Thursday, February 24, 2011

Tasyabbuh Bahaya Laten di Tengah Ummat

Tasyabbuh Bahaya Laten di Tengah Ummat



Sejarah mencatat, kehidupan ummat manusia sebelum diutusnya Rasulullah sangatlah jauh dari petunjuk Ilahi. Norma-norma kebenaran dan akhlak mulia nyaris terkikis oleh kerasnya kehidupan. Tidak heran bila masa itu dikenal dengan masa jahiliyyah.
Ketika kehidupan ummat manusia telah mencapai puncak kebobrokannya, Allah mengutus Rasul pilihan-Nya Muhammad bin ‘Abdillah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa petunjuk Ilahi dan agama yang benar, untuk mengentaskan ummat manusia dari jurang kejahiliyyahan yang gelap gulita menuju kehidupan Islami yang terang benderang.
Beliau tunjukkan semua jalan kebaikan, dan beliau peringatkan tentang jalan-jalan kebathilan. Sehingga benar-benar terasa bahwa kenabian dan apa yang beliau bawa merupakan barakah dan rahmat bagi semesta alam.
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Al-Anbiyaa`:107)
Oleh karena itu, Allah telah menobatkan beliau sebagai suri tauladan terbaik bagi ummat manusia, dan Allah perintahkan seluruh ummat manusia untuk mengikutinya.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi kalian.” (Al-Ahzaab:21)
“Dan ikutilah dia, supaya kalian mendapat petunjuk.” (Al-A’raaf:158)
Lebih dari itu, Allah mengancam orang-orang yang menentangnya dan menyalahi perintahnya.
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam. Dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisaa`:115)
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa ‘adzab yang pedih.” (An-Nuur:63)
Atas dasar itulah, maka segala ajaran yang menyelisihi ajaran Rasulullah adalah bathil dan tidak boleh untuk diikuti, terlebih lagi bila bersumber dari orang-orang kafir. Oleh karena itu, di antara prinsip Islam yang kokoh adalah kewajiban mengikuti jejak Rasulullah dan dilarang untuk mengikuti atau bertasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir dan orang-orang yang menyelisihi Rasulullah.
Hakekat Tasyabbuh dan Menyelisihi Orang-Orang Kafir
Pengertian Tasyabbuh
Tasyabbuh secara etimologis adalah bentuk mashdar dari tasyabbaha ? yatasyabbahu yang berarti menyerupai orang lain dalam suatu perkara. Sedangkan secara terminologis adalah menyerupai orang-orang kafir dan orang-orang yang menyelisihi Rasulullah dalam hal aqidah, ibadah, perayaan/seremonial, hari-hari besar, kebiasaan, ciri-ciri dan akhlak yang merupakan ciri khas bagi mereka.
Hukum Tasyabbuh dengan Orang-Orang Kafir
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata,
“Telah kami sebutkan sekian dalil dari Al-Qur`an, As-Sunnah, Ijma’, atsar (amalan/perkataan shahabat dan tabi’in), dan pengalaman, yang semuanya menunjukkan bahwa menyerupai mereka dilarang secara global. Sedangkan menyelisihi tata cara mereka merupakan sesuatu yang disyari’atkan baik yang sifatnya wajib ataupun anjuran sesuai dengan tempatnya masing-masing.”
(Iqtidhaa Ash-Shiraathil Mustaqiim 1/473)
Siapakah Orang-Orang Kafir yang Tidak Boleh Kita Menyerupainya?
Orang-orang kafir yang tidak boleh kita menyerupainya meliputi ahlul kitab (Yahudi dan Nashara) dan orang-orang kafir lainnya.
Bahaya Tasyabbuh dengan Orang-Orang Kafir
Di antara bahaya dan dampak negatif tasyabbuh adalah:
1. Bahwa partisipasi dalam penampilan dan akhlak akan mewarisi kesesuaian dan kecenderungan kepada mereka, yang kemudian mendorong untuk saling menyerupai dalam hal akhlak dan perbuatan.
2. Bahwa menyerupai dalam penampilan dan akhlak, menjadikan kesamaan penampilan dengan mereka, sehingga tidak tampak lagi perbedaan secara zhahir antara ummat Islam dengan Yahudi dan Nashara (orang-orang kafir).
3. Itu terjadi pada hal-hal yang asalnya mubah. Dan bila terjadi pada hal-hal yang menyebabkan kekafiran, maka sungguh telah jatuh ke dalam cabang kekafiran.
4. Tasyabbuh dengan orang-orang kafir dalam perkara-perkara dunia akan mewariskan kecintaan dan kedekatan terhadap mereka. Lalu bagaimana dalam perkara-perkara agama? Sungguh kecintaan dan kedekatan itu akan semakin besar dan kuat, padahal kecintaan dan kedekatan terhadap mereka dapat meniadakan keimanan seseorang.
5. Lebih dari itu Rasulullah telah menyatakan,
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari mereka.”
(HR. Ahmad dan Abu Dawud dari ‘Abdullah bin ‘Umar, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaniy dalam Shahiihul Jaami’ no.6025)
(Diringkas dari Iqtidhaa`ush Shiraathil Mustaqiim 1/93, 94 dan 550)
Perkara-Perkara yang Termasuk Tasyabbuh dan Diharuskan untuk Menyelisihinya
Perkara-perkara yang termasuk tasyabbuh dan diharuskan untuk menyelisihinya mencakup semua perkara yang merupakan ciri khas bagi mereka (di setiap masa) baik dalam hal aqidah, ibadah, hari-hari besar, penampilan/model, ataupun tingkah laku. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ketika mengomentari hadits Anas bin Malik, “Lakukanlah apa saja (terhadap istri kalian) kecuali nikah (jima’).” (HR. Muslim no.302)
“Maka hadits ini menunjukkan bahwa apa yang Allah syari’atkan kepada Nabi-Nya sangat banyak mengandung unsur penyelisihan terhadap orang-orang Yahudi. Bahkan beliau menyelisihi mereka dalam semua perkara yang ada pada mereka, sampai-sampai mereka berkomentar, ‘Orang ini (Rasulullah) tidaklah mendapati sesuatu pada kami kecuali berusaha untuk menyelisihinya.” (Iqtidhaa`ush Shiraathil Mustaqiim 1/214-215, 365)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin berkata,
“Tasyabbuh dengan orang-orang kafir terjadi dalam hal penampilan, pakaian, tempat makan, dan sebagainya karena ia adalah kalimat yang bersifat umum. Dalam artian, bila ada seseorang yang melakukan ciri khas orang-orang kafir, di mana orang yang melihatnya mengira bahwa ia termasuk golongan mereka (maka saat itulah disebut dengan tasyabbuh, pent).” (Majmuu’ Duruus wa Fataawaa Al-Haramil Makkiy 3/367)
Perkara-perkara yang merupakan ciri khas mereka tersebut terbagi menjadi tiga jenis:
1. Perkara yang disyari’atkan dalam agama kita dan juga dalam agama mereka. Atau dahulu bukan syari’at mereka namun saat ini mereka kerjakan sebagaimana kita mengerjakannya, seperti: shaum ‘Asyura (10 Muharram, pent), shalat, dan shaum (puasa). Maka cara penyelisihannya adalah mengerjakannya dengan cara/tuntunan yang berbeda dengan mereka.
Seperti mengiringkan shaum tasu’a (puasa 9 Muharram, pent) bersamaan dengan ‘Asyura, menyegerakan berbuka dan shalat maghrib, serta mengakhirkan sahur.
2. Perkara yang disyari’atkan dalam agama mereka namun kemudian dimansukh (dihapus) secara total, seperti hari Sabtu atau kewajiban shalat/shaum tertentu. Maka diharamkan bagi kita untuk menyerupai mereka dalam perkara tersebut. Bahkan menyerupai mereka dalam perkara tersebut lebih jelek daripada menyerupai mereka dalam perkara jenis pertama.
3. Perkara yang mereka ada-adakan dalam hal ibadah, adat, atau ibadah yang berkaitan dengan adat. Maka menyerupai mereka dalam jenis ini lebih jelek daripada menyerupai mereka dalam dua jenis lainnya. (Diringkas dari Iqtidhaa`ush Shiraathil Mustaqiim 1/437-477)
Bagaimana dengan Mobil, Pesawat Terbang, dan Perangkat Teknologi Lainnya?
Memanfaatkan dan meniru mobil, pesawat terbang, alat-alat sains, dan teknologi lainnya bukanlah termasuk dari tasyabbuh. Karena apa yang mereka buat dan kembangkan tersebut hakekatnya bukanlah ciri khas/kekhususan yang mereka miliki. Siapa saja baik muslim ataupun kafir yang bersungguh-sungguh mempelajari dan mengembangkannya akan mampu untuk membuatnya. Demikian pula mengimpor barang-barang tersebut dari negeri-negeri kafir dan menggunakannya, bukanlah bagian dari tasyabbuh. Karena Rasulullah sendiri pernah menggunakan produk orang-orang kafir baik pakaian, bejana, dan lain sebagainya. Sebagaimana pula beliau pernah menerima hadiah dari Muqauqis, seorang raja Mesir yang beragama Nashara. Namun bila penggunaan produk mereka diiringi dengan penerapan kebiasaan, tata cara, dan aturan yang merupakan ciri khas dari mereka (orang-orang kafir) maka yang demikian dilarang dan termasuk dari tasyabbuh. (Diringkas dari Muqaddimah (Muhaqqiq) Iqtidhaa` Ash-Shiraathil Mustaqiim 1/48 dengan beberapa tambahan)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin berkata,
“Adapun sesuatu yang sudah tersebar di kalangan ummat Islam dan orang-orang kafir, maka penyerupakan dalam hal ini diperbolehkan walaupun asalnya dari orang-orang kafir, selama bukan sesuatu yang dzatnya haram seperti pakaian sutra (untuk laki-laki, pent).” (Majmuu’ Duruus wa Fataawaa Al-Haramil Makkiy 3/367)
Bagaimana dengan Pantalon?
Asy-Syaikh Al-Albaniy berkata, “Pada pantalon (celana panjang yang umum dipakai kaum laki-laki saat ini, red.) ada dua musibah:
1. Pemakainya menyerupai orang-orang kafir, karena ummat Islam dahulu memakai sirwal (celana) yang luas dan lebar, yang sampai hari ini sebagiannya masih dipakai di Syiria dan Lebanon. Ummat Islam tidaklah mengenalnya kecuali setelah masa penjajahan. Dan ketika para penjajah itu hengkang, mereka tinggalkan peninggalan-peninggalan yang jelek, yang akhirnya diambil oleh (sebagian besar) ummat Islam karena kebodohannya.
2. Bahwasanya pantalon itu membentuk ‘aurat, karena ‘aurat laki-laki adalah dari lutut hingga pusar. Seorang yang mengerjakan shalat sudah seharusnya menjauhkan diri dari maksiat, lalu bagaimana dengan seseorang yang dalam keadaan sujud kepada Allah sementara kedua pantatnya bahkan di antara keduanya tampak membentuk (karena shalat memakai pantalon, pent)?! Bagaimana orang ini mengerjakan shalat (dalam keadaan demikian) sedangkan dia sedang menghadap Rabb Semesta Alam?!…” (Al-Qaulul Mubiin fii Akhthaa`il Mushalliin hal.20-21)
Bagaimana Membangun Tempat Ibadah di Bekas Tempat-Tempat Kekafiran dan Kemaksiatan?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Adapun tempat-tempat kekafiran dan kemaksiatan yang belum pernah terjadi padanya ‘adzab Allah, jika dijadikan sebagai tempat yang bernuansa keimanan dan ketaatan maka bagus (bukan termasuk tasyabbuh). Nabi telah memerintahkan penduduk Thaif agar membangun masjid di tempat sesembahan yang dahulu mereka punyai. Demikian pula penduduk Yamamah agar membangun masjid di tempat yang dahulu sebagai sinagog. Bahkan masjid beliau asalnya adalah kuburan orang-orang musyrikin (beliau bangun setelah dipindahkannya semua kuburan-kuburan tersebut ke tempat lain).” (Iqtidhaa`ush Shiraathil Mustaqiim 1/266-267)
Apakah Tasyabbuh Harus dengan Niat?
Suatu amalan yang menyerupai ciri khas orang-orang kafir akan dihukumi sebagai tasyabbuh, walaupun tidak ada niatan untuk menyerupainya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Demikian pula larangan tasyabbuh dengan mereka, mencakup perkara-perkara yang engkau niatkan untuk menyerupai mereka dan juga yang tidak engkau niatkan untuk menyerupai mereka.” (Iqtidhaa`ush Shiraathil Mustaqiim 1/473, 1/219-220, 226-227 dan 272)
Hikmah Menyelisihi Orang-Orang Kafir
Menyelisihi orang-orang kafir mempunyai hikmah yang sangat besar bagi ummat Islam. Di antara hikmahnya adalah:
1. Menyelisihi mereka dalam perkara-perkara yang zhahir (penampilan dan akhlak) merupakan suatu maslahat bagi orang-orang yang beriman. Dengan itu akan tampak perbedaan penampilan yang dapat menjauhkan mereka dari perbuatan-perbuatan para penghuni neraka tersebut.
2. Bahwasanya cara/jalan yang mereka miliki tidak keluar dari dua keadaan: merusak atau mempunyai kelemahan. Karena seluruh amalan yang mereka ada-adakan dalam agama dan juga yang masukh (terhapus dengan syari’at Islam) sifatnya merusak. Sedangkan amalan-amalan mereka yang tidak mansukh mempunyai banyak kelemahan, dan masih mengalami proses penambahan atau pengurangan dalam syari’at Islam.
3. Menyelisihi mereka merupakan sebab jayanya agama Islam.
4. Menyelisihi mereka termasuk tujuan utama diutusnya Rasulullah.
5. Dengan menyelisihi mereka akan terbedakan antara seorang muslim dengan seorang kafir, dan tidak saling menyerupai satu dengan yang lainnya. (Diringkas dari Iqtidhaa`ush Shiraathil Mustaqiim 1/197, 198, 209 dan 365)
[Diambil dari Asy-Syariah No.11/I/1425H/2004 hal.5-8]
Bagaimana dengan Valentine Day?
Valentine Day adalah hari bersejarah bagi orang-orang kafir (khususnya Nashara) dan merupakan salah satu ciri khas mereka yang selalu diperingati (dikenang dan diramaikan) pada setiap tanggal 14 Februari. Mereka menyebutnya sebagai hari kasih sayang dan cinta. Mereka saling memberikan bunga, tanda cinta dan sejenisnya kepada teman/kekasihnya.
Oleh karena valentine day merupakan salah satu kekhususan/ciri khas orang-orang kafir maka kita ummat Islam dilarang untuk ikut mengenang dan meramaikannya. Baik dengan memberikan bunga, hadiah, tanda cinta dan sejenisnya kepada seseorang.
Di samping itu, Islam telah melarang pacaran dan hal-hal yang mengarah ke sana seperti khalwat (berdua-duaan), ikhtilath dan sebagainya, yang perbuatan ini merupakan salah satu budaya dan kebiasaan orang-orang kafir.
Termasuk yang dilarang adalah ikut berjualan bunga, boneka, makanan, kueh atau coklat yang berbentuk hati dan sebagainya dalam rangka meramaikan hari tersebut. Demikian juga dilarang bagi kita untuk menampakkan kegembiraan pada hari tersebut.
Janganlah kita menjadi orang-orang yang ikut andil dan meramaikan hari-hari raya atau hari-hari kekhususan mereka.
“Dan janganlah kalian tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Al-Maa`idah:2)
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud dari ‘Abdullah bin ‘Umar)
Semoga pembahasan tentang tasyabbuh ini menjadi secercah cahaya yang dengannya Allah menunjuki kita untuk selalu mengikuti jejak Rasulullah dan para shahabatnya, dan menjauhkan kita dari jalan orang-orang kafir para penghuni neraka. Aamiin. Wallaahu A’lam.

Sumber:
Buletin Al Wala’ Wal Bara’
Edisi ke-14 Tahun ke-4 / 10 Februari 2006 M / 11 Muharrom 1427 H

http://salafiindo.wordpress.com/2007/12/16/tasyabbuh-bahaya-laten-di-tengah-ummat/