JAKARTA (Berita SuaraMedia) - Pemerintah menolak, kalau disebut terus menumpuk utang. Meski diakui, ada penambahan utang sampai Rp 400 triliun lebih selama kurun waktu lima tahun belakangan, tapi itu bukan karena tidak ada alasan.
Menurut Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, Rahmat Waluyanto, pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan sudah melakukan pengelolaan utang dengan sangat baik.
Kenapa utang bertambah? Pertama, kata dia, karena secara nominal defisit Indonesia naik juga akibat dipengaruhi PDB (produk domestik bruto) yang semakin naik karena Indonesia terus tumbuh. "Indonesia makin kaya," kata Rahmat.
Tentunya, saat dibandingkan tahun 2001 ketika utang RI mencapai Rp 1.273 triliun dengan PDB Rp 1.646 triliun, tidak akan sebanding kalau dibanding utang RI pada 2010 Februari yang mencapai Rp 1.619 triliun dengan PDB Rp 5.981 triliun.
"Rasionya sudah turun drastis dari 77 persen pada 2001, lalu 47 persen pada 2005 dan menjadi hanya 28 persen pada 2009," kata Rahmat di Kementerian Keuangan. Apalagi pada saat ini, pe April 2010 lalu tercatat hanya sekitar 26 persen.
Kedua, Rahmat menuturkan, karena pemerintah saat ini harus membayari utang jatuh tempo yang dibuat pada masa lalu.
Menurut Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, Rahmat Waluyanto, pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan sudah melakukan pengelolaan utang dengan sangat baik.
Kenapa utang bertambah? Pertama, kata dia, karena secara nominal defisit Indonesia naik juga akibat dipengaruhi PDB (produk domestik bruto) yang semakin naik karena Indonesia terus tumbuh. "Indonesia makin kaya," kata Rahmat.
Tentunya, saat dibandingkan tahun 2001 ketika utang RI mencapai Rp 1.273 triliun dengan PDB Rp 1.646 triliun, tidak akan sebanding kalau dibanding utang RI pada 2010 Februari yang mencapai Rp 1.619 triliun dengan PDB Rp 5.981 triliun.
"Rasionya sudah turun drastis dari 77 persen pada 2001, lalu 47 persen pada 2005 dan menjadi hanya 28 persen pada 2009," kata Rahmat di Kementerian Keuangan. Apalagi pada saat ini, pe April 2010 lalu tercatat hanya sekitar 26 persen.
Kedua, Rahmat menuturkan, karena pemerintah saat ini harus membayari utang jatuh tempo yang dibuat pada masa lalu.
Ia juga membantah pengelolaan utang tidak efisien. Menurut Rahmat, tambahan utang dengan defisit, sudah menjadi kesepakatan pemerintah dengan anggota dewan.
Bahkan, tak hanya dari sisi pengelolaan yang baik, dalam UU sendiri yakni UU no 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah disebut pembatasan angka defisit. Defisit yang menyebabkan utang ini secara nasional dan daerah hanya boleh dibatasi kurang dari tiga persen PDB.
"Jadi, dengan demikian tambahan utang untuk pembiayaan defisit juga dibatasi," katanya.
Bukti pengelolaan yang baik itu adalah, lembaga peringkat internasional telah menaikkan peringkat utang Indonesia hingga tinggal satu level di bawah investment grade.
Bahkan, tak hanya dari sisi pengelolaan yang baik, dalam UU sendiri yakni UU no 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah disebut pembatasan angka defisit. Defisit yang menyebabkan utang ini secara nasional dan daerah hanya boleh dibatasi kurang dari tiga persen PDB.
"Jadi, dengan demikian tambahan utang untuk pembiayaan defisit juga dibatasi," katanya.
Bukti pengelolaan yang baik itu adalah, lembaga peringkat internasional telah menaikkan peringkat utang Indonesia hingga tinggal satu level di bawah investment grade.
Selain itu, audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menyebutkan bahwa dalam pengelolaan utang, pemerintah mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian.
"Kalau yield (imbal hasil) dikatakan mahal, itu karena bukan pemerintah yang menentukan tapi bisa berubah setiap saat. Antara lain, dipengaruhi oleh sentimen pasar," katanya.
"Kalau yield (imbal hasil) dikatakan mahal, itu karena bukan pemerintah yang menentukan tapi bisa berubah setiap saat. Antara lain, dipengaruhi oleh sentimen pasar," katanya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Agus Martowardojo diminta melepaskan ketergantungan Indonesia pada utang. Jika tidak, utang Indonesia akan semakin besar di masa mendatang. Demikian permintaan pengamat ekonomi Hendri Saparini, baru-baru ini.
Menurut Hendri, pemerintah juga harus mengubah pola berpikir soal utang. Pembayaran utang yang menggunakan anggaran idealnya bisa digunakan untuk kesejahteraan rakyat.
Agus Martowardojo mengaku punya beban yang cukup berat soal utang negara. Terlebih utang Indonesia kini jumlahnya lebih dari Rp 1.500 triliun.
Dalam lima tahun terakhir, Indonesia terus menambah utang dalam negeri dalam jumlah besar. Pada 2005 tercatat, total utang negara mencapai Rp 1.313 triliun. Namun, dalam waktu lima tahun, utang tersebut naik Rp 275 triliun menjadi Rp 1.558 triliun.
Sementara itu, rupiah diperkirakan masih mengalami penurunan di bawah level Rp9.400 per USD apabila Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral tidak menjaga rupiah.
Beberapa waktu belakangan ini, seperti diketahui, baik rupiah maupun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terkena imbas dari pasar valuta asing akibat tekanan krisis utang Yunani diperkirakan masih akan merosot tajam.
Hal tersebut dikatakan pengamat valuta asing Farial Anwar , di Jakarta Rabu (26/5/2010). Menurutnya, apa yang terjadi di dalam negeri saling berkaitan dengan situasi pasar global.
"Apalagi pada perdagangan kemarin, IHSG ditutup melemah drastis, tentu menambah penyebab semakin turunnya rupiah. Rupiah diperkirakan akan melemah pada range Rp9.375-Rp9.380 per USD," jelasnya.
Diketahui, Rupiah pada penutupan perdagangan kemarin, ditutup ke posisi Rp9.335 per USD atau sedikit menguat akibat adanya intervensi BI untuk menahan dampak krisis Eropa dari pembukaan pada pagi hari di kisaran Rp9.377,5 per USD. Sedangkan pada yahoofinance, rupiah ditutup melemah ke posisi Rp9.398 per USD. (fn/vs/lp/ok) www.suaramedia.com
Menurut Hendri, pemerintah juga harus mengubah pola berpikir soal utang. Pembayaran utang yang menggunakan anggaran idealnya bisa digunakan untuk kesejahteraan rakyat.
Agus Martowardojo mengaku punya beban yang cukup berat soal utang negara. Terlebih utang Indonesia kini jumlahnya lebih dari Rp 1.500 triliun.
Dalam lima tahun terakhir, Indonesia terus menambah utang dalam negeri dalam jumlah besar. Pada 2005 tercatat, total utang negara mencapai Rp 1.313 triliun. Namun, dalam waktu lima tahun, utang tersebut naik Rp 275 triliun menjadi Rp 1.558 triliun.
Sementara itu, rupiah diperkirakan masih mengalami penurunan di bawah level Rp9.400 per USD apabila Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral tidak menjaga rupiah.
Beberapa waktu belakangan ini, seperti diketahui, baik rupiah maupun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terkena imbas dari pasar valuta asing akibat tekanan krisis utang Yunani diperkirakan masih akan merosot tajam.
Hal tersebut dikatakan pengamat valuta asing Farial Anwar , di Jakarta Rabu (26/5/2010). Menurutnya, apa yang terjadi di dalam negeri saling berkaitan dengan situasi pasar global.
"Apalagi pada perdagangan kemarin, IHSG ditutup melemah drastis, tentu menambah penyebab semakin turunnya rupiah. Rupiah diperkirakan akan melemah pada range Rp9.375-Rp9.380 per USD," jelasnya.
Diketahui, Rupiah pada penutupan perdagangan kemarin, ditutup ke posisi Rp9.335 per USD atau sedikit menguat akibat adanya intervensi BI untuk menahan dampak krisis Eropa dari pembukaan pada pagi hari di kisaran Rp9.377,5 per USD. Sedangkan pada yahoofinance, rupiah ditutup melemah ke posisi Rp9.398 per USD. (fn/vs/lp/ok) www.suaramedia.com