Monday, May 24, 2010

Dulu Sakti, Kini Salman



gitaris Sheila On 7 Sakti Ari Seno mengganti namanya menjadi Salman Al-Jugjawy
Empat tahun lalu ketika memutuskan keluar dari Sheila On 7 saat penggarapan album kelima band tersebut, 507, gitaris Sakti Ari Seno seperti hilang ditelan  bumi. Ia tak lagi terdengar di dunia hiburan dan sangat fokus pada kegiatan agama. Pada Jumat (14/5) lalu di kawasan utara Yogya ditemani Eross SO7 dan grup nasyid lokal, secara sederhana Sakti merilis album religi pertamanya. Dengan mengganti namanya menjadi Salman Al-Jugjawy ia meluncurkan mini album bertitel Selamatkan. Album yang lebih cocok dikatakan album mini ini berisi dua buah lagu yang banyak bercerita tentang kedekatan dengan Allah SWT dan menyelamatkan bangsa dengan kembali ke Sang Pencipta.
Mantan gitaris million copies selling band ini bercerita soal alasannya kembali bermusik, pandangannya terhadap album religi dan pendapatnya tentang musik yang halal sesaat setelah ia menunaikan shalat Ashar.
Tahun 2006 Anda keluar dari Sheila on 7 sekaligus dunia musik, kenapa sekarang justru kembali lagi ke dunia musik?
Pada dasarnya saya memanfaatkan potensi yang saya punya untuk dimaksimalkan. Sayang rasanya kalau dulu udah pernah menjalankan potensi itu tapi sekarang justru tidak saya manfaatkan.
Mengapa butuh waktu sampai empat tahun sejak keluar dari Sheila on 7 untuk merilis album solo?
Rencana membuat album sudah ada dari tahun 2007, proses kreatif sudah berjalan dari tahun itu, tapi ketika itu masih banyak kegiatan yang harus dilakukan, khususnya kegiatan agama. Akhirnya baru kesampaian sekarang. Ke depan niatnya setiap Maulid Nabi dan menjelang Bulan Ramadhan bisa ngeluarin single atau album.
Nama Sakti sebagai mantan gitaris Sheila On 7 jelas lebih populer ketimbang nama Salman Al-Jugjawy yang anda gunakan untuk album ini, bukankah secara bisnis nama Salman kurang menguntungkan?
Dari segi popularitas nama Sakti jelas lebih populer tapi nama itu kesannya super power. Yang benar-benar punya sifat Sakti itu ya, hanya Allah. Tapi buat saya nantinya, lagu yang dinilai ya lagunya, jadi masalah nama ini bukan masalah besar juga sih. Di akte kelahiran nama saya tetap Sakti kok, kalau ganti nama repot ngurus ke kelurahan (Tertawa).
Anda kembali bermusik karena kangen dunia hiburan?
Bukan, bukan karena alasan itu. Saya enggak kangen dunia hiburan. Semuanya balik lagi karena saya hanya memaksimalkan keahlian di bidang musik.
Kalau ternyata album ini sukses bukankah Sakti justru akan kembali ke dunia popularitas yang dulu dihindari?
Amin, albumnya bisa sukses, tapi semua balik lagi ke orangnya masing-masing. Pisau bisa buat masak masakan yang enak, tapi di satu sisi juga bisa disalahgunakan buat kriminal. Nah sekarang tinggal bagaimana menyikapi itu. Sama dengan menyikapi popularitas dan efeknya.
Mengapa sekarang memilih mengusung musik religi?
Insya Allah lagu religi juga punya pasar yang tetap kalo dipandang dari sisi bisnis. Perhatikan juga kalau musik religi sifatnya tidak gampang hilang. Musik religi memang tidak bisa langsung melonjak tinggi banget secara popularitas tapi justru membuat musik religi long lasting sifatnya. Coba lihat Bimbo contohnya, lagunya kan long lasting semua.
Lagu religi biasanya diluncurkan pada saat Bulan Ramadhan karena faktor momentum dan strategi bisnis, kenapa Anda justru memilih ketika Ramadhan masih beberapa bulan lagi?
Target awalnya diluncurkan ketika Maulid Nabi, Februari 2010, tapi baru bisa terlaksana justru bulan Mei. Sebenarnya kalau kita pandang dari sisi bisnis, meluncurkan lagu religi ketika Bulan Ramadhan justru membuat orang bingung. Karena di bulan itu banyak banget musisi yang ngeluarin album religi, orang bakal bingung saking banyaknya.  Ibaratnya saya mau curi start sebelum bulan Ramadhan. Tapi saya ada rencana ngeluncurin sekitar lima lagu lagi menjelang Ramadhan.
Album ini juga Anda tujukan sebagai sarana dakwah?
Album ini sebagai sarana dakwah iya. Pada dasarnya dakwah kan datang ke orang dan mengajaknya menuju ke kebaikan. Dengan kapasitas saya sebagai musisi ya ajakan itu bentuknya bisa lewat lagu. Sarana dakwah saya tentunya juga bisa lewat lagu.
Saat ini lagu religi sudah banyak, bahkan grup band macam Gigi atau Ungu juga meluncurkan album religi, pendapat Anda?
Nggak ada masalah buat saya, saya justru tambah senang karena tujuannya baik. Ya, semakin baguslah dengan iklim seperti itu.
Bagaimana Anda memandang pendapat yang menyatakan kalau lagu religi seperti menjadikan agama sebagai komoditi jualan?
Memang ada yang mengatakan seperti itu. Tapi perlu dilihat juga kalau lagu religi itu yang dijual seninya, content lagunya, bukan agamanya, lho. Ibaratnya, sama aja seperti orang jual kaligrafi, yang dijual bukan ayatnya tapi seni kaligrafinya Makin bagus seninya kan makin dihargai. Lagu religi ya sama saja, yang dijual seni dan isi lagunya, bukan agamanya menurut saya.
Ada perdebatan tentang bermusik itu haram atau halal di Islam, dengan merilis album ini sepertinya Anda di posisi mengatakan kalau musik itu halal?
Bicara di wilayah musik halal atau haram memang banyak perdebatan. Tapi banyak pendapat membolehkan dengan beberapa syarat. Nah salah satu syaratnya misalnya lagu itu harus mengajak ke kebaikan. Itu kan akhirnya bakal balik lagi ke diri kita, lagu apa yang akan kita pilih untuk kita bawain di dunia musik. (Ardi Wilda/Rolling Stone) sabili