Hidayatullah.com--Pekan ini Israel mulai memberlakuan peraturan militer baru yang bertujuan untuk mencegah infiltrasi, yang memungkinkan dilakukannya deportasi atas puluhan ribu orang Palestina dari Tepi Barat, atau mereka dikenakan hukuman penjara hingga tujuh tahun.
Dengan diberlakukannya peraturan itu, otomatis puluhan ribu orang Palestina menjadi pelaku kriminal dan bisa dihukum berat.
Dalam sepuluh tahun terakhir, orang Palestina yang pertama kali menjadi target dari peraturan-peraturan baru adalah mereka yang memiliki kartu identitas yang beralamat di Jalur Gaza--orang yang lahir di Gaza dan anak mereka yang lahir di Tepi Barat--atau mereka yang lahir di Tepi Barat dan luar negeri, yang karena berbagai sebab kehilangan status pemukim mereka. Serta pasangan dari orang Palestina yang lahir di luar negeri.
Menurut media Israel Haaretz (12/4), hingga saat ini, pengadilan sipil Israel kadang-kadang mencegah pengusiran atas ketiga kelompok tersebut dari Tepi Barat. Dengan peraturan yang baru, maka mereka masuk dalam yuridiksi pengadilan militer.
Peraturan baru menetapkan, siapa saja yang memasuki Tepi Barat secara ilegal, maka dianggap sebagai penyusup. Demikian pula orang yang berada di Tepi Barat tapi tidak memiliki izin tinggal. Definisi tersebut mengambil definisi penyusup pada tahun 1969, yaitu mereka yang masuk ke wilayah kekuasaan Israel dengan cara melintasi batas dengan negara musuh di sekitar; Yordania, Mesir, Suriah dan Libanon.
Bahasa yang digunakan dalam peraturan baru itu umum sekaligus ambigu. Karena istilah penyusup dikenakan juga kepada penduduk Palestina di Yerusalem, warga negara sekutu dekat Israel (seperti AS), dan warga Israel baik keturunan Arab maupun Yahudi. Bagaimana pelaksanaannya, sepenuhnya tergantung pada pertimbangan komandan Angkatan Pertahanan Israel di lapangan.
Hamoked Center for the Defense of the Individual, menjadi LSM Israel pertama yang memprotes kebijakan tersebut, yang ditandatangani enam bulan lalu oleh komandan IDF wilayah Yudea dan Samaria kala itu, Gadi Shamni.
Dua pekan lalu Direktur Hamoked, Dalia Kerstein, mengirim surat permintaan penangguhan kepada GOC Central Command, Avi Mirzahi, dengan alasan "perubahan dramatis yang akan ditimbulkan atas HAM orang dalam jumlah yang sangat banyak."
Peraturan militer Israel itu memang gila. Seseorang bisa dianggap sebagai penyusup jika dia berada di dalam wilayah dimaksud tanpa dokumen atau izin yang sah. Dokumennya sendiri harus dikeluakan oleh komandan IDF di wilayah Yudea dan Samaria, atau orang yang bertindak atas namanya.
Tidak jelas izin mana yang dimaksud, apakah yang sudah ada sampai saat ini, atau juga termasuk izin baru yang dikeluarkan di masa datang. Status pemegang kartu pemukim Tepi Barat juga tidak jelas. Peraturan itu mengabaikan keberadaan Otoritas Palestina dan perjanjian yang telah ditandatangani Israel bersama PLO.
Jika seseorang kedapatan menyusup, maka dalam waktu 72 jam setelah keluarnya surat deportasi, orang tersebut akan dikembalikan ke negara atau wilayah tempatnya masuk.
Lebih parah lagi, orang tersebut dapat dituntut ke pengadilan dengan ancaman penjara hingga 7 tahun. Orang-orang yang masuk ke Tepi Barat secara legal, tapi tidak memegang surat izin, juga bisa disidang dengan ancaman penjara maksimum 3 tahun.
Sanksi itu lebih berat dari peraturan Israel yang sekarang ada, di mana pemukim yang dianggap ilegal dihukum rata-rata 1 tahun penjara.
Orang yang dianggap penyusup juga harus membayar biaya penahanan dan pemulangannya, yang besarnya bisa mencapai NIS 7.500.
Dengan diberlakukannya peraturan tersebut, berarti Israel melanggar Perjanjian Oslo, yang memberikan hak bagi orang-orang Palestina di Gaza untuk tinggal, berkerja, sekolah dan mengunjungi Tepi Barat.
Komandan militer Israel di Tepi Barat, sejak tahun 2007 telah memberlakukan peraturan izin tinggal bagi warga Gaza yang ingin menetap di Tepi Barat. Sejak tahun 2000, mereka dianggap pendatang ilegal jika memiliki alamat di Gaza. Dengan ketentuan tersebut, banyak orang telah dideportasi ke Gaza, termasuk mereka yang dilahirkan di Tepi Barat.
Sekarang ini, orang Palestina harus mendapatkan izin khusus untuk memasuki daerah dekat tembok pemisah, meskipun rumah mereka memang berada di sana. Orang-orang Palestina sudah sejak lama dilarang masuk ke Lembah Yordan, tanpa ada izin khusus. Hingga 2009, orang-orang Yerusalem Timur harus mendapatkan izin untuk masuk ke Daerah A, wilayah yang berada dalam kekuasaan penuh Otoritas Palestina.
Setelah mengunci Yerusalem Timur (baca berita sebelumnya: Yahudisasi Yerusalem Hampir Rampung), ditambah dengan peraturan militer di atas, nyaris sempurna tujuan licik Israel mencaplok wilayah Palestina. [di/hrz/www.hdayatullah.com]