Agama Islam adalah nasehat, dan salah satu bentuk dari sekian banyak bentuk-bentuk nasehat, adalah dakwah. Namun sebagaimana amalan-amalan lain yang dipahalai oleh Alloh Ta’ala, tentunya dakwah amar ma’ruf dan nahi mungkar mestilah dibarengi dengan ilmu tentangnya dan ilmu tentang apa yang diserukan. Misalnya, jika seseorang mengajak orang lain untuk mendirikan sholat, maka harusnya si pengajak (da’i) terlebih dahulu mengerti dan memahami segala ilmu tentangnya, sejak dari dalil-dalil pensyariatan sholat hingga tatacara sholat yang benar-benar sesuai petunjuk Rasululloh shallallohu ‘alaihi wasallam.
Hal inilah yang seringkali diacuhkan begitu saja oleh para da’i dewasa ini. Maka satu dari sekian banyak ketentuan yang harus ada dalam diri seorang da’i adalah ilmu tentang apa yang sedang dan yang akan ia serukan.
Alloh Ta’ala berfirman,
فَاْعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلمُؤْمِنِينَ وَالمؤْمِنَاتِ وَاللهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُم
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.” [QS. Muhammad : 19]Dengan ayat inilah Al-Imam Bukhary -rahimahullohu ta’ala- membuat satu bab dengan judul باب العلم قبل القول والعمل“Bab Ilmu sebelum perkataan dan perbuatan.” [Shohih Bukhary 1/159] Hal tersebut bisa difahami bahwa Alloh Ta’ala telah memerintahkan kepada nabi-Nya dengan dua perkara; dengan ilmu dan kemudian amal. Adapun memulainya dengan ilmu itu dijelaskan dalam ayat tersebut,
فَاْعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللهُ
“Ketahuilah bahwa tiada sesembahan yang haq, selain Alloh.”
Baru kemudian diikuti dengan amal,
وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِك
“Dan mohonlah ampunan untuk dosa-dosamu.”
Dengan demikian, kita semua menyadari bahwa ilmu adalah syarat bagi amalan dan perkataan. Tanpa ilmu maka amalan dan perkataan itu tidak sangat jauh dari petunjuk Alloh dan RasulNya. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rahimahullohu ta’ala- menjelaskan tentang syarat amar ma’ruf dan nahi munkar, dengan berkata;
ولا يكون عمله صالحاً إن لم يكن بعلم وفقه .. وهذا ظاهر فإن العمل إن لم يكن بعلم كان جهلاً وضلالاً ، واتباعاً للهوى وهذا هو الفرق بين أهل الجاهلية
“Dan tidaklah dianggap amalan sholih jika tanpa disertai dengan ilmu,… dan ini sudah jelas. Maka sungguh amalan itu jika tanpa disertai ilmu adalah kebodohan dan kesesatan, dan hanya mengikuti hawa nafsu saja, yang demikian termasuk golongan ahli jahiliyah / orang-orang bodoh.” [Al-amru bilma'ruf wan nahy anil munkar, Ibnu Taimiyah, hal. 17]
Hal ini juga sebagaimana atsar dari salafunas sholih, telah diriwayatkan secara marfu’, AlQadhi Abu Ya’la menyebutkan dalam Al-Mu’tamad,
لا يأمر بالمعروف وينهى عن المنكر إلا من كان فقيهاً فيما يأمر به ، فقيها فيما ينهى عنه ، رفيقاً فيما يأمر به ، رفيقاً فيما ينهى عنه ، حليماً فيما يأمر به ، حليماً فيما ينهى عنه
http://salafiindo.wordpress.com/2008/01/31/syarat-seorang-dai/