Korban diberi imbalan uang dan beras, serta diminta membaca Surat Al Baqarah ayat 138 dahulu
Hidayatullah.com—Upaya kaum salibis untuk memurtadkan kaum muslimin tampaknya tak kenal menyerah.Kali ini menimpa beberapa warga di Babakan Ciparay Kota Bandung. Salah seorang korban adalah Melati (22, bukan nama sebenarnya).
Kepada hidayatullah.com (25/5), ibu satu anak ini bercerita, sekitar awal April 2010 lalu ia didatangi seorang temannya yang membawa kabar gembira akan ada pembagian beras dan uang secara gratis.Namun syaratnya harus ikut tamasya ke sebuah tempat yang letaknya di daerah Bandung Selatan.
Tanggal yang dijanjikan pun tiba, mereka yang berangkat dalam rombongan ini ada delapan orang yang kesemuanya perempuan dengan usia antara 16 hingga 50 tahun. Dalam perjalanan mereka nampak sangat bahagia karena akan menikmati fasilitas tempat wisata yang belum mereka rasakan sebelumnya.
“Waktu itu kita tidak ada perasaan curiga apa-apa karena yang mengajak teman sendiri,” katanya.
Sesampai di tempat tujuan, rombongan ini disambut beberapa orang lelaki paruh baya. Salah satunya seorang lelaki dengan pakaian ala seorang kiai atau ustadz. Satu per satu peserta rombongan tersebut ditanya namanya. Mereka pun mendapat ”ceramah” persamaan Islam dan Kristen versi ”ustadz” tersebut. Tak lupa mereka disuruh membaca Al Qur’an dengan mengambil surat Al Baqarah ayat 138 sebagai surat dan ayat pilihan.
Kepada mereka dijelaskan bahwa Islam (Al Quran) dan Kristen (Injil) tidak ada perbedaan karena sama-sama berbicara tentang celupan (shibghah). Sehingga akhirnya mereka pun diminta untuk mau dicelupkan.
”Waktu itu kepala kita dicelupkan dalam kolam air dan tangan kita berpegangan pada tangannya.Sambil dicelupkan kita di suruh mengucapkan, ”Demi Yesus”,” ingat Melati.
Selesai prosesi itu mereka di minta mengenakan jubah hitam, kemudian jubah tersebut segera dilepaskan kembali. Berikutnya mereka diajak makan-makan dan menjelang pulang masing-masing dari mereka mendapat 5 kilo gram beras dan uang Rp 50.000.
Hal sama juga dialami Bunga (bukan nama sebenarnya). Gadis yang masih berusia 16 tahun ini baru ikut ”tamasya” Jumat (21/5) lalu. Dalam rombongan ini ada sepuluh orang. Kali ini tempat yang dituju di daerah Bandung Utara.
Ia pun mengiyakan apa yang dialami Melati sebelumnya. Namun Bunga menambahkan, selama prosesi pencelupan tersebut mereka diiringi musik dengan para pemainnya mengenakan busana gamis layaknya para pelantun nasyid. Namun bedanya lagu yang dibawakan berisi pujian.
Sementara Hendra Wijaya (48), tokoh masyarakat Babakan Ciparay, saat dikonfirmasi hidayatullah.com membenarkan kejadian tersebut. Hendra pun mengakui, salah seorang dari korban pembaptisan tersebut anaknya sendiri.
”Awalnya saya tidak tahu jika pemberian beras dan uang tersebut harus dengan prosesi seperti itu. Baru setelah kita desak, anak-anak tersebut mengaku. Akhirnya saya berkesimpulan anak-anak ini telah dibaptis atau dimurtadkan,” aku Hendra.
Merasa anaknya telah dibaptis, meski menurut pengakuan anaknya dan teman-temannya dilakukan dengan pura-pura, Hendra ingin agar anak-anak kembali membaca dua kalimat syahadat.
Maka keesokan harinya (22/5) Hendra mengumpulkan para korban tersebut di mushala dekat rumahnya.Tujuannya agar mereka beristighfar dan kembali bersyahadat dengan disaksikan beberapa warga sekitar.
”Ternyata setelah acara syahadat tersebut, ada lagi yang datang sekitar tujuh orang mengaku telah dibaptis.Jadi saya menduga korbannya lebih dari dua puluh orang,” kata Hendra.
Kejadian tersebut dibenarkan Hari Nugraha (40) dari Komite Peduli Umat Islam Bandung (KPUB).Namun ia menyayangkan korban tidak segara melaporkan ke pihaknya.
”Padahal kejadiannya sudah tiga kali dengan jeda satu bulan.Itu berarti sudah hampir tiga bulan yang lalu,”kata Hari saat dimintai keterangan.
Untuk itu pihaknya akan terus mencari bukti-bukti yang lain.Jika semua bukti yang diperlukan sudah cukup, KPUB akan mengajukan kepada pihak berwajib.
”Aduan yang akan kita sangkakan adalah penipuan dan penodaan agama,” jelasnya.
Menurut pengamatan hidayatullah.com, warga sekitar korban pemurtadan tersebut sangat rawan terhadap usaha pendangkalan akidah dengan modus bantuan ekonomi, mengingat warga tersebut tinggal di kawasan kumuh dengan mata pencaharian tidak menentu.
”Sebenarnya kami (dari KPUB) juga sudah melakukan pembinaan rutin terhadap warga di sini.Kami merasa kecolongan dengan kejadian ini.Namun yang lebih mengagetkan kami, ternyata peserta pembaptisan tersebut bukan hanya warga di sini saja,” imbuh Hari prihatin.
Hari menduga, korban diperkirakan lebih banyak dari perkiraan semula. Untuk itu pihaknya akan segera mendata siapa saja dan dari mana saja mereka berasal. Dari modus dan tempat pembaptisannya, dirinya menduga pelakunya orang lama.
”Kita akan mencocokan bukti-bukti yang sudah kita miliki sebelumnya,apakah ini ada kaitannya atau tidak,” jelas Hari. [man/hidayatullah.com]
Kepada hidayatullah.com (25/5), ibu satu anak ini bercerita, sekitar awal April 2010 lalu ia didatangi seorang temannya yang membawa kabar gembira akan ada pembagian beras dan uang secara gratis.Namun syaratnya harus ikut tamasya ke sebuah tempat yang letaknya di daerah Bandung Selatan.
Tanggal yang dijanjikan pun tiba, mereka yang berangkat dalam rombongan ini ada delapan orang yang kesemuanya perempuan dengan usia antara 16 hingga 50 tahun. Dalam perjalanan mereka nampak sangat bahagia karena akan menikmati fasilitas tempat wisata yang belum mereka rasakan sebelumnya.
“Waktu itu kita tidak ada perasaan curiga apa-apa karena yang mengajak teman sendiri,” katanya.
Sesampai di tempat tujuan, rombongan ini disambut beberapa orang lelaki paruh baya. Salah satunya seorang lelaki dengan pakaian ala seorang kiai atau ustadz. Satu per satu peserta rombongan tersebut ditanya namanya. Mereka pun mendapat ”ceramah” persamaan Islam dan Kristen versi ”ustadz” tersebut. Tak lupa mereka disuruh membaca Al Qur’an dengan mengambil surat Al Baqarah ayat 138 sebagai surat dan ayat pilihan.
Kepada mereka dijelaskan bahwa Islam (Al Quran) dan Kristen (Injil) tidak ada perbedaan karena sama-sama berbicara tentang celupan (shibghah). Sehingga akhirnya mereka pun diminta untuk mau dicelupkan.
”Waktu itu kepala kita dicelupkan dalam kolam air dan tangan kita berpegangan pada tangannya.Sambil dicelupkan kita di suruh mengucapkan, ”Demi Yesus”,” ingat Melati.
Selesai prosesi itu mereka di minta mengenakan jubah hitam, kemudian jubah tersebut segera dilepaskan kembali. Berikutnya mereka diajak makan-makan dan menjelang pulang masing-masing dari mereka mendapat 5 kilo gram beras dan uang Rp 50.000.
Hal sama juga dialami Bunga (bukan nama sebenarnya). Gadis yang masih berusia 16 tahun ini baru ikut ”tamasya” Jumat (21/5) lalu. Dalam rombongan ini ada sepuluh orang. Kali ini tempat yang dituju di daerah Bandung Utara.
Ia pun mengiyakan apa yang dialami Melati sebelumnya. Namun Bunga menambahkan, selama prosesi pencelupan tersebut mereka diiringi musik dengan para pemainnya mengenakan busana gamis layaknya para pelantun nasyid. Namun bedanya lagu yang dibawakan berisi pujian.
Sementara Hendra Wijaya (48), tokoh masyarakat Babakan Ciparay, saat dikonfirmasi hidayatullah.com membenarkan kejadian tersebut. Hendra pun mengakui, salah seorang dari korban pembaptisan tersebut anaknya sendiri.
”Awalnya saya tidak tahu jika pemberian beras dan uang tersebut harus dengan prosesi seperti itu. Baru setelah kita desak, anak-anak tersebut mengaku. Akhirnya saya berkesimpulan anak-anak ini telah dibaptis atau dimurtadkan,” aku Hendra.
Merasa anaknya telah dibaptis, meski menurut pengakuan anaknya dan teman-temannya dilakukan dengan pura-pura, Hendra ingin agar anak-anak kembali membaca dua kalimat syahadat.
Maka keesokan harinya (22/5) Hendra mengumpulkan para korban tersebut di mushala dekat rumahnya.Tujuannya agar mereka beristighfar dan kembali bersyahadat dengan disaksikan beberapa warga sekitar.
”Ternyata setelah acara syahadat tersebut, ada lagi yang datang sekitar tujuh orang mengaku telah dibaptis.Jadi saya menduga korbannya lebih dari dua puluh orang,” kata Hendra.
Kejadian tersebut dibenarkan Hari Nugraha (40) dari Komite Peduli Umat Islam Bandung (KPUB).Namun ia menyayangkan korban tidak segara melaporkan ke pihaknya.
”Padahal kejadiannya sudah tiga kali dengan jeda satu bulan.Itu berarti sudah hampir tiga bulan yang lalu,”kata Hari saat dimintai keterangan.
Untuk itu pihaknya akan terus mencari bukti-bukti yang lain.Jika semua bukti yang diperlukan sudah cukup, KPUB akan mengajukan kepada pihak berwajib.
”Aduan yang akan kita sangkakan adalah penipuan dan penodaan agama,” jelasnya.
Menurut pengamatan hidayatullah.com, warga sekitar korban pemurtadan tersebut sangat rawan terhadap usaha pendangkalan akidah dengan modus bantuan ekonomi, mengingat warga tersebut tinggal di kawasan kumuh dengan mata pencaharian tidak menentu.
”Sebenarnya kami (dari KPUB) juga sudah melakukan pembinaan rutin terhadap warga di sini.Kami merasa kecolongan dengan kejadian ini.Namun yang lebih mengagetkan kami, ternyata peserta pembaptisan tersebut bukan hanya warga di sini saja,” imbuh Hari prihatin.
Hari menduga, korban diperkirakan lebih banyak dari perkiraan semula. Untuk itu pihaknya akan segera mendata siapa saja dan dari mana saja mereka berasal. Dari modus dan tempat pembaptisannya, dirinya menduga pelakunya orang lama.
”Kita akan mencocokan bukti-bukti yang sudah kita miliki sebelumnya,apakah ini ada kaitannya atau tidak,” jelas Hari. [man/hidayatullah.com]