Selain melakukan penggalangan dana, Viva Palestina juga melakukan aksi menentang penjajahan Israel dan pembelaan Palestina
Sahabat Al-Aqsa & Hidayatullah.com—Sebagian pembaca menanyakan, sebenarnya nama kafilah kapal kemanusiaan ke Gaza ini yang benar apa sih? Viva Palestina, Lifeline for Gaza, atau Freedom Flotilla?
Jawabannya, ketiga nama itu memang dipakai semuanya. Viva Palestina adalah sebuah gerakan masyarakat yang mengkampanyekan kemerdekaan Palestina. Gerakan ini bersifat cair, tidak ada organisasi formal yang berkekuatan hukum. Kampanye dimulai awal tahun 2008 dengan nama lain Free Gaza Movement oleh beberapa lembaga swadaya masyarakat di bidang hak asasi manusia dan bantuan kemanusiaan di Inggris, Amerika Serikat, Turki, dan lain-lain.
Selain melakukan kampanye menyebarkan informasi dan menggalang dana, gerakan yang kemudian memakai tema Viva Palestina juga melakukan aksi yang menentang secara langsung penjajah Israel dengan melakukan unjuk rasa dan pembelaan terhadap hak-hak rakyat Palestina. Puncaknya pada Agustus 2008 gerakan ini berhasil memasukkan kapal kecil bernama Free Gaza mengantar obat-obatan ke Gaza. Nakhoda kapal berawak 58 orang itu bernama Ken O’Kefee asal Inggris.
Di Malaysia ada Viva Palestina Foundation yang berbadan hukum, tetapi tidak terlalu mengambil peran aktif dalam kafilah kapal kemanusiaan kali ini.
Lifeline for Gaza pertama kali digunakan sebagai tema gerakan Viva Palestina sejak pertengahan 2008, ketika sejumlah kapal berukuran kecil berangkat dari Irlandia menerobos embargo militer Israel di Laut Tengah. Di antaranya kapal Dignity dan Liberty yang ditumpangi Yvone Ridley, wartawan Inggris yang masuk Islam setelah bebas dari tawanan Taliban di Afghanistan, dan Lord Ahmed of Rotheram, anggota parlemen Inggris.
Aksi besar lainnya adalah pada bulan Desember 2009 sampai Januari 2010, konvoi sekitar 150 mobil dari London ke Gaza, berpenumpang 500 orang, melewati negara-negara Eropa yang berujung di Bulgaria, Turki, lalu ke Syria, Yordania. Karena dilarang masuk lewat Aqabah, maka mereka melakukan reroute, kembali berputar ke Syria dan mengangkut semua kendaraan dengan kapal feri, dari pelabuhan Lazakiya, Syria, ke pelabuhan ‘Arisy, Mesir, yang lokasinya berdekatan dengan perbatasan Rafah-Gaza.
Setelah meninggalkan barang bantuan di Gaza, konvoi itu juga meninggalkan seluruh jenis kendaraan yang mereka bawa, termasuk dua truk kontainer, beberapa ambulan dan mobil jenis van sebagai wakaf kepada rakyat Gaza. Mereka diharuskan oleh pemerintah Mesir keluar dan kembali ke bandara Kairo sesudah 2x24 jam berada di Gaza.
Sedangkan Freedom Flotilla adalah sebutan bagi armada kapal kemanusiaan yang sekarang sedang menuju Gaza. Dalam bahasa Indonesia Freedom Flotilla bisa diartikan Bahtera Kemerdekaan.
Dalam Freedom Flotilla inilah untuk pertama kalinya, sejak penyerangan Israel atas Gaza awal 2009 lalu, delegasi Indonesia ikut ambil bagian menembus embargo militer; KISPA, MER-C, dan Sahabat Al-Aqsa, mewakili ratusan juta rakyat Indonesia. Dari Sahabat Al-Aqsa ikut serta Dzikrullah dan Santi Soekanto, keduanya berprofesi wartawan sekaligus pendiri Sahabat Al-Aqsa. [DP, SA, SF/hidayatullah.com]