut berpegang teguh dengan aturan-aturan seperti ini. Sehingga tidak diragukan lagi bahwa hal ini merupakan bid’ah dalam agama yang sama sekali tidak diizinkan oleh Allah.
Selain keterangan di atas, sebenarnya masih banyak bentuk bid’ah pada mereka. Akan tetapi aturan-aturan seperti di atas telah menjerumuskan dalam sebuah bahaya besar. Yaitu, mewajibkan apa-apa yang semestinya tidak wajib. Maksudnya, mereka mengharuskan orang agar konsisten dengan aturan-aturan seperti ini. Bahkan mereka menjadikan hal ini sebagai simbol dan standar kebaikan dan keburukan seseorang.
Jadi jika anda berpegang teguh dengan aturan-aturan mereka berupa khuruj selama empat bulan, tiga hari, atau empat puluh hari, maka kamu tidak demikan, maka kamu orang yang lalai dan lemah menurut mereka. Sampai-sampai, pernah suatu saat ketika kami berada di luar negeri (dalam rangka berdakwah, pent), dan berjumpa dengan sekelompok dari mereka. Lalu mereka berkata kepada kami: “Khuruj-lah (keluar-lah) kalian!”. Kami pun menjawab: “Ya kami sekarang sedang khuruj (keluar). Kami dari Yordania, dan kini kami di Eropa. Kami sedang khuruj fi sabilillah (keluar di jalan Allah)!”.
Ataukah khuruj yang mereka maksud harus dengan urutan-urutan dan batasan-batasan Jama’atut-Tabligh? Demikianlah, yang ternyata mereka inginkan.
Sekarang kami di sini (indonesia), meninggalkan negeri kami arab dan datang ke sini. Ini disebut khuruj (keluar) atau dukhul (masuk)? Ini khuruj! Tapi khuruj kami adalah khuruj yang berdasarkan ilmu, khuruj yang sesuai dengan manhaj, dan khuruj yang sesuai dengan aqidah. Namun sayangnya, mereka (Jama’atut Tablig) tetap tidak menganggapnya sama sekali.
Begitulah, bid’ah jam’atut tabligh sangat banyak.
Diantara bid’ah mereka ialah bid’ah tashawwuf. Jama’atut tabligh membai’at pengikut mereka yang sudah lama dan konsisten dengan mereka dalam empat thariqat shufiyah, sebagaimana yang tertulis dengan tulisan syaikh dan tokoh besar mereka (yang bernama) In’am al Hasan. Saya memiliki sebuah surat yang ia tulis langsung, yang ditujukan kepada syaikh saat Al-Husyayyin. Didalam surat tersebut, In’am hasan berkata:”Kami membaiat orang-orang lama dari para pengikut kami dalam berdakwah, atas empat tariqat shufiyah ; asy-syahrawardiyyah, an-naqsyabandiyyah, al-jisytiyyah, al-qodiriyyah”.
Selain itu, merekapun memiliki kebiasaan mengusap-usap kuburan, bertabbaruk dengan orang-orang shaleh, dan al-murabathah (berdiam diri sambil menghadap ke satu arah tertentu, pent).
Saya teringat peristiwa yang saya alami pada tahun 1982. Pada saat itu saya masih remaja. Saya pergi ke negeri al-haramain asy-syarifain (Saudi arabia), dan itulah ziarah pertama saya ke negeri tersebut. Disana saya mencari sebagian masyayikh untuk mengambil ijazat hadits dari mereka. Sebagaimana sayapun mengambil faidah dari sebagian mereka. Saya bertanya : “Dimana syaikh Muhammad zakaria al-kandahlawi ?”.
Dia berkata : “Di sana, di Darul- ‘Ulumisy-Syar’iyyah”. Dahulu dekat dengan al-Haram, dan kini dipindahkan ke al_masjidun-Nabawi.
Maka saya pun pergi menuju ke tempat tersebut. Saya mengetuk pintu. Lalu keluarlah seseorang. Saya berkata kepadanya: “Saya ingin bertemu dengan syaikh Muhammad Zakariya, saya dari Yordania, saya seorang penuntut ilmu”.
Orang itu berkata: “Syaikh tidak bisa bertemu denganmu!”
Saya bertanya: “Mengapa?.
Ia menjawab: “Syaikh sedang ber-muabathah menghadap kuburan!
Begitulah! Ternyata dia sedang duduk di dalam ruangannya yang dekat dengan al-Haram sambil menghadap ke kuburan. Itulah yang disebut dengan al-murabathah.
Inilah kenyataannya! Ia (Muhammad Zakariya Al Kandahlawi) memiliki karya tulis dengan judul Fadha-ilul A’mal dan juga disebut dengan Tablghi Nishab. Adapun oleh saya, maka saya namakan Yablighi Nashshab, karena dipenuhi oleh hadits-hadits dha’if, khurafat, bid’ah-bid’ah, dan kesesatan-kesesatan lainnya. Wal ‘iyaadzu billaah. Demikian keadaan Jama’atut-Tabligh dalam segala perkaranya.

Jama’ah Tabligh dan Tauhid Uluhiyyah

 

Mereka tidak pernah berbicara masalah tauhid, terutama tauhid al-Uluhiyyah dan al-Asma’ washshifat. Mereka tidak berbicara masalah tauhid, melainkan hanya tauhid ar-Rububiyyah. Yakni, tentang siapakah Yang Maha Pencipta? Allah. Yang Memberi Rizki? Yang Maha Menghidupkan? Yang Maha Mematikan? Allah. Inilah yang yang menjadi kebiasaan dan dengungan mereka. Padahal, tauhid ini tidak pernah diingkari sama sekali oleh orang-orang kafir dahulu. Allah berfirman : “Dan sesungguhnya jika kamu yanyakan kepada mereka Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”, tentu mereka akan menjawabL Allah..” (Qs. Luqman/31:25). [8]
Akan tetapi, mereka (orang-orang kafir dan musyrik dahulu) tidak mendapatkan manfaat dari keimanan mereka terhadap tauhid rububiyyah belum mengantaskannya dari lingkkaran kekufuran. Sebab, mereka hanya beriman terhadap tauhid ar-Rububiyyah, akan tetapi keliru dalam ber-tauhid al-Uluhiyyah (peribadatan kepada Allah dengan segala macam bentuknya yang disyariatkan, pent), sebagaimana yang mereka ucapkan dalam firman Allah berikut : “..Kami tidak menyembah mereka (sesembahan-sesembahan selain Allah) melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya… (Qs. Az-Zumar/39:3)
Lalu datanglah Jama’atut-Tabligh dan berkata: “Tidak! Ini (tauhid) membuat umat lari. Ini membuat umat menjauh (dari dakwah)”.
Oleh karena itu sekali lagi mereka tidak pernah menyinggung masalah tauhid ini. Mereka hanya berbicara masalah fadha-ilul a’mal.

Jama’ah Tabligh menganggap bid’ah lebih baik dari pada sunnah

Amir (pemimpin) mereka yang berada di al-Hudaidah pernah berkata: “Bid’ah yang menyatukan imat lebih baik daripada sunnah yang memecah-belah umat”!
Seorang yang ‘alim dan pandai dalam permasalahan agama seharusnya tidak berkata dengan sesuatu yang batil. Dia malah berkata: “(Bid’ah yang menyatukan umat lebih baik daripada Sunnah yang memecah-belah umat)”.
Na’uzubillah! Sesungguhnya satu perkataan ini saja sudah cukup sebagai bukti tentang kebodohan mereka. Bagaimana mungkin sebuah bid’ah sapat mempersatukan umat? Lalu, apakah bid’ah memang dapat menyatukan umat? Seandainya pun sebuah bid’ah itu mampu menyatukan umat, sesungguhnya hal itu seperti firmanAllah tentang Bani Israil (baca: kaum Yahudi, pent) berikut : “…kamu kira mereka itu bersatu, padahal hati mereka berpecah belah…(Qs. Al-Hasyr/59:14).
Sehingga seandainya pun sebuah bid’ah mampu menyatukan umat tetapi hal itu pada zhahir-nya saja. Adapun pada batinnya, justru memecah belah mereka. Ini berbeda halnya dengan Sunnah, seandainya pun secara zhahir, terlihat memecah-belah umat, maka sungguh, pada hakikatnya justru menyatukan mereka.
Bukanlah kalian tahu bahwa di antara nama-nama Al-Qur’an ialah al-Furqan (pembeda)? Lalu mengapa (disebut) al-Furqan? Karena Al-Qur’an membedakan antara yang haq dan yang batil.
Dalam shahih al-Bulhari :”.. dan Muhammad memcah-belah antara manusia.” [9].
Beliau memecah-belah manusia dengan al-haq atau dengan kebatilan? Tentu dengan al-haq, dan beliau pun memerangi kebatilan. Demikian pula dengan para pengikut beliau. Mereka memcah-belah umat dengan al-haq; karena dengan al-haq, jelaslah semua yang batil dan para pelakunya. Sedangkan bid’ah, jika pun menyatukan umat, maka sesungguhnya menyatukan di atas kebatilan. Dan hakikat persatuan tersebut adalah persatuan di atas kerusakan dan kebinasaan.

Jama’ah Tabligh dan Ahlus-Sunnah

 

Saya pernah mendengarkan ucapan salah seorang dari mereka, tatkala ia melihat sebuah kitab yang sedang saya baca yang membahas tentang jama’ah-jama’ah. Dalam kitab tersebut terdapat pembahasan tentang Jama’atut-Tabligh. Dia berkata: “Kitab ini lebih berbahaya dari pada Yahudi dan Nasrani!.
Saya yakin, orang itu belum membaca kitab tersebut; karena memang Jama’atut –Tabligh tidak suka membaca. Mereka tidak suka menuntut ilmu! Ilmu mereka hanya terbatas pada Riyadhush-Shalihin, Fadha-ilul A’mal atau Tablighi Nashshab. Selain itu, tidak ada.
Seandainya pun ada, maka sesungguhnya hal itu berasal dari kesungguhan usaha pribadi tertentu saja. Sungguh indah perkataan Imam Abu Hatim ar-Razi : “Tanda ahlul-bida’ ialah mencela ahlul-atsar (Ahlus-Sunnah)” [10].
Sebagian ulama salaf berkata: “Tidaklah engkau melihat ulama salaf berkata: “Tidaklah engkau melihat mubtadi’ (ahlul-bid’ah), melainkan pasti ia membenci ahlul-hadits (Ahlus-Sunnah)”. [11]
Tidak syak lagi, tatkala kita mengingkari dan menentang Jama’atut-Tabligh, baik tentang kegiatan khuruj mereka, aturan-aturan mereka, maupu pemikiran-pemikiran mereka, dan segala penyimpangan mereka, maka pastilah mereka tidak akan ridha dengan kita. Mereka membenci kita. Mereka pun membenci apa yang kita dakwahkan kepada kaum muslimin. Padahal, tidaklah kita berdakwah, melainkan berdakwah supaya orang menuju Sunnah.
Tatkala mereka mendakwahkan dan mengajak orang lain menuju golongan dan kelompoknya, kita senantiasa mengajak dan mendakwahkan manusia menuju Sunnah Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seorang penyair berkata: “Maka cukuplah bagi kalian perbedaan ini di antara kita
Dan setiap bangunan akan mengeluarkan apa yang ada di dalamnya

Pandangan Jama’ah Tabligh Tentang Belajar Ilmu Syar’i 


Dalam pokok-pokok dakwah mereka yang enam, mereka menyatakan tentang “ilmu”. Akan tetapi , ilmu mereka hanya sebatas Riyadhush-Shalihin, Hayatush-Shahabah, dan Fada-ilil A’mal.
Hayatush-Shahabah untuk kalangan orang-orang arab, sedangkan Fada-ilil A’mal atau Tablighi Nashshab untuk orang-orang selain arab.
Kitab Hayatush-Shahabah terdiri dari empat jilid besar. Kemudian sebagian kawan kami –para penuntut ilmu- mentahqiq dan menyaring kembali isi kitab itu. Sehingga jadilah kini, kitab tersebut hanya dalam satu jilid saja. Hadits-hadits yang shahih ternyata hanya dalam satu jilid, adapun tiga jilid lainnya berisi hadits-hadits dah’if, palsu, sangat lemah dan munkar.
Kemudian, sebagian orang yang menginginkan kebaikan untuk kaum muslimin dengan mencetak ulang kitab yang sudah merupakan intisari dari hadits-hadits yang shahih saja dalam satu jilid tersebut. Dalam jilid tersebut. Dalam jilid kitab tersebut –sengaja- ditulis “Cetakan umum untuk seluruh kaum muslimin, terkhusus untuk Jama’atut Tabligh”. Mengapa ditulis demikian? Dengan tujuan pendekatan kepada mereka.
Akhirnya dicetaklah dengan jumlah yang sangat banyak, dan dikirimkan ke salah satu markaz terbesar Jama’atut Tabligh di Yordania sebanyak seribu kitab. Ternyata, apa yang mereka lakukan? Mereka membakar seluruh kitab.
Salah satu Amir mereka berdiri sambil memegang kitab itu dan berkata: “Kitab ini telah dipalsukan dengan mengatasnamakan Jama’atut-Tabligh!” Padahal. Seluruh yang ada dalam satu jilid kitab tersebut, hadits-haditsnya sudah disaring dan dipilih dalam keadaan shahih seluruhnya. Namun, ternyata warisan leluhur mereka jauh lebih mereka cintai daripada al-haq dan ahlul-haq, dan daripada Sunnah-nya Ahlul-Sunnah. Sungguh amat disesalkan!
Kemudian, salah satu bentuk kebencian mereka terhadap ilmu, jika kamu bertanya kepada salah satu tokoh ulama atau pembesar mereka dalam masalah fikih –misalnya-, lalu kamu berkata kepadanya: “Terjadi pada diri saya begini dan begitu, bagaimana hukumnya?” Maka ia akan berkata kepadamu: “Kami tidak membicarakan masa’il (permasalahan fiqih), kami hanya berbicara masalah fadha’il (keutamaan-keutamaan)!”
Saya memiliki bantahan terhadap jawaban mereka itu, bukankah fadha’il (keutamaan-keutamaan) itu ada dengan sebab masa’il (permasalah fiqih)? Keutamaan segala sesuatu dapat kita ketahui dari kesimpulan pembahasan-pembahasan (fikih) yang ada.
Tatkala kita membicarakan –misalnya- seseorang yang hafal dan faham benar tentang fadha’ilush-shalah (keutamaan-keutamaan shalat), apakah orang tersebut hanya sekedar hafal dan faham benar tentang fadha’ilush-shalah, dan ia tidak pernah melakukan shalat?
Maka saya katakan disini, al-Fadha’il (keutamaan-keutamaan dalam beramal), jika dibandingkan dengan al-masa’il (permasalahan fiqih), seperti wudhu’ jika dibandingkan dengan shalat; yakni, apakah ada seseorang yang selalu berwudhu’ tetapi sama sekali tidak pernah melakukan shalat? Kalau begitu, apa faidah dia berwudhu? Bahkan wudhu’ tersebut bisa menjadi penghujatnya kelak!
Jadi apa fungsi seseorang mengetahui dan memahami al-Fadha’il (keutamaan-keutamaan dalam beramal), jika ia tidak mau mengetahui, menerapkan dan mempraktekkan al-masa-il (permasalahan fikih)? Sedang Nabi bersabda: “ Barang siapa yang Alla kehendaki kebaikan padanya, Allah akan jadikan ia pandai dalam agama..”. [12]
Berarti, jika mereka (Jama;atut-Tabligh) tidak mau mengetahui al-haq, dan tidak mau perhatikan terhadap al-haq, maka keadaan mereka yang jauh dari ilmu; merupakan salah satu tanda bahwa Allah tidak memberikan taufiq-Nya kepada mereka. Anggapan mereka, bahwa saat ini bukan waktu untuk menuntut ilmu! Mereka menyangka saat ini adalah waktu untuk berdakwah.
Apakah ada sebuah dakwah yang dilakukan tanpa dasar ilmu? Apakah boleh berdakwah tanpa ilmu?

 

Pandangan Jama’ah Tabligh Terhadap Golongan Lain

 

Mereka beranggapan, tidak ada keselamatan bagi manusia kecuali dengan menempuh jalan mereka. Mereka mengumpamakannya seperti kapal Nabu Nuh. Orang yang menaikinya selamat, dan oarang yang tidak mau menaikinya binasa.
Mereka berkata: “Sesungguhnya dakwah kami seperti kapal Nabi Nuh”. Hal ini telah kami dengar sendiri dari mereka di Yordania dan di Yaman.
Jama’atut-Tabligh, bukan jama’ah sunnah. Dan sebenarnya, kalimat “safinatu Nuh” “Kapal Nabi Nuh”, kutipan dari Imam Malik, saat beliau membicarakan nilai penting Sunnah bagi seorang muslim. Kata beliau: “(As-Sunnah bagaikan kapal Nabi Nuh. Barang siapa menungganginya, ia selamat. Dan barang-siapa yang tertinggal darinya, ia binasa)”. [13]
Ternyata, mereka (Jama’atut-Tabligh) menukilkan kalimat yang haq, untuk kemudian mereka letakkan pada sesuatu yang tidak haq. Sedangkan Allah berfirman: “Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat. (Qs. ’Ali Imran/3:132)
Jadi, taat kepada Allah dan Rasul-Nya itulah Sunnah, yang jika seseorang tertinggal darinya, ia akan binasa, dan yang mengikutinya akan selamat. Bukan Jama’atut-Tabligh, yang tidak memahami al-haq dan tidak membersihkan hak yang semestinya kepada ahlul-haq.

 

Pandangan Jama’ah Tabligh Terhadap Penuntut Ilmu Syar’I

 

Mereka tidak siap untuk menuntut ilmu. Mereka beranggapan bahwa waktu yang digunakan untuk menuntut ilmu adalah sia-sia. Padahal Allah telah berfiman, yang artinya: Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) menuju Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik:. (Qs. Yusuf/12:108).
Yang dimaksud dengan al-bashirah, ialah hujjah dengan ilmu dan pengetahuan. Oleh karena itu, Allah pun berfirman:
“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperhatikan kepadamu..” Qs. Hud/11 ayat 112- dan perintah Allah tidak mungkin dipraktekan dan dilaksanakan tanpa ilmu.
Sehingga bagaimanakah mereka berdakwah menuju Allah, dan mengira bahwa mereka berada di atas kebenaran dan petunjuk, sementara itu mereka tidak menuntut dan tidak menghormati ilmu sama sekali?
Saya pernah mendengar salah satu senior mereka memberikan perumpamaan untuk membuat orang tidak sedang terhadap ilm. Kurang lebih dia berkata: “Perumpamaan orang-orang yang menuntut ilmu dan tidak berdakwah, bagaikan seseorang yang mempelajari buku tentang teori belajar berenang. Dia mempelajarinya sampai samapi benar-benar hafal dan menguasainya. Kemudian suatu saat, dia sedang berjalan di tepi pantai, lalu menjumpai seseorang yang sedang hampir tenggelam sambil berteriak-teriak meminta pertolongan. Tapi orang tadi (yang hafal buku teori berenang) justru berkata: “Tunggulah sebentar, Saya buka dulu buku teori belajar berenang. Saya akan baca cara menolong orang yang tenggelam”.
Lihatlah perumpamaan batil yang buruk ini wal’iyadzu billah!
Di manakah letak persamaan antara ilmu dan perumpamaan ini? Lagipula, apakah semua orang hanya sibuk dengan membaca dan belajar buku teori belajar berenang saja? Mereka mendapatkan perumpamaan seperti ini dari waswasatusy-syaithan (bisikan setan), sehinga membuat orang-orang tidak suka ilmu, dan akhirnya mereka pun jauh dari ilmu, dan akhirnya mereka pun jatuh dari ilmu dan para ulama.

 

Peringatan

 

Salah satu hal yang berbahaya pula pada Jama’atut Tabligh adalah merubah-ubah makna hadits dari makna yang sesungguhnya. Contohnya hadits yang berbunyi: “Dari (tanda-tanda) kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat baginya”. [14]
Apa yang mereka artikan dari makna hadits ini? Mereka berkata: “Jika kamu melihat apapun yang terjadi di masjid, maka jangan kamu ingkari; karena Rasul telah bersabda.., “mereka pun membawakan hadits tadi.
Lihatlah! Dengan pemahaman seperti itu, mereka membatalkan amar ma’ruf dan nahi minkar dengan hujjah hadits di atas. Ini adalah kebatilan!
Lalu, apakah amar ma’ruf dan nahi munkar tidak bermanfaat bagi kita? Hingga bisa-bisanya mereka berhujjah dengan hadits di atas? Inilah substansi kebatilan.
Demikianlah, sebagian bid’ah mereka Wal ‘iyadzu Tabaraka wa Ta’ala.
Dipublikasikan oleh : ibnuramadan.wordpress.com


Nasehat Untuk Jamaah Tabligh... [15]
Agama Adalah Nasehat

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Agama adalah nasehat, kami (para sahabat) bertanya : Untuk siapa wahai Rasulullah ? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Untuk Allah, Kitab-Naya, Rasul-Nya, dan untuk para pemimpin kaum muslimin dan orang-orang muslim”. (HR.Muslim).
Sabagai aplikasi sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas, maka saya ingin menyampaikan nasehat kepada seluruh kelompok dakwah islam, agar senantiasa berpegang teguh dengan al-Qur’an dan hadits-hadits yang shahih berdasarkan pemahaman para ulama salaf, seperti : para sahabat, tabi’in, pata imam mujtahidin dan orang-orang yang senantiasa meniti jejak mereka.

Kepada Jama’ah Tabligh

1. Nasehat saya kepada mereka, agar perpegang teguh dalam dakwahnya dengan al-Qur’an dan sunnah yang shahih, dan hendaklah mereka belajar al-Qur’an, tafsir, dan hadits. Sehingga dakwah mereka benar-benar berdasarkan ilmu, sebagaimana firman Allah ta’ala : “Katakanlah : “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata.” (QS.Yusuf : 108).
Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya ilmu (bisa diperoleh) hanya dengan belajar.” (Hadits hasan, lihat shahihul jami)
2. Mereka harus berpegang teguh dengan hadits-hadits yang shahih dan menjauhi hadits-kadits yang dhaif (lemah) dan maudu’ (palsu), sehingga mereka tidak masuk pada yang disinyalir Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ”Cukup seseorang dikatakan berdusta jika menceritakan semua apa yang didengarnya.” (HR.Muslim).
3. Kepada al-Ahbab (orang-orang yang saya cintai) agar tidak memisahkan antara amar ma’ruf dan nahi munkar, karena Allah banyak menyebutkan secara bersamaan dalam ayat-ayat al-Qur’an, seperti firman Allah ta’ala : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada yang ma’ ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran : 104).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga punya perhatian serius dan memerintahkan kamum muslimin untuk merubah kemungkaran, sebagaimana sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran hendaklah merubah dengan lisannya, dan apabila tidak mampu, maka hendaklah merubah dengan lisannya, dan apabila tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman.” (HR.Muslim)
4. Hendaklah mereka memperhatikan dakwah kepada tauhid dengan serius, dan mendahulukannya atas yang lainnya, demi mengamalkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Jadikanlah per tama kali yang kalian dakwahkan kepada mereka adalah syahadat (kalimat tauhid) la ilaha illallah.” (HR.Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat lainnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sampai mereka (benar-benar) mentauhidkan Allah.” (HR.Bukhari).
“Mentauhidkan Allah”, maksudnya adalah : mengesakan Allah dalam semua jenis ibada, lebih-lebih dalam hal Do’a, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Do’a adalah Ibadah,” (HR.Tirmidzi. Beliau berkata : Hadits ini hasan shahih).

Nasihat umum kepada seluruh kelompok

Saya sekarang sudah tua renta, umur saya sekarang telah mencapai 70 tahun, dan saya mengharapkan kebaikan bagi semua kelompok, oleh karena itu untuk mengamalkan hadits nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam “Agama itu nasehat”, saya ingin menyampaikan bebrapa nasehat ini :
1. Agar semua kelompok berpegang teguh dengan al-Qur’an dan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bentuk ketaatan terhadap firman Allah : “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan jangan kamu bercerai-berai..”(QS.Ali Imran : 103). Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Telah saya tinggalkan kepada kalian dua perkara, selama kalian berpegang teguh dengan kedudukannya, maka tidak akan tersesat, yaitu (kitabullah al-Qur’an dan sunnah Nabinya Shallallahu ‘alaihi wa sallam).” (HR.Malik dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahihul Jami).
2. Apabila jama’ah-jama’ah yang ada berselisih, hendaknya mereka kembali kepada al-Qur’an fan hadits serta amalan para sahabat, Allah ta’ala berfirman : “Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kemu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya,”(QS.An-Nisa : 59). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Wajib bagi kalian untuk berpegang dengan sunnahku dan sunnahnya para Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk, berpegang teguhlah dengannya.” (Hadits shohih riwayat Imam Ahmad).
3. Hendaklah mereka memperhatikan dakwah tauhid yang menjadi prioritas dan pusat perhatian al-Qur’an. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai dakwahnya kepada tauhid dan memerintahkan para sahabatnya agar memulai dengannya.
4. Sesungguhnya saya telah masuk dan bergaul dengan kelompok-kelompok dakwah islam, dan saya lihat bahwa dakwah salafiyahlah yang konsisten dengan al-Qur’an dan sunnah menurut pemahaman salafus shaleh, yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam para sahabatnya dan para tabiin. Dengan sungguh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi isyarat tentang kelompok tang satu ini dalam sabdanya : “Ketahuilah bahwasanya orang-orang sebelum kamu dari ahlikitab berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan, dan umat ini akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua di dalam neraka dan yang satu di surga yaitu al-Jama’ah.” (HR.Ahmad dan dinyatakan holeh al-Hafidz Ibnu Hajar). “Semua di dalam neraka kecuali satu yaitu apa yang saya dan para sahabatku ada diatasnya.” (HR.Tirmidzi dan dihasankan oleh al-Albani). Dalam hadits diatas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepada kita, bahwasanya orang yahudi dan nasrani berpecah belah menjadi lebih banyak dari mereka, dan kelompok-kelompok yang banyak ini terancap masuk neraka, karena menyimpangnya dan jatuhnya dari kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya. Dan bawasanya hanya satu kelompok yang selamat dari neraka dan masuk surga, yaitu al-Jama’ah (kelompok yang berpegang teguh dengan al-Qur’an dan sunnah serta amalan para sahabat). Keistimewaan dakwah salafiyah adalah dakwah kepada tauhid, memerangi syirik, mengetahui hadits-hadits yang shahih dan memperingatkan umat dari hadits yang dha’if (lemah) dan maudhu’ (palsu), serta memahami hokum-hukum syariat dengan dalil-dalilnya. Dan ini sungguh sangat penting bagi setiap muslim. Oleh karena itu, saya menasehati seluruh saudara-saudaraku kaum muslimin, agar senantiasa konsisten dengan dakwah salafiyah, karena dakwah tersebut adalah dakwah yang selamat dan kelompok yang mendapat pertolongan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Akan senantiasa ada dari umatku satu kelompok yang tanpak diatas kebenaran, tidak memudharatkan mereka orang yang menghinakan mereka sampai dating urusan Allah.” (HR.Muslim). Midah-midahan Allah menjadikan kit ate rmasuk kelompok yang selamat dan mendapat pertolongan.



Footnote :

[1] Naskah ini merupakan ringkasan dari keterangan Syaikh ‘Ali Hasan al-Halabi terhadap kitab Hadzihi D’watuna Wa ‘Aqidatuna (Inikah Dakwah dan Aqidah Kami), karya Syaikh Muqbil bin Hadi al Wadi’I pada point ke-16 tentang Jama’ah Tabligh. Penjelasan ini disampaikan Syaikh ‘Ali bin al-Halabi pada acara Daurah Syar’iyyah VIII, di Trawas, Mojokerto, yang berlangsung pada 29 Muharram – 6 Shafar 1429 H atau 7-13 Februari 2008. Diterjemahkan oleh Ustadz Abu “abdillah Arief Budiman bin Usman Rozali dengan beberapa tambahan subjudul dan footnote dari penterjemah. Yang dimuat pada Majalah As-Sunnah Edisi 01/THN.XII/1429H/2008M. Peringkasan dilakukan karena keterbatasan halaman. Mohon Maaf.
[2] HR al-Bukhari (1/52 no. 109), dan lain-lain dari Salmah bin Al ‘Akwa
[3] HR al-Bakhari (1/434 no. 1229), Muslim (1/10 no.4), dan lain-lain, dari al-Mughiirah bin Syu’bah
[4] Muslim dalam Muqaddimah Shahih-nya (1/8), dari al-Mughirah bin Syu’bah
[5] HR al-Bukhari (1/171 no. 434), Muslim (1/459 no. 649), dan lain-lain, dari Abu Hurairah. Dan lafazh hadits Nabi di atas dalam shahih al-Bakhari
[6] Apa hubungan antara penyakitnya dengan kesalahan dalam membaca harakat pada hadits Nabi di atas? Sungguh sebuah alasan yang secara zhahirnya mengada-ada dan tidak tepat pula. Wallahul-Musta’an
[7] Orang mungkin memahami; bukanlah ini hanya aturan untuk ketertiban seperti jam dan jadwal sekolaj? Jawabannya: Tidak demikian, sebab aturan yang mereka buat sebagai disiplin beragama, sedangkan jam dan jadwal hanya aturan administrasi dan tidak terkait dengan disiplin beragama.
[8] Lihat pula ayat-ayat serupa dalam Surat al-Ankabut/29 ayat 61, az-Zumar/39 ayat 38, dan az-Zukhruf/43 ayat 9. (pent)
[9] HR. al-Bukhari (6/2655 no.6852) dari hadits Jabir bin Abdillah
[10] Lihat Syarhu Usull I’tiqadi Ahlis-Sunnati wal-Jama’ah (1/200), karya al-Imam Abul-Qasim Hibatullah bin al-Hasan bin Manshur ath-Thabari al-Lalika’I (418 H)
[11] Lihat Szammul-Kalami wa ahlihi (2/72 no.229), karya Abu Ismail Abdullah bin Muhammad al-Anshari al-Harawi (396-481 H)
[12] HR al-Bukhari (1/39 no.71), Muslim (2/718 no. 1073), dan lain-lain, dari hadits Mu’awiyyah bin Abi Sufyan
[13] Lihat Dzammul-Kalami wa Ahlihi (5/80-81 no. 872).
[14] HR at-Tirmidzi (4/558 no. 2317), Ibnu Majah (2/1315 no. 376), dan lain-lain, dari Abu Hurairah. Dan hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dan Shahih Sunan at-Tarmidzi (2/530-531 no. 2317), Shahih Sunan Ibnu Majah (3/302 no.3226), dan kitab-kitab beliau lainnya.
[15] Dialihbahasakan oleh Abdurrahman Hadi Lc. Dari kitab “Kaifa Ihtadaitu ila at-Tauhid wa ash-Shiratil Mustaqim” Oleh : Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
 Disalin dari majalah Adz-Dzakhiirah Vol.6 No.6 Edisi 38 - 1429H]

Sumber Artikel:
ibnuramadan.wordpress.com