Hidayatullah.com--Rencana Pemprov DKI Jakarta menaikkan tarif pajak hiburan sampai 75 persen, akan membuat sekitar 600 ribu pekerja karaoke, pijat, diskotek, dan lainnya terancam jadi pengangguran.
“Rencana kenaikan tarif pajak sebesar itu membuat kiamat bagi industri hiburan,” ujar Adrian Maelite, ketua Perhimpunan Pengusaha Rekreasi dan Hiburan Umum (PPRHU) Jakarta, Senin (24/5). Usulan pajak hiburan tersebut masih dalam pembahasan di DPRD.
“Kami sudah cukup sering membahas masalah ini baik di kalangan pengusaha maupun birokrat yang intinya berprediksi bahwa rencana kenaikan pajak hiburan begitu tinggi bakal mematikan usaha yang ada saat ini. Apalagi dua bulan sebelumnya pemerintah juga telah menaikkan cukai minuman berkadar alkohol antara 200 dan 300 persen,” paparnya.
Saat ini pajak hiburan yang diterapkan di Jakarta sebesar 20 persen masih dirasa berat bagi sejumlah usaha hiburan yang tidak banyak pengunjung. “Untuk mensiasati agar usaha kecil tetap hidup, maka dilakukan subsidi silang dengan usaha yang lebih besar. Kalau bisa sih pemerintah justru menurunkan pajak menjadi 15 persen saja agar industri pariwisata di Jakarta bisa berkembang dan berkontrusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) tetap tinggi,” lanjut Adrian.
Untuk itu, Adrian mewakili para pengusaha maupun pekerja hiburan minta kepada pemerintah, termasuk DPRD DKI yang sedang membahas rencana kenaikan tarif ini bertindak bijaksana.
“Anggota dewan juga harus memikirkan nasib ratusan ribu orang yang menggantungkan hidup dari industri hiburan,” urai Adrian.
Usaha hiburan di Jakarta yang tergabung dalam wadah PPRHU, tambahnya, tercatat sebanyak 1.750 jenis usaha yang tersebar di sekitar 400 titik lokasi. “Jumlah ini khusus untuk industri hiburan non-hotel. Sedangkan jumlah pekerja tetap sekitar 320 ribu orang dan kalau ditambah dengan pekerja free-lance semuanya mencapai sekitar 600 ribu orang yang mana sebagian besar di antara mereka menjadi tulang punggung keluarga,’ paparnya. Mereka bekerja antara lain di karaoke, singing hall, panti pijat, diskotek, dan lainnya.
Pelanggan Sepi
Secara terpisah sejumlah pekerja industri hiburan malam ikutan resah dengan adanya rencana kenaikan pajak yang artinya akan membuat kabur pengunjung.
“Saat ini saja meski pajak cuma 20 persen, harga minuman keras (miras) di tempat hiburan malam sudah tergolong mahal karena sekitar tiga kali lipat dari harga toko. Apalagi kalau pajak dinaikkan, maka harga minuman tentu lebih mahal lagi sehingga membuat pelanggan kabur,” ujar Awi, manajer salah satu hiburan malam di kawasan Mangga Besar, Tamansari, Jakbar.
Begitu pula sejumlah karyawan di tempat lain juga was-was kalau tempat kerjanya gulung tikar. “Saya kerja sebagai waitress karaoke. Gajinya cuma Rp400 ribu/bulan. Untuk memenuhi kebutuhan tergantung pada uang tips dari tamu,” tambah Rianty. Sedangkan sebagian besar wanita penghibur yang mendulang uang di hiburan malam sebagai pekerja free-lance juga resah karena khawatir tamu sudah keberatan membayar mahal minuman tidak mampu lagi memberinya uang tips.
Adapun besaran kenaikan masing-masing pajak yang diusulkan DKI bervariasi yakni untuk pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak sebelumnya hanya 10 % diusulkan naik menjadi 20 %. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dari 5 % diusulkan naik menjadi 10 %. Pajak Parkir dari 20 % diusulkan naik menjadi 30 %. Pajak Kendaraan Bermotor dari 5 % diusulkan naik menjadi 10 %. Sedangkan untuk pajak hiburan khusunya seperti diskotek, karaoke, klub malam dan lainya dari semula 20 % diusulkan naik menjadi 75 %. [pko/hidayatullah.com]